Thursday, 25 October 2012

Story about Princess Star at Night

Tersenyum dan hanya bisa tersenyum
Menikmati indah cinta tulus darimu
Meski jarak memisahkan langkah ku
Kau tetap sempurna dan berarti bagiku
Kini kusadari penantianku hanya padamu
Meskipun ku jauh ku tetap mencintai mu
Tak akan berakhir cinta sejati dariku
Meskipun tak bisa ku genggam erat tangan mu
Cinta ini tetap menjadi milik mu
Suatu saat jika ku bersamamu
Kan ku jaga dirimu hingga diujung waktuku
Kini kusadari penantianku hanya padamu

          Hemm,,anda kenal dengan sepenggal lirik di atas ??? Pasti dalam pikiran,terlintas beberapa kalimat…kayak pernah denger lagu ini ?? punya siapa yh,,yuupp betull banged.Lirik diatas adalah lirik lagu Tetap Menjadi Milikmu ( Tersenyumlah ) tembang dari Cassandra.Lirik itulah yang kini sedang didendangkan oleh Dewi di atas kasurnya.Yahh,,lirik yang menggambarkan suasana hati Dewi sekarang..yang dilanda kegalauan..zaman 2012 terkenal dengan kata GALAU,,banyak remaja – remaja diluar sana yang Galau.Mungkin ibaratnya jika tidak galau berarti dia tidak trendy…Hmm pikiran Dewi menerawang jauh ke sana.Mungkin di depannya laptop menyala,film korea sedang diputar tapi hati sama pikirannya sedang lari pergi ntah kemana.Rupa – rupanya Dewi ini lagi kasmaran,lagi merindukan sosok cowo,,Bintang.. yahh,dialah sosok cowo itu.Cowo yang sejak beberapa bulan lalu menghiasi hati dan pikiran Dewi padahal sebelum – sebelumnya dia tidak pernah seperti ini.Karena beberapa bulan sebelumnya dia mengalami patah hati,broken heart,Pasca putus dari cowonya,gara – gara si cowo ngga bisa milih antara dirinya dengan mantan cewenya.yah,,namanya mahluk cowo kadang emang egois.Rupa – rupanya si cowo itu sudah memiliki tambatan hati yang lain lagi.Tapi itu tidaklah penting.Yang lalu biar berlalu jadikan pengalaman dan yang terpenting move on tatap masa depan.Indah kan tiba pada waktunya…Dewi percaya hal itu.Tanpa Dewi sadari,ada sebutir air mata yang menetes di pipinya.yah,,mungkin dia terlalu merindukan Bintang.Baginya Bintang adalah sosok Bintang malam yang mampu menyinari  jauh didalam hatinya.Sekarang dia terpulas di atas kasurnya.Dia cape,bukan karena cape memikirkan masa lalu.Tapi karena sehabis pulang ngajar di salah satu sekolah dasar di lingkungannya.Yah,Dewi memang seorang Guru Wiyata Bakti.
          Nun jauh disana ternyata ada sosok yang sedang memikirkan Dewi,siapa lagi kalo bukan si Bintang itu sendiri.Bintang sadar bahwa dia merindukan Dewi.Bagi Bintang,sosok Dewi ia lukiskan seperti Dewi malamnya,yah sinar raut wajah Dewi seperti sinar rembulan,teduh cahayanya menentramkan siapapun yang melihat apalagi bagi Bintang sendiri.Bintang cowo tengil yang sudah bereinkarnasi menjadi sosok cowo yang dewasa,tapi teteeepppp ada sisi kekanakannya.hehehe…sama aja donkk.Yah,Bintang ini dulunya satu kelas sama Dewi pada waktu SMA.Sempat dekat dengan Dewi tapi karena dia menyatakan getaran rasa kepada Dewi sedang respon Dewi sama saja,malah memang ngga punya rasa sama Bintang akhirnya mereka menjadi jauh.Cinta bertepuk sebelah tangan.Setelah itu Bintang pun mempunyai cewe yang notabene nya sama,teman sekelasnya.Sebut saja namanya Mala.Yah,memang dimana saja entah kalem,atau rame yang namanya cowo sama.Sudah jelas – jelas dia punya cewe tapi jauh didalam lubuk hatinya masih tersimpan rasa untuk cewe lainnya.Yang memang dia taksir sejak dari pertama masuk kelas X di SMA.Tapi lagi – lagi itu hanya sekedar masa lalu.memang tidak dapat dipungkiri pasti dalam lubuk hatinya pun masih ada sedikiiitt rasa buat si cewe ntah Mala ntah cewe yang lainnya karena Bintang itu termasuk playboy,kalo yang ini menurut kacamata pandangan si Dewi hehehe…mungkin menurut yang lain tidak jauhh beda hehe piss JJJ
          Roda kehidupan berputar,sang Maha yang membolak balikkan hati sedang menebarkan benih – benih dikeduanya.Ya,dua sosok yang sudah lama tidak dipertemukan karena memang jarak dan waktu yang begitu jauh tiba – tiba saja menjadi jarak dekat melalui media social.Mereka bertemu di dumay lewat akun FB dan berawal dari sebuah chat,yang menjadi keterusan lewat satelit HP baik sms maupun telepon.Interaksi komunikasi menjadi lebih sering.Awalnya Dewi menepis rasa itu karena memang dia berpikir kalo Bintang ngga mungkin berubah sekali Playboy,tetaplah playboy karena mungkin sudah wataknya.Tetapi,semakin Dewi berusaha menepis rasa yang ada semakin tumbuh pula rasa itu.Yah,,namanya urusan hati tidak ada yang tahu,kapan getar – getar itu hadir.Bintang pun memang kategori yang tidak gentar terhadap sesuatu,dia pantang menyerah.Mungkin bagi Bintang,Dewi lah sosok yang dia cari,sosok yang diidamkan untuk menjadi pendampingnya kelak.Bintang sangat yakin akan hal itu.
          Mereka berdua bertemu saat ada acara Reuni SMA nya bersama teman sekelas lainnya.Bintang pun sengaja memanfaatkan moment itu.Dia menjemput Dewi karena memang Dewi sudah meng’iyakan ajakan Bintang.Sebelumnya Bintang mengajak Dewi untuk jalan berdua tapi Dewi menolaknya.Bintang pun tidak kehilangan akal.Dia mengajukan keinginannya untuk menjemput Dewi dan Dewi tidah boleh menolaknya.Alhasil Dewi pun mau.Dewi sebelumnya sudah berfirasat bahwa akan ada kejadian yang tidak terduga berkaitan dengan mereka berdua.Apa itu??? Yah,,Mala yang memang sangat posesif dengan Bintang menunjukkan ketidak sukaannya terhadap mereka berdua.Semenjak tragedi pada event Reuni itu Mala sekarang cenderung melakukan aksi terror.Dewi yang memang tidak merasa bersalah dalam hal itu pun bingung apa yang harus dilakukan.Karena hal itu bukan semata – mata kesalahan dirinya.Dewi berpikir “Apa yang salah dalam diriku??”.Ia pun memutuskan lebih memasrahkan hal itu kepada Sang Khalik.Tanpa disadari Dewi merasa dilemma,satu sisi Mala adalah temannya meskipun tidak begitu akrab,satu sisi lagi dia merasa dirinya menyukai Bintang.Ada permintaan dari Mala supaya Dewi menjauh dari Bintang tapi apa daya Dewi hanya lah manusia biasa,Dewi tidak sanggup menepis rasa itu.
          Karena peristiwa itu justru malah membuat Dewi dan Bintang semakin akrab,semakin dekat.Mereka mulai mengobrol ngalor ngidul setiap harinya.Mungkin ibaratnya malah sudah menjadi rutinitas antara mereka berdua.Semakin hari,semakin tumbuh perasaan itu.Tetapi keduanya belum ada yang secara jelas mengutarakan perasaannya secara simbolik dalam tanda kutip nembak.Yah,,mungkin karena pengaruh umur juga.Mereka bukanlah remaja lagi yang dengan keharusan mengespresikan perasaannya,cukup dengan tingkah laku,tutur kata,bukti yang nyata mereka sudah tahu kalau mereka saling menyukai,saling memiliki perasaan yang sama.Biarlah sang Maha membolak balik hati yang menuntunnya.Mereka berharap mereka benar – benar dapat  bersatu didalam mahligai yang sah,yang merupakan impian yang nyata dalam setiap insan.
          Hanya selang beberapa bulan saja mereka sudah semakin akrab,Bintang pun semakin menunjukkan kalo dia memang serius sama Dewi.Selalu meyakinkan Dewi bahwa Dewi lah yang Bintang tunggu.Dewi pun demikian,dia selalu berusaha untuk menjaga perasaannya.Dia berharap bahwa Bintanglah pemilik tulang rusuk itu.Dewi dan Bintang saling menjaga hati,menjaga perasaan mereka satu sama lain,mereka berusaha semaksimal mungkin.Meskipun terhalang jarak dan waktu mereka tetap menjaga satu sama lain.Meskipun kerikil – kerikil kecil selalu ada dalam kehidupan mereka,meskipun Mala masih belum rela melepaskan Bintang tapi Bintang selalu meyakinkan Dewi.Mereka berusaha menghadapi bersama – sama.Mereka menyerahkan segala urusan hati mereka kepadaNya.Apakah takdir akan benar – benar menyatukan mereka dalam sebuah Keluarga kecil bahagia??? Semua tidak ada yang tahu Allah lah yang Maha Tahu segalanya..Semoga Mereka kelak benar – benar menjadi keluarga kecil,bahagia,dengan tawa yang mengiringinya.Aamiin……
         



Sajak sederhana Dewi dan Bintang Malam
Dewi malam…
Cahayamu tenangkan aku…
Kasihmu damaikan hati ku…
Senyummu anugrah untuk ku…
Cinta mu bahagia ku…
Kau , Dewi malam kan tetap jadi yang terindah…
Malam tak kan indah tanpa mu…
Malam semakin gelap tanpa mu…
Malam terasa lebih dingin tanpa mu…
Malam hanyalah sekedar malam,tanpa mu…
Tanpa mu Dewi Malam ku…
                   Bintang malam ku…
                   Kau pancarkan cahayamu…
                   Cahaya yang tak seterang mentari…
                   Tapi mampu menerangiku dalam kegelapan…
                   Di dalam kegundahan..
                   Sinar mu yang tulus mampu merengkuh tubuh yang lemah ini
                   Kau mampu menguatkan ku untuk tetap tegar berdiri
Melawan semua kesedihan
Semoga pancaran cahaya teduhmu takkan pernah redup darimu
Bintang malamku,kau yang terindah dalam setiap malam – malam ku

Sunday, 21 October 2012

Sekolah Imam Muslim Nazi Jerman

Salah satu contoh foto langka mullah (musulmans) anggota SS

Para prajurit, perwira dan imam dari Wolga-tatarische Legionäre sedang melaksanakan shalat berjamaah di tempat terbuka (1943). Banyak yang mengira bahwa ini adalah foto personil Handschar, tapi dengan melihat pola shoulder boardnya, tahulah kita kalau mereka adalah anggota Ostvolk. Entahlah dengan sang imam sendiri yang jelas-jelas anggota SS (perhatikan kerahnya)!

SALAH SATU CONTOH KEDEKATAN ISLAM DAN NAZI.
Di tulis tanpa Unsur SARA, ini hanya artikel kebebasan.
Sekolah SS untuk para mullah (Imam Schule für der Ostturken) dibuka tanggal 26 November 1944 di Dresden oleh SS-Brigadeführer Walter Schellenberg. kemungkinan sekolah ini hancur lebur akibat pemboman brutal dari Sekutu pada bulan Februari 1945, meskipun kepastiannya masih belum dapat ditentukan.

Untuk para imam dari divisi SS ke-13 "Handschar" sendiri, mereka disekolahkan di dua buah fasilitas yang berbeda. Lehrgang (kursus) pertama didirikan di Potsdam-Babelsberg, sedangkan yang kedua di Guben.

Adolf Hitler Pernah Mempunyai Pacar Orang Yahudi?

Foto Stefanie Isak dan Adolf Hitler. Kalau saja kedua insan ini bersatu... apa kata dunia?
 Bisa dibilang bahwa sejarah kehidupan Adolf Hitler adalah merupakan salah satu yang paling lengkap karena telah banyak buku ditulis mengenainya. Meskipun begitu, fase kehidupannya di masa muda (terutama ketika masih menjadi ABG di kota Linz dan Wina) tetaplah diselimuti oleh misteri dan kontroversi.

Seperti apa pandangan politiknya masa itu? Siapa saja temannya? Bagaimana hubungannya dengan ibu tercintanya? Apakah dia termasuk cowok gaul atau tidak?

Di atas semuanya, mungkin, adalah bagaimana hubungan dia dengan orang-orang Yahudi pada saat itu? Banyak rumor, teori dan spekulasi bermunculan mengenai masalah ini, meskipun hanya sedikit saja yang bisa dibuktikan kebenarannya.

Selama berdekade-dekade, para penulis biografi Hitler mengandalkan sumber tulisan mereka pada memoir Hitler yang ditulis oleh sahabatnya pada periode 1904 dan 1908, August Kubizek.

Sekarang, setelah hampir 70 tahun buku tersebut ditulis, akhirnya terbitlah versinya yang berbahasa Inggris.

Dan meskipun telah terbit versi sebelumnya yang telah digunakan oleh partai Nazi sebagai biografi resmi dari Hitler (tentunya dengan telah melalui pengeditan terlebih dahulu!), tapi tetap saja buku Kubizek tanpa sensor yang beredar kali ini benar-benar memberi titik terang pada pemikiran-pemikiran Hitler pada saat itu.

Karena dalam buku ini diulas untuk pertama kalinya obsesi remaja Hitler terhadap seorang gadis cantik bernama Stefanie Isak - yang dari nama belakangnya saja sudah ketahuan kalau gadis ini adalah keturunan Yahudi!

Dan meskipun biografer Hitler terkemuka Sir Ian Kershaw sudah menerangkan bahwa perasaan Hitler pada saat itu hanyalah "ketertarikan remaja biasa" saja, tapi kecenderungan Hitler yang telah secara berani menguntit gadis ini kemanapun dia pergi, berangan-angan menculiknya dan bahkan siap untuk bunuh diri barengan memperlihatkan pada kita bahwa hal ini lebih serius dari sekedar 'cinta monyet' belaka!

Lebih jauh lagi, kisah August Kubizek mengungkapkan fakta lain bahwa Hitler sama sekali tidak peduli pada latar belakang gadis tersebut yang masih keturunan Yahudi.

Kubizek sendiri adalah musisi yang, sama seperti Hitler, berasal dari Linz. Catatan yang dikumpulkannya begitu berharga bila kita ingin melihat Hitler di masa-masa awal, karena inilah satu-satunya deskripsi yang kita punyai yang mengungkapkan secara gamblang kehidupan Hitler di masa remaja dari pengamatan sahabat terdekatnya. Bahkan kemudian Kubizek mengklaim lebih jauh lagi bahwa hanya ada satu teman saja dalam hidupnya, dan dia adalah Adolf.

Ketika Hitler ditolak masuk Akademi Seni Wina, Kubizek sendiri melenggang masuk di Vienna Conservatoire untuk memperdalam musik. Meskipun jelas-jelas lebih berhasil dari Hitler pada masa itu, tapi pribadi Hitler yang kuat dan membius tetaplah membuat Kubizek hanyalah menjadi sahabat yang selalu manut bila di dekatnya.

Kubizek mencatat bahwa Hitler tergila-gila dengan Stefanie selama empat tahun, dari pertama umurnya masih di usia 16. Dia mengingat betapa pada suatu sore di musim panas tahun 1905 ketika mereka sedang berjalan-jalan di Landstrasse di Linz: "Adolf menggenggam tanganku dan kemudian bertanya dengan penuh keingintahuan tentang pandanganku terhadap gadis pirang langsing yang juga sama sedang berjalan bergandengan tangan dengan ibunya. 'Kamu harus tahu, aku jatuh cinta kepadanya,' katanya secara terus terang."

Nama Stefanie Isak sendiri tak pernah terungkap dalam biografi resmi Hitler zaman Third Reich karena telah mendapat sensor sebelumnya. Kubizek barkata bahwa Stefanie memang "seorang gadis yang cantik dengan badan langsing dan tinggi badan lumayan."

"Matanya sangat indah, terang dan ekspresif. Dia berpakaian dengan sepantasnya, dan perhiasan yang melekat di tubuhnya menunjukkan bahwa dia berasal dari keluarga yang terpandang dan berkecukupan."

Dan itulah satu-satunya informasi yang diketahui oleh kedua anak muda ini! Mereka lalu memutuskan untuk berdiri di dekat jembatan menuju alun-alun utama setiap jam lima sore di jalan yang biasa dilewati Stefanie setiap hari.

"Tidak pantas rasanya bila kita seenaknya memanggil nama Stefanie," kata Kubizek, "karena tidak ada seorang pun dari kami berdua yang pernah diperkenalkan kepada gadis muda tersebut. Tatapan mata haruslah menggantikan perkenalan, dan sejak saat itu Adolf tak pernah melepaskan pandangan matanya dari Stefanie. Saat itu dia jadi berubah, tidak lagi menjadi dirinya sendiri." Bagi seseorang yang selalu mencela dengan berani kebiasaan-kebiasaan 'resmi' para kaum borjuis, Hitler menjadi seorang yang lemah kala berhadapan dengan rasa malunya terhadap wanita.

Pada saat itu, Landstrasse menjadi tempat favorit para kaum muda untuk saling mengadakan janji temu. "Banyak terjadi perkenalan, dan para perwira militer muda adalah yang paling berpengalaman dalam hal ini," ingat Kubizek.

Hitler akan menjadi sangat marah bila melihat setiap perwira muda yang mengajak ngobrol Stefanie. Jelas saja Kubizek sangat bersimpati terhadap kondisi Hitler saat itu. "Hitler yang miskin dan berpenampilan biasa-biasa tentu saja tidak akan setara bila dibandingkan dengan letnan-letnan muda ini dengan seragam mereka yang mentereng." Bukannya melakukan pendekatan terhadap Stefanie atau melatih rasa kehumorisannya untuk menarik simpati gadis tersebut, Hitler malah makin dalam tenggelam dalam bayangan yang diciptakannya sendiri. "Orang-orang bodoh yang angkuh," begitu biasa Hitler menyebut para saingannya tersebut.

Kubizek menulis bahwa kebenciannya terhadap mereka mendorong sikapnya ketika telah menjadi penguasa yang tidak pernah mau berkompromi terhadap kelas perwira militer Jerman secara keseluruhan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan militer secara umum. Kenyataan bahwa Stefanie bergaul dengan para perwira muda yang "mengandalkan seragam semata untuk merayu" ini benar-benar mengganggu pikiran Hitler

Untungnya, meskipun Stefanie yang saat itu berusia 17 tahun sering ngobrol-ngobrol dengan perwira-perwira muda Austria, tapi dari ekspresinya terlihat bahwa itu bukanlah kegiatan favoritnya. Gadis ini memang selalu ramah terhadap siapapun, dan tak pernah benar-benar menyadari bahwa ada seorang penguntit 'setia' yang selalu memperhatikannya setiap waktu.

Kubizek berkata, "Stefanie tak pernah benar-benar mengetahui betapa dalam cinta Hitler kepadanya. Dia hanya menganggap Hitler sebagai seorang yang pemalu, meskipun di lain pihak begitu gigih dan memujanya dengan setia."

"Ketika gadis itu meresponsnya dengan senyuman tatkala bertatapan dengan Hitler, temanku langsung berubah gembira, sesuatu yang tak pernah kulihat sebelumnya."

"Tapi ketika Stefanie, seperti kepada semua pria lainnya, kemudian membalik mukanya dan lalu bersikap biasa-biasa saja, Hitler begitu terpukul dan rasa-rasanya saat itu dia siap untuk menghancurkan dirinya sendiri dan juga dunia."

Tak lama Hitler meminta bantuan Kubizek untuk mencari tahu segala sesuatu tentang Stefanie. Ternyata ibunya adalah janda dan mereka tinggal di dekat Urfahr, sementara saudara laki-lakinya menjadi mahasiswa hukum di Wina.

Dari usia 16 sampai 20 tahun, bagi Adolf tak ada lagi wanita lain di hatinya selain Stefanie.

Hitler selalu membandingkan Stefanie dengan penyanyi opera pujaannya, dan dia selalu meyakinkan dirinya bahwa Stefanie juga memiliki suara dan bakat musik yang lebih dari cukup untuk menjadi seorang penyanyi opera.

Selain itu, sisi romantis Hitler mengemuka ketika ia menulis berpuluh puisi untuk gadis pujaannya, dengan judul-judul seperti "Nyanyian Pujian Untuk Sang Tercinta".

Meskipun saat ini tak ada lagi "jejak" mengenai keberadaan puisi Hitler tersebut, tapi setidaknya Kubizek mengingat salah satu di antaranya, yang dibacakan langsung oleh Hitler di hadapannya: "Stefanie, sang perawan dari kaum terhormat, dengan gaun beludru biru hitam yang berombak, berkendara dengan kudanya melintasi padang rumput berbunga, rambutnya yang keemasan jatuh menjuntai di bahu; langit biru cerah di atas; semuanya begitu murni, mendatangkan kilau kebahagiaan."

Kubizek mengingat betapa wajah Hitler dipenuhi oleh kegembiraan luar biasa kala dia membaca ulang bait-bait karyanya. Dahsyatnya, selama empat tahun pemujaannya terhadap Stefanie, tak pernah sekalipun Hitler memberanikan dirinya untuk setidaknya mengajak berkenalan atau bahkan bertukar kata dengan gadis tersebut. Dia berkeras bahwa bila waktunya telah tiba untuk mereka bersua, tak perlu lagi ada kata yang harus keluar!

"Bagi manusia-manusia luar biasa seperti aku dan Stefanie," kata Hitler kepada Kubizek, "Tak dibutuhkan komunikasi biasa yang datangnya dari mulut; manusia-manusia luar biasa akan saling mengerti hanya melalui intuisinya masing-masing." Lebih-lebih lagi, Hitler meyakinkan dirinya bahwa Stefanie tidak hanya tahu akan semua pikiran dan ide-idenya, tapi juga mempunyai pemikiran yang sama dan menanggapinya dengan antusias. Begitu besarnya keyakinan Hitler sehingga dia yakin bahwa mereka bisa saling berhubungan melalui telepati!

Ketika Kubizek mengutarakan keraguannya kalau Hitler bisa mengetahui semua apa yang Stefanie sedang pikirkan (mengingat bahwa untuk ngobrol pun mereka belum pernah), sang calon diktator langsung marah dan berteriak: "Sederhana saja, kau tidak mengerti, karena kau tidak pernah tahu apa arti sesungguhnya dari cinta yang tidak biasa."

Hitler lalu berkata bahwa adalah mungkin untuk mentransmisikan pikiran-pikirannya ke Stefanie hanya dengan menatapnya! Hitler juga meyakinkan dirinya bahwa sikap Stefanie yang selalu ramah dan terbuka pada orang lain hanya merupakan pengalihan saja dari rasa cinta yang sebenarnya terhadap Hitler.

Tapi tetap saja, sikapnya ini dikalahkan oleh rasa cemburu yang menggila manakala dilihatnya Stefanie berdekatan atau ngobrol dengan lelaki lain.

Yang tak pernah berani dilakukan Hitler adalah, sederhana saja: cukup mengenalkan dirinya pada ibu Stefanie dalam perjalanan yang biasa dilakukannya, lalu meminta izin untuk mengiringi mereka dan kemudian baru berkenalan dengan anaknya. Hal tersebut merupakan cara perkenalan yang sudah biasa terjadi di masa itu.

Karena saat itu Hitler hanya berprofesi sebagai seorang pelukis jalanan yang berpenghasilan tak tentu, Hitler merasa bahwa bagi ibu Stefanie, pekerjaan sebagai pelukis jauh lebih penting dibandingkan dengan namanya, dan dia akan terkesan. Bahkan, Hitler mengkhayal lebih jauh lagi dengan meyakini bahwa Stefanie tak punya keinginan lain selain menunggu sampai Hitler datang untuk melamarnya!

Tapi Hitler juga merasa terganggu ketika mengetahui bahwa Stefanie mempunyai hobi berdansa, sesuatu yang jauh berbeda dibandingkan dengan kebiasaannya (saat itu) yang biasa merokok sambil minum bir di bar. Sambil bercanda, Kubizek menyarankan agar Hitler mengambil kursus dansa saja. Tak lama, acara jalan-jalan mereka tidak lagi diisi oleh obrolan-obrolan tentang teater atau jembatan Danube (topik favorit seniman Austria), melainkan tentang dansa dan seluk-beluknya!

"Bayangkanlah sebuah ballroom yang penuh sesak," kata Hitler kepada Kubizek, "Dan bayangkan kalau kau tuli. Kau tak dapat mendengar suara musik yang membuat orang-orang ini bergerak dengan indahnya, kemudian perhatikan pola gerakan mereka yang tidak mengarah kemana-mana... Bukankah ini adalah sesuatu yang nonsense?" Ketika Kubizek mengutarakan ketidaksetujuannya, Hitler berteriak kepadanya, "Tidak, tidak, tak akan pernah! Aku tak akan pernah mencoba belajar untuk berdansa! Apakah kau mengerti? Sekali Stefanie sudah menjadi istriku, dia tak akan pernah lagi berkeinginan untuk berdansa!"

Depresi karena tahu kebiasaan dansa Stefanie ini, membuat Hitler berpikiran nekad: dia akan menculik Stefanie! "Dia menerangkan rencananya kepadaku bersama dengan detailnya, termasuk peran yang harus aku lakukan. Aku akan mengajak ibunya berbincang-bincang sementara Hitler membawa kabur gadis itu."

Setelah rencana ini dibatalkan karena tidak adanya dana untuk memulai hidup di 'pengasingan' (hahaha!), Hitler begitu stresnya sampai memutuskan untuk bunuh diri saja! "Dia akan mencoba terjun ke sungai dari jembatan Danube," kata Kubizek, "Dan semuanya akan berakhir saat itu juga. Tapi Hitler berkeras untuk membawa Stefanie bersamanya ke alam kubur."

"Sekali lagi, sebuah rencana dibuat lengkap dengan detailnya. Setiap fase dari tragedi yang direncanakan tersebut telah dirancang dengan teliti oleh Hitler."

Tentu saja, 40 tahun Hitler pun merencanakan hal yang sama bersama dengan istrinya Eva Braun (yang baru dinikahinya beberapa jam sebelumnya). Untungnya, ketika rencana frustasi terhadap Stefanie itu hampir saja dijalankan, mood Hitler menjadi makin cerah. Bulan Juni 1906 di festival Bunga Linz, dia dan Kubizek nongkrong di pinggir jalan sempit bernama Schmiedtorstrasse, untuk menjadi penonton dari festival yang dipenuhi oleh gadis-gadis muda yang lewat melintas mereka.

"Stefanie telah mengisi buket yang biasa dibawanya dengan bunga-bunga liar sederhana dan bukannya bunga mawar seperti gadis lainnya," ingat Kubizek. "Mata Adolf langsung bersinar cerah. Stefanie melemparkan pandangan kepadanya dan tersenyum. Lalu kemudian... aku tak percaya apa yang aku lihat, gadis jelita itu mengambil setangkai bunga dari buketnya lalu melemparkannya ke Adolf yang hanya bisa ternganga!"

Efek yang terjadi kemudian pada Hitler begitu luar biasa. "Tak pernah lagi aku melihat sahabatku begitu berbahagia selain saat itu."

"Dia mencintaiku!" Hitler berkata pada Kubizek. "Kau lihat sendiri! Dia cinta padaku!"

Satu perbuatan sederhana yang didorong oleh kebaikhatian telah menyelamatkan Stefanie tanpa disadarinya. Dia terhindar dari rencana matang yang telah disiapkan Hitler untuk menculik dan membunuhnya. Sejak saat itu, Hitler menyimpan bunga pemberian Stefanie di dompetnya selama bertahun-tahun!

Tapi tetap saja Hitler menjadi fans berat Stefanie dan selalu menguntitnya kemanapun gadis ini pergi. Pada satu saat Hitler pernah bilang ke Kubizek bahwa Stefanie mempunyai suara soprano yang indah, suatu fakta yang ia tahu berdasarkan hasil rantang-runtungnya mengikuti jejak gadis tersebut!

Hitler pun pernah membuat sketsa sebuah rumah bergaya renaissance yang dia gadang-gadang sebagai rumahnya dan Stefanie kelak setelah mereka menikah, lengkap dengan ruang pianonya segala.

Dia selalu nongkrong di Schmiedstrasse demi berharap mendapatkan senyum untuk kedua kalinya. Ketika dia meninggalkan Linz, Hitler meminta laporan rutin mengenai Stefanie dari Kubizek yang dikirimkan melalui kartu pos.

Hitler selalu berkata bahwa dia pasti akan berbicara dengan gadis itu besok, tapi "besok tak pernah tiba, dan minggu, bulan serta tahun berlalu tanpa pernah dia mengambil satu langkah sederhana untuk mencoba peruntungannya dengan gadis yang telah begitu mengharu-biru hidupnya selama bertahun-tahun."

Tentu saja, kalau Hitler benar-benar berbicara dengan gadis tersebut, pastilah dia 'tersadarkan' bahwa Stefanie sama saja dengan gadis normal lainnya, dan bukannya seorang bidadari dari kayangan yang mengisi semua harapan, angan-angan dan rencananya akan diri seorang wanita di mata sang calon diktator.

Hitler telah begitu dalam tenggelam dalam bayangan yang diciptakannya sendiri akan gadis ini sehingga, seperti yang Kubizek rasakan, kemungkinan bahwa impian Hitler akan segera berantakan begitu dia bicara dengan gadis itu adalah salah satu pendorong kuat mengapa mereka tidak pernah saling berbicara.

Ternyata kemudian diketahui bahwa meskipun namanya berbau Yahudi, Stefanie dan keluarganya sendiri bukanlah datang dari kalangan tersebut. Tapi tentu saja Hitler dan Kubizek tidak tahu akan hal tersebut saat itu, dan perbedaan antara Yahudi dan bukan Yahudi tidaklah menjadi masalah berarti bagi sang calon penguasa Jerman yang kelak dikenal karena "anti-Yahudi"-nya.

Apakah Hitler membenci Yahudi hanya sebagai alat dirinya naik kekuasaan di tengah situasi yang kacau balau, adalah suatu kemungkinan yang bisa dikedepankan, karena jelas-jelas secara pribadi dirinya pernah mempunyai pengalaman jatuh cinta kepada wanita golongan tersebut (setidaknya seperti yang disangkanya), dan seperti yang kita tahu, hal itu tidak menjadi masalah berarti bagi Hitler muda.

Bila kemudian takdir menentukan Stefanie jatuh cinta kepada Hitler dan mereka menjadi pasangan, tentunya yang menelan pil sianida di bunker Berlin tahun 1945 bukanlah Eva Braun lagi!

Pada kenyataannya, Stefanie kemudian menikah dengan seorang perwira Angkatan Darat dan tinggal di Wina setelah Perang Dunia II. Dia tak pernah menyadari bahwa di masa mudanya ada seorang pemuda yang begitu tergila-gila, seorang pemuda yang kelak menjadi salah satu manusia paling dikenal dalam sejarah...

Konspirasi Holocaust Nazi

Pemalsuan Foto Bocah Holocaust

Kalau anda senang sejarah Nazi dan Perang Dunia II, pasti pernah melihat foto ini kan? Foto bocah dengan tangan terangkat yang sangat terkenal, yang diklaim bersumber dari apa yang dinamakan sebagai LAPORAN STROOP atau STROOP REPORT. Orang-orang yang teridentifikasi dari foto ini:
- Bocah yang berdiri paling depan dengan tangan terangkat ini masih belum pasti identitasnya, dan beberapa kemungkinan nama dia adalah: Artur Dab Siemiatek, Levi Zelinwarger (di sebelah ibunya Chana Zelinwarger) dan Tsvi Nussbaum
- Hanka Lamet - gadis kecil di sebelah kiri
- Matylda Lamet Goldfinger - Ibu Hanka yang berdiri di sebelahnya (kedua dari kiri)
- Leo Kartuziński - di belakang dengan tas putih di bahunya
- Golda Stavarowski - juga di belakang, wanita pertama dari kanan dengan satu tangan terangkat
- Josef Blösche - Prajurit SS yang memegang senapan mesin
Oleh : Alif Rafik Khan
Pendahuluan
Foto tersebut adalah salah satu “dokumen” yang paling dikenal tentang holocaust, dan artikel ini akan menjelaskan bahwa sesungguhnyalah ia adalah palsu! Semua orang telah melihat foto seorang bocah dengan tangan terangkat, tapi hanya sedikit yang mengetahui bahwa foto tersebut adalah salah satu dari 53 foto dari apa yang dinamakan sebagai ‘Laporan Stroop’, sebuah buku yang dikatakan dibuat oleh jenderal SS Jürgen Stroop untuk memperingati kekalahan para Yahudi dalam Pemberontakan Ghetto Warsawa. Laporan Stroop terdiri dari bagian tertulis, bagian laporan harian, dan bagian foto-foto. Foto bocah kecil tersebut berasal dari bagian foto. Fakta bahwa foto tersebut berasal dari Nazi itu sendiri merupakan suatu kejutan bagian kebanyakan orang. Kenyataanya, ternyata, bahwa dia berasal dari Gerakan Bawah Tanah Yahudi, dan dia dibuat seakan-akan muncul dari sumber Nazi! Foto itu memang benar diambil di Warsawa, hanya saja di luar lingkungan Ghetto. Sang fotografer, George Kadish, adalah seorang anggota Gerakan Bawah Tanah Zionis. Tak salah bila kita menyebut bahwa foto itu mendatangkan simpati kepada Yahudi dan kemarahan kepada Nazi.
Terdapat tujuh bagian yang terbagi antara Pendahuluan dan Kesimpulan, dan masing-masing menyatakan alasan tersendiri bahwa foto bocah kecil tersebut adalah sebuah “propaganda hitam”. Propaganda hitam adalah informasi dan material palsu yang dibuat seakan-akan oleh satu pihak dalam sebuah konflik, padahal kenyataannya dibuat oleh pihak lain yang berseteru. Biasanya tujuannya adalah untuk memfitnah, mempermalukan atau membuat orang lain salah mengerti  
1). Foto bocah kecil tersebut adalah sebuah propaganda hitam yang berasal dari anggota Gerakan Bawah Tanah Yahudi tapi dibuat seakan-akan staff jenderal Stroop lah yang mengambilnya. Tak cukup sampai disitu, foto itu kemudian disertakan ke dalam propaganda hitam yang lebih besar yang dinamakan sebagai ‘Laporan Stroop’. Sekedar informasi, Jürgen Stroop dihukum mati di Polandia yang diduduki Rusia, dan para penuntut menggunakan Laporan Stroop untuk memberatkan dakwaan. 
 2)Banyak dari penemuan rahasia-rahasia tentang foto ini berasal dari buku Richard Raskin berjudul “A Child At Gunpoint” (Aarhus University Press 2004). Raskin sendiri adalah seorang profesor Amerika Yahudi yang tinggal di Denmark. Dia sebenarnya percaya kepada cerita standar yang selama ini beredar mengenai latar belakang foto tersebut, hanya saja naluri ilmiahnya mempertanyakan beberapa aspek yang selama ini tak terjawab. Aspek-aspek yang membingungkan ini sebenarnya telah menunjukkan bahwa foto itu sebenarnya adalah sebuah propaganda hitam dari Gerakan Bawah Tanah Yahudi, tapi Raskin tidak pernah terang-terangan mengatakannya (bahkan setelah dia mengetahui bahwa fotografer Yahudi paling terkenal dalam Perang Dunia II secara “misterius” telah mempunyai cetakan foto itu sebelum fotonya sendiri beredar luas ke masyarakat!).  
3)Seperti telah disebutkan sebelumnya, foto ini dikatakan berasal dari Laporan Stroop. Penelitian dua foto di bawah akan menggambarkan bagaimana sebenarnya bentuk dari Laporan Stroop itu sendiri.

Halaman pertama. Sampul depannya terbuat dari kulit kasar tanpa tulisan atau gambar, sama seperti sampul belakangnya

Sampul belakang

Meskipun buku ini sekarang dikenal sebagai ‘Laporan Stroop’, tapi orang yang melihatnya setelah perang akan beranggapan bahwa tentunya dia hanyalah sebuah notebook buatan sendiri yang dikumpul-kumpulkan, dengan judul “Tak Ada Lagi Ghetto Warsawa!” (Kata-kata yang diletakkan terakhir ini tampaknya menunjukkan bahwa sang propagandis terlalu bersemangat dengan tujuannya!). Kata-kata tersebut tidaklah ditempelkan di cover seperti yang orang perkirakan, tapi malahan ditulis dengan huruf-huruf Gothik di bagian pertama dari kertas kotor di dalamnya. Sebuah perdebatan serius terjadi di Pengadilan Nürnberg dalam hal bahan pembuat sampul buku yang terdiri dari kulit  
4). Tapi seperti yang anda lihat, ini hanyalah sebuah sampul kulit biasa yang menyatu dengan kertas-kertas di dalamnya dengan cara dibolongi dan bisa dibeli di toko buku mana pun. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa Gerakan Bawah Tanah Ghetto Warsawa mempunyai sumber dan kemampuan yang terbatas, atau mungkin saat itu kerjaan mereka memang kurang profesional, sebuah fakta yang muncul kembali saat kita mengetahui metode yang mereka gunakan dalam menduplikasi foto tersebut. Siapapun yang membuat dua copy pertama dari foto terkenal itu, dia melakukannya dengan mempotret foto pertama dan kemudian mencetaknya; dengan kata lain, membuat “sebuah foto dari foto lain”. sebuah cara yang sangat buruk dalam mereproduksi foto!
Fakta-fakta ini, digabungkan dengan tingkat keefisienan bangsa Jerman yang terkenal, sendirinya sudah menjadi bukti bahwa apa yang disebut sebagai ‘Laporan Stroop’ sesungguhnya adalah dusta belaka. Secara logika, apakah mungkin orang-orang administrasi Hitler (yang terkenal paling rapi dan njelimet dalam bekerja dibandingkan dengan pihak manapun yang berperang dalam Perang Dunia II) membuat sebuah laporan yang begitu pentingnya dalam sebuah buku yang “acak adut” seperti itu? Dengan bahan-bahan yang bahkan anak SD pun bisa bebas membelinya di toko-toko buku!
Tapi misteri tidak hanya sampai disini saja bung! Di bawah adalah tujuh bagian yang menunjukkan bahwa foto itu sebenarnya adalah propaganda hitam yang datangnya dari Gerakan Bawah Tanah Yahudi:
1)Ini Bukanlah Foto yang akan dipilih seorang Jenderal


Dalam hal menilai perwajahan, kira-kira kesan apa yang anda dapatkan saat melihat foto ini? Apakah sebuah hal yang baik saat orang dewasa menodongkan senjatanya kearah anak-anak dan membuatnya mengangkat tangan? Atau mungkin bocah itu sedang dibawa ke kamar gas? Inilah kesan yang ingin disampaikan oleh Gerakan Bawah Tanah Warsawa terhadap setiap orang yang melihatnya! Tapi sekarang saya minta anda mempertimbangkan dua skenario ini, mana yang lebih masuk akal dan masuk logika:
a) Jenderal Stroop menganggap bahwa foto tersebut merupakan sebuah foto yang bagus untuk dimasukkan ke dalam album peringatan, dan pastilah Heinrich Himmler menyukainya.
b) Gerakan Bawah Tanah Yahudi masa perang memilih foto tersebut karena itu akan menimbulkan kemarahan pada orang-orang Jerman dan simpati untuk bangsa Yahudi.
Apabila saya orang awam dan disodori pilihan seperti itu, maka jawaban saya adalah B! apakah seorang jenderal Jerman akan memilih sebuah foto yang jelas-jelas tidak “jantan” untuk sebuah album peringatan? Kalau anda masih belum mengerti juga, cobalah bayangkan bahwa Indonesia pun melakukannya juga: Jenderal Ahmad Yani mengirimkan kepada Jenderal A.H. Nasution sebuah buku peringatan tentang kemenangan dalam perang kemerdekaan melawan Belanda, dengan judul yang bombastis “Kita Mengalahkan Mereka!” dan disertai sebuah foto seorang pejuang kemerdekaan yang sedang menggiring anak Belanda berusia 8 tahun dengan senjata. Seorang anak dengan ekspresi ketakutan dan permintaan tolong di wajahnya. Ini bukanlah jenis foto yang dipilih untuk hal-hal seperti itu!
Penggambaran kesan prajurit yang bertindak brutal terhadap anak-anak sendiri telah menjadi sebuah tema propaganda yang efektif dari sejak zaman Perang Dunia I, ketika dirasakan penting untuk melibatkan Amerika dalam perang di Eropa. Saat mendapati sebuah berita propaganda tiga halaman dalam surat kabar The New York Times berjudul “Laporan Komite Bryce Tentang Pembantaian Secara Sengaja Terhadap Warga Sipil Belgia”  
5), para pembacanya menganggap bahwa itu adalah berita betulan. Ternyata mereka tertipu mentah-mentah. Itu hanyalah propaganda Inggris dan palsu belaka! Tema seperti ini masih menjadi ‘favorit’ dan berlanjut sampai dengan tahun 1991 ketika Koran yang sama (The New York Times) mengulangi kisah propaganda tentang prajurit-prajurit Irak yang secara sadis mengeluarkan bayi-bayi dari inkubatornya di Kuwait 
 6). Foto bocah kecil yang terkenal, yang mungkin didapatkan di semua buku yang membahas Perang Dunia II secara umum dan Holocaust secara khusus, sebenarnya adalah sebuah foto propaganda dalam kategori ini.
2)Mereka Mustahil Menggandakannya Seperti Itu
Hasil kerja yang serampangan telah disebutkan di pendahuluan, dan sekarang kita akan melihat contohnya. Untuk percaya bahwa foto yang terkenal tersebut berasal dari Jenderal Stroop dan staffnya, maka anda juga harus percaya kalau mereka menduplikasikan fotonya seperti ini: dengan memotret fotonya dan kemudian menjadikan hasilnya sebagai duplikat! Setiap fotografer profesional mengetahui dengan jelas bahwa bila anda melakukan hal tersebut, maka kualitas akan menjadi masalah. Tak hanya itu, proporsi pun akan sedikit berubah, yang tergantung dari seberapa dekat jarak antara lensa kamera dengan foto yang menjadi obyeknya. Muncul satu pertanyaan: mengapa sih repot-repot mengambil sebuah foto dari foto lainnya hanya demi mendapatkan negatif film dan mencetak foto tersebut? Padahal jelas-jelas ada cara yang lebih “masuk akal”: cetak dua foto dari negatif aslinya (itu lah yang pasti dilakukan oleh staff Jenderal Stroop kalau memang mereka yang melakukannya). Tapi tak hanya itu, bahkan Gerakan Bawah Tanah Yahudi Warsawa juga menggandakan caption (tulisan) dengan memfotonya pula!

(Diambil dari buku “Child At Gunpoint” halaman 52 dan 53 karya Richard Raskin. Komentar tambahan ditulis dengan warna kuning)

(Perbandingan detail: gambar di kanan lebih butek karena ia merupakan foto yang diambil dari foto)
Cerita standarnya adalah bahwa Stroop telah disarankan oleh staffnya untuk membuat sebuah album peringatan untuk dipersembahkan kepada Heinrich Himmler, dan 4 buah kopi dari album tersebut dibuat secara bersamaan. Selain kopi untuk Heinrich Himmler, tersedia juga satu untuk atasan langsung Stroop, Friedrich Krüger, dan satu lagi untuk Stroop sendiri (Richard Raskin percaya bahwa setidaknya ada satu lagi kopi untuk keperluan dokumentasi). Foto-foto tersebut tentunya datang dari unit militer yang dikomandani oleh Stroop, yang terdiri dari foto-foto propaganda yang dibuat oleh koresponden perang. Tentunya pula 50 foto yang berada dalam album tidaklah dimasukkan secara sembarangan tapi merupakan hasil pilihan Stroop pribadi, dan kemudian dia akan memerintahkan staffnya untuk membuat 4 buah cetakan dari negatifnya. Satu prosedur baku.
Tapi yang terjadi tidak seperti itu sodara-sodara. Terdapat dua buah kopi dari Laporan Stroop yang masih bertahan sampai saat ini (meskipun bila kita berpatokan pada cerita standar sebelumnya, harusnya logika berkata bahwa kedua kopi tersebut telah lenyap dari peredaran sewaktu zaman perang!). Satu kopi berada di Warsawa, sementara kopi lainnya di United States National Archives and Records Administration (NARA). Maka disini kita punya dua buah sumber asli untuk foto bocah yang terkenal. SEMUA foto bocah tersebut bersumber dari sana. Laporan Stroop NARA merupakan sebuah “foto dari foto”. Perhatikan gambar di bawah, dengan komentar berwarna biru:

Richard Raskin lah yang menemukan hal ini. Dia menulis “Caption 'Mit Gewalt aus Bunkern hervorgeholt' (‘Dipaksa Keluar Dari Bunker Dengan Kekerasan’) telah ditulis dengan tangan tepat di atas sebuah kertas Bristol di bawah foto.” (halaman 52)
Berkaitan dengan foto lainnya, Raskin menambahkan “Caption tersebut… telah direproduksi secara fotografi bersama dengan fotonya; dengan kata lain, foto dan caption dari halaman Warsawa telah difoto dan kemudian direproduksi menggunakan sebuah kertas foto yang ditambahkan ke halaman-halaman laporan yang sama yang kini disimpan di arsip NARA. Dalam proses tersebut, bagian ujung atas, kanan dan kiri dari foto Warsawa sedikit terpotong.” (halaman 53)
Masih mudeng? Sederhananya begini: Stroop seharusnya tinggal memerintahkan staffnya untuk mencetak kopi dari hasil negatif, dan kemudian memanggil kaligrafer untuk menulis caption di bagian bawah setiap foto. Tapi tindakan menduplikasi sebuah foto (juga captionnya) dengan memfotonya dan kemudian memasangnya secara serampangan hanya membuktikan bahwa pihak yang melakukannya tentulah mempunyai sumber dan kemampuan yang terbatas; skenario paling mungkin adalah bahwa Gerakan Bawah Tanah Yahudi Warsawa-lah sebagai pihak yang berada di belakangnya, yang bekerja secara sembunyi-sembunyi dan hanya mempunyai satu buah cetakan tanpa negatif aslinya. Tapi kemudian timbul pertanyaan: mengapa pula mereka harus repot-repot memfoto captionnya kalau memang mereka yang menulis caption aslinya? Teori untuk masalah ini akan dijelaskan kemudian.
------------------------------------------------------------------------------------------
3)Captionnya Tidak Pas Dengan Foto
Kebanyakan foto dalam Laporan Stroop mempunyai tambahan caption tulisan tangan di bawahnya. Foto bocah kecil yang terkenal ini pun juga sama, dan captionnya berbunyi “Dipaksa Keluar Dari Bunker Dengan Kekerasan”. Masalahnya, si anak berpakaian terlalu ‘berlebihan’ untuk kondisi seperti itu.


Richard Raskin menulis dalam bukunya A Child At Gunpoint:
“Tak ada tanda dalam bentuk apa pun – seperti baju yang kusut atau penuh dengan debu – yang mengindikasikan bahwa orang-orang dalam foto bocah dengan tangan terangkat telah ‘dipaksa dengan kekerasan’ dari sesuatu yang mungkin bisa dikatakan sebagai sebuah ‘bunker’.” (halaman 17)Atau lihatlah wanita di sebelah bocah tersebut: Dia dipaksa keluar dari bunker dengan kekerasan, tapi masih sempat-sempatnya membawa dompet besar di sikunya dan sebuah kantong di sekitar jari-jari tangan kanannya!

Tak kurang anehnya adalah bahwa banyak wajah-wajah ‘tawanan’ dalam foto ini yang tidak tampak kelihatan takut sama sekali. Ketika foto ini mulai dikutip di buku-buku dan media seluruh dunia, captionnya jarang disertakan dengan alasan sederhana: nggak nyambung dengan fotonya! Tapi sebagai sebuah propaganda hitam, keberadaan caption tersebut dapat dimengerti. Tujuannya adalah untuk membuat keadaan dalam foto tersebut seburuk mungkin. Masalah kenapa orang-orang di foto ini berpakaian yang ‘layak’ dan membawa tas akan dijelaskan kemudian.
------------------------------------------------------------------------------------------
4)Ini Merupakan Bagian Dari Pemalsuan Yang Lebih Besar
Saya ingatkan kepada anda sekali lagi bahwa foto bocah Yahudi yang terkenal ini pertama muncul dalam sebuah propaganda hitam yang dinamakan sebagai Laporan Stroop. Disini beberapa contoh yang menunjukkan bahwa yang dinamakan sebagai Laporan Stroop itu sendiri adalah palsu belaka:
Tulisan dalam laporan tersebut menyebutkan bahwa tempat persembunyian Yahudi berukuran besar dan mampu menampung sampai 60 orang, 100 orang, bahkan 274 orang; klaim ini terasa wadon bae ble’e-ble’e ketika melihat foto dalam Laporan Stroop yang memperlihatkan bahwa ukuran tempat persembunyian/bunker yang sebenarnya adalah jauh lebih kecil, dan paling-paling hanya bisa menampung maksimum sampai 3 orang saja, yang merupakan refleksi dari situasi yang sebenarnya dari sebuah pemberontakan kecil.

Bukankah seharusnya Stroop memasang foto bunker raksasa yang bisa menampung sampai 274 orang, dan bukannya ecek-ecek seperti di atas?
Petunjuk pemalsuan lainnya ditemukan dalam tulisan lain dari Laporan Stroop: terdapat suatu bagian dimana Stroop tampaknya mengagumi ‘perempuan-perempuan muda pionir Israel’ dan berkomentar, “tak jarang kita melihat wanita-wanita ini menembakkan pistol dengan kedua tangan mereka.” Ini kelihatannya seperti Gerakan Bawah Tanah Yahudi yang ingin membuat mereka terlihat keren, dan bukannya perasaan kagum dari Stroop! Menembakkan pistol dengan kedua tangan hanya muncul di film-film belaka (dan dipopulerkan oleh sineas Hongkong John Woo), dan merupakan suatu tindakan yang akan dianggap bodoh apabila dilakukan dalam pertempuran yang sebenarnya!
Dan kemudian terdapat “adegan eksyen” dimana diceritakan seorang prajurit Jerman terbunuh ketika peluru menerpa tepat pada granatnya saat masih dalam genggaman. Hmmm…. Adegan lain yang hanya kita temukan di film dan sulit ditemukan dalam kejadian yang sebenarnya!
Juga terdapat foto palsu lainnya dalam Laporan Stroop. Dalam versi Warsawa dari Laporan tersebut, terdapat foto seseorang yang terjatuh dari ketinggian. Kalau kita perhatikan lebih teliti, bentuk “orang malang” tersebut lebih mirip boneka daripada manusia, yang dijatuhkan dari sebuah bangunan yang terbakar. Tapi dalam versi NARA pemalsu Laporan Stroop menyertakan pula sebuah foto terpisah dari bangunan yang sama yang tak memperlihatkan tanda-tanda terbakar, di luar dari asap yang menjadi background foto pertama.

Panah ungu menunjukkan orang yang terjatuh dari bangunan. Latar belakang putih di belakangnya adalah kupasan lapisan plester cat dari bangunan tersebut.

Bangunan yang sama (bandingkan kupasan plesternya!). Si pemalsu tak memasukkan foto ini ke dalam Laporan Stroop yang disimpan di Warsawa, tapi dalam Laporan Stroop punya NARA dia ada. Foto ini memperlihatkan dengan jelas bahwa si bangunan tak terlihat terbakar dengan hebat, yang bisa membuat seseorang sampai begitu putus-asanya sehingga memutuskan untuk terjun ke bawah. Hanya satu jendela yang tampak mengepulkan asap, dan kemungkinan dia adalah asap buatan yang dipersiapkan untuk “adegan” orang terjatuh.
Di bawah adalah sebuah foto orang telanjang yang menderita scoliosis dengan caption propaganda hitam yang berbunyi “sampah umat manusia”. Hmm… harusnya Stroop tahu bahwa scoliosis juga menimpa orang-orang Jerman!

Dengan sebuah tulisan indah yang dibentuk dan berbunyi “sampah umat manusia”!
Dan kemudian ada foto lain yang memperlihatkan orang-orang Jerman sedang berpose secara terbuka dengan senjata artileri mereka di tengah-tengah jalanan kota (bukan suatu tindakan yang dianjurkan dalam sebuah peperangan kota!).

Foto-foto tambahan lain memperlihatkan bahwa orang-orang Jerman yang terlihat “bahagia” ini menembakkan senjata ke tembok yang berada di depan mereka, dan ke bangunan yang sudah jelas-jelas hancur!

Di atas kita bisa melihat foto dari Stroop dan pasukannya dengan caption “Pemimpin Operasi Besar”. Nggak terlalu berlebihan, Mas Boy? Dapatkan anda bayangkan seorang Patton atau Eisenhower menulis caption seperti itu untuk album yang mereka buat sendiri? Ini adalah suatu caption yang dibuat-buat, menggunakan tulisan gothik yang dibuat-buat, dan datangnya dari Gerakan Bawah Tanah Yahudi!
Ketika operasi sudah selesai, diceritakan bahwa hal terakhir yang mereka lakukan adalah “meresmikan” penutupannya dengan menghancurkan sebuah sinagog. Suatu tindakan yang begitu “tipikal penjahat” sehingga sulit untuk dipercaya! Pada kenyataannya, setelah tema propaganda “tentara melukai anak-anak”, maka propaganda besar kedua yang disodorkan oleh laporan palsu ini adalah “penghancuran dan pembakaran sinagog/gereja”.
------------------------------------------------------------------------------------------
5)Fotografer Aslinya Bernama George Kadish
Setiap orang yang meneliti sejarah Holocaust pasti tahu bahwa fotografer ghetto paling ternama dalam Perang Dunia II adalah George Kadish; dan buku Richard Raskin akan menerangkan kepada anda bahwa Kadish, di akhir-akhir hidupnya, secara misterius telah memiliki sebuah salinan dari foto terkenal bocah dengan tangan terangkat: sebuah pelat cetak kuno dari foto tersebut yang terbuat dari timah dan, dikatakan oleh Kadish, dia miliki tak lama setelah berakhirnya peperangan. Masalahnya adalah: foto itu baru tersiar luas ke publik pada pertengahan tahun 1950-an! Logika berkata bahwa dengan begitu berarti Kadish lah orang yang mengabadikan foto yang terkenal tersebut. Bagian ini akan memberikan bukti-bukti tidak langsung yang menunjukkan bahwa Kadish-lah sang fotografernya.

Perhatikan fotonya terbalik? Ini adalah pelat foto Kadish, seperti yang diterangkan dalam buku Raskin (halaman 177)

Foto dari George Kadish seperti yang dimuat dalam buku “Hidden History of the Kovno Ghetto” (halaman 55)
Buku Richard Raskin, A Child At Gunpoint, diakhiri dengan satu setengah halaman berjudul “Sebuah Catatan Akhir”. Ini adalah bagian penghabisannya yang menyebutkan tentang George Kadish:
“Pada bulan Oktober 2003, setelah penelitian untuk buku ini diselesaikan dan bagian di atas ditulis, aku mengetahui dari U.S. Holocaust Memorial Museum bahwa mereka mempunyai sebuah artefak yang berhubungan dengan tema bukuku dalam salah satu koleksi mereka: sebuah pelat timah yang digunakan untuk mencetak salinan dari foto bocah dengan tangan terangkat. Pelat tersebut merupakan salah satu dari 30 pelat lain, yang semuanya berisi penyiksaan Nazi terhadap Yahudi. Pelat foto ini telah ditemukan di sebuah toko yang menjual buku-buku bekas, kemungkinan di Münich, ‘di akhir perang’ oleh salah seorang yang selamat dari Kovno. Dia adalah seorang fotografer dan namanya adalah George Kadish (aslinya Tsvi Kadushin), yang pada tahun 1991 menghibahkan pelat tersebut pada museum ini melalui Raye Farr, yang saat itu menjabat sebagai direktur eksebisi permanen museum.
Bagaimana dan kapan sebuah salinan dari foto tersebut dibuat dan siapa yang membuat pelat timah di atas masih menjadi misteri, disebabkan karena hanya ada empat salinan foto itu yang diketahui telah dicetak dalam hubungannya dengan Laporan Stroop – sebuah dokumen yang dibagikan hanya untuk kalangan dalam elite SS! Yang sama membingungkannya adalah: untuk kepentingan apa pelat tersebut digunakan dan oleh siapa? Melalui jalur seperti apa dan orang-orang seperti apa foto tersebut sampai bisa tersebar melalui pelat foto, di tahun-tahun terakhir Perang Dunia II?
Catatan tentang ketidakpastian ini seakan merupakan sebuah jalan yang pas untuk menyimpulkan penelitian yang saat ini sedang dilakukan, dalam usaha untuk memberi tekanan pada tema kita yaitu: meskipun penelitian yang seksama telah dilakukan selama bertahun-tahun demi mengungkap tabir di balik salah satu foto yang paling misterius ini, tapi pertanyaan-pertanyaan baru akan tetap bermunculan sepanjang waktu.” (halaman 178)
Cuplikan di atas menjadi penutup buku Raskin, dan member kejelasan kepada kita akan klaim Kadish yang mengaku telah “menemukan” pelat tersebut di sebuah toko buku bekas tak lama setelah perang usai. Tapi itu adalah sebuah alasan yang luar biasa payah dari seorang yang dianggap sebagai fotografer spesialis ghetto terbesar seperti Kadish! Sekarang saya minta anda membandingkan mana yang lebih masuk akal:
A) Fotografer ghetto paling terkenal mempunyai sebuah foto ghetto yang “memperlihatkan image penyiksaan Nazi terhadap Yahudi” (yang termasuk di antaranya adalah foto bocah dengan tangan terangkat) karena dialah yang mengambil foto-foto tersebut.
B) Fotografer ghetto paling terkenal menyempatkan diri untuk mencari-cari dengan teliti di sebuah toko buku bekas tidak terkenal di Münich dan secara luar biasa menemukan foto-foto ghetto yang dibuat fotografer lain, yang nantinya akan menjadi foto paling dikenal dari Holocaust.
Tentunya Kadish tidak akan berkata bahwa dialah sebenarnya yang mengambil foto itu karena hal itu sama saja dengan mengacaukan keabsahan Laporan Stroop yang diklaim sebelumnya (kemungkinan memang Kadish sebenarnya begitu ingin mengatakan bahwa dialah sang fotografer dan mengklaim ketenaran bersama dengan meluasnya berita tentang foto tersebut!). tapi hal itu tidak menghalangi dia, hanya beberapa tahun sebelum kematiannya tahun 1990-an, untuk membuat sebuah alasan ala sinetron yang menerangkan mengapa dia mempunyai sebuah pelat timah yang berisikan cetakan foto bocah dengan tangan terangkat.
Raskin menulis,
“Pelat tersebut merupakan salah satu dari 30 pelat lain, yang semuanya berisi penyiksaan Nazi terhadap Yahudi”
Alasan dari foto bocah yang terkenal tersebut berada dalam kumpulan pelat yang memperlihatkan penyiksaan Nazi terhadap Yahudi adalah karena foto itu dimaksudkan untuk MENUNJUKKAN kepada dunia tentang penyiksaan Nazi terhadap Yahudi.
Dan pertanyaan misterius yang dikemukakan oleh Raskin sebenarnya bisa terjawab. Raskin bertanya:
“Bagaimana dan kapan sebuah salinan dari foto tersebut dibuat dan siapa yang membuat pelat timah di atas masih menjadi misteri, disebabkan karena hanya ada empat salinan foto itu yang diketahui telah dicetak dalam hubungannya dengan Laporan Stroop – sebuah dokumen yang dibagikan hanya untuk kalangan dalam elite SS!”
JAWABAN: Kadish mengambil foto tersebut dan ikut terlibat dalam pemasangannya ke pelat timah. Rencananya foto ini akan diproduksi massal untuk kepentingan propaganda anti-Nazi dari Gerakan Bawah Tanah Yahudi. Tapi ketika otoritas tertinggi Bawah Tanah Yahudi memutuskan untuk menggunakannya dalam Laporan Stroop, maka otomatis foto tersebut tidak jadi dicetak secara besar-besaran, dan Kadish juga tidak bisa lagi mengklaimnya sebagai foto buatan sendiri, bahkan di periode setelah perang!
Kemungkinan lain untuk menjelaskan kumpulan cetakan pelat timah, adalah karena rencana pencetakan foto-foto dibatalkan karena pasukan Uni Soviet keburu datang ke Lithuania (tempat dimana Kadish tinggal) sehingga operasi-operasi bawah tanah melawan Nazi tidak lagi diperlukan.
Satu alasan kenapa Raskin mempertanyakan klaim Kadish tentang penemuan foto tersebut di sebuah toko buku bekas di Münich di akhir perang, adalah karena foto bocah dengan tangan terangkat tidak diketahui oleh masyarakat umum sampai sutradara film Prancis Alain Resnais memasangnya dalam filmnya yang berjudul “Nuit Et Brouillard” tahun 1956. Dari sanalah foto itu mulai menyebar dan dikenal luas.
Tapi ada satu bukti lagi yang menghubungkan Kadish dengan foto terkenal tersebut: di bawah adalah foto dengan tema serupa, dan dia diambil di ghetto Kovno (bukan ghetto Warsawa). Foto ini secara resmi diakui sebagai buatan Kadish. Bisakah ini merupakan satu rangkaian dengan foto bocah dengan tangan terangkat dan salah satu dari upaya pertama Kadish untuk menyampaikan pesannya tentang penderitaan Yahudi di tangan Nazi?

Saya menduga bahwa tulisan di pintu itu adalah semacam kantor administrasi Nazi untuk urusan Yahudi.
Dalam foto di atas, lambang Bintang Daud terlihat besar bila dibandingkan dengan pakaian yang dikenakan oleh si bocah kecil. Setiap orang yang melihat foto ini pasti akan merasakan simpati yang mendalam terhadap si anak dan kebencian terhadap tentara pendudukan Nazi yang kejam dan tidak adil. Inilah pesan yang ingin disampaikan oleh Kadish melalui foto-fotonya! Dia tidak hanya memotret foto-foto keluarga “biasa”, tapi sebisa mungkin menyelipkan sesuatu di dalamnya (untuk ini saya angkat jempol buat dia!).
Siapakah George Kadish?
Ini adalah entri di Wikipedia yang menerangkan tentang Kadish. Kemungkinan bisa saja entri ini berubah atau bertambah:
“George Kadish, terlahir dengan nama Zvi (Hirsh) Kadushin (meninggal bulan September 1997), adalah fotografer Yahudi Lithuania yang mendokumentasikan kehidupan di ghetto Kovno selama berlangsungnya Holocaust, periode genosida Nazi Jerman terhadap Yahudi. Sebelum Perang Dunia II dia adalah seorang guru matematika, elektronika dan ilmu pengetahuan di sebuah SMA Yahudi di Kovno, Lithuania. Kadish mempunyai hobi sebagai fotografer. Dia mempunyai kemampuan untuk membuat sebuah kamera rumahan. Selama berlangsungnya pendudukan Nazi dan para kolaborator di Lithuania, dia berhasil mengabadikan secara sembunyi-sembunyi berbagai aspek kehidupan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi di dalam ghetto. Kadish membuat kamera khusus dimana dia dapat memotret melalui lubang kancing dari jaketnya atau melalui celah jendela. Dia mampu mengabadikan adegan-adegan “sensitif” yang bisa memantik kebencian terhadap pihak Nazi atau kolaborator, seperti foto orang-orang yang dikumpulkan untuk melakukan kerja paksa, pembakaran ghetto, dan pendeportasian. Foto-foto hasil karyanya dipamerkan pada tahun 2003 di Institut YIVO di New York.”
Dan ini adalah yang dikatakan oleh United States Holocaust Memorial Museum tentang Kadish:
“George Kadish (Hirsh Kadushin) mengajar ilmu pengetahuan di sebuah SMA Yahudi di Kovno sebelum perang. Kekerasan dan serangan pertama terhadap kaum Yahudi di bulan Juni dan Juli 1941 telah menggerakkan Kadish, yang juga merupakan seorang fotografer amatir yang rajin, untuk mendokumentasikan cobaan berat yang dialami komunitasnya. Dia secara rahasia telah memotret lebih dari 1.000 gambar kehidupan ghetto, dan kadang bahkan melakukannya dengan menggunakan sebuah kamera tersembunyi dan dia memencet tombol melalui lubang kancing dari jaketnya. Di sebuah departemen x-ray dari rumah sakit dimana dia ditugaskan untuk bekerja, dia melakukan barter untuk mendapatkan film dan mengembangkan negatifnya. Dia kemudian menyelundupkan hasil karyanya dengan menggunakan satu set tongkat penopang orang lumpuh. Pada akhir Maret 1944 Kadish diberitahu bahwa Gestapo, yang kini telah mengetahui “petualangannya” dengan kamera, sedang mencari-carinya. Kadish memutuskan untuk kabur dari ghetto dan bersembunyi. Dia memotret terbakarnya ghetto dari bagian luarnya. Setelah terusirnya Jerman, dia kembali ke wilayah ghetto, memotret sisa-sisanya, dan menggali kembali foto-foto dan negatif yang telah dia kuburkan di sebuah kaleng susu di dalam rumahnya. Kadish kemudian pindah ke Amerika Serikat dan tinggal disana sampai dengan saat kematiannya di bulan Agustus 1997.  
7)Sebelumnya anda telah mengetahui bagaimana Kadish secara misterius telah mempunyai sebuah pelat cetakan dari foto yang terkenal, dan anda pun telah diperlihatkan beberapa contoh hasil karya Kadish dengan tema serupa. Sekarang saya akan menyuguhkan sebuah contoh bagaimana orang ini memalsukan sebuah foto propaganda demi tujuan anti-Nazi: Di bawah adalah dua versi dari foto “Kata-kata ditulis di atas darah buatan”: 

Dan ini adalah foto “Tulisan darah” yang kedua:
8)Di atas kita bisa melihat dua versi berbeda dari kata-kata yang sama yang ditulis dengan menggunakan darah. Caption dari foto kedua menerangkan kepada kita bahwa itu adalah darah yang dituliskan di pintu apartemen seorang Yahudi yang dibunuh. Dengan kata lain: si korban menulis pesannya di pintu pada saat dia sekarat dan sebelum meninggal. Foto ini berasal dari sebuah buku yang dipublikasikan oleh US Holocaust Memorial Museum yang berjudul “The Hidden History of the Kovno Ghetto” (Rahasia Tersembunyi Ghetto Kovno).  
9) Foto pertama ditulis di atas lantai tapi sulit untuk memastikannya. Mungkin Kadish menganggap lebih mudah untuk memberi penjelasan untuk foto dengan tulisan darah di pintu seperti foto kedua. Cipratan darah di foto kedua juga membuatnya lebih meyakinkan dibandingkan dengan tulisan “rapi” seperti di foto pertama. Dan berkaitan dengan huruf tulisannya, dia juga mungkin lebih menganggapnya ‘masuk akal’ dengan hanya menulis “Pembalasan” di foto kedua daripada dengan menuliskan “Yahudi Balaslah” seperti di foto pertama (keduanya dengan menggunakan tulisan dan bahasa Ibrani). Foto pertama memperlihatkan percikan darah di bagian kiri, yang kemudian dihapus oleh Kadish dan menggantinya dengan genangan darah di foto kedua!
Dengan membandingkan kedua foto tersebut, mana yang menurut anda lebih masuk logika:
A) Kadish menemukan dua kejadian dimana orang yang berdarah memutuskan untuk menulis “pembalasan” dengan darahnya sendiri. Itu, atau orang yang sekarat menuliskan “pembalasan” dengan darah di salah satu bagian rumahnya dan kemudian menuliskannya lagi di tempat lain.
B) Kadish sedang mengerjakan sebuah foto propaganda, dan dia membuat beberapa versi dari foto “pembalasan ditulis dengan darah” untuk melihat mana yang lebih ‘menggetarkan’. Ketika para peneliti menemukan negatif-negatif hasil karyanya di kemudian waktu, mereka memilih versi-versi yang berbeda untuk publikasi yang berbeda.
Untuk lebih memahami seperti apa seorang Kadish itu, buku “The Hidden History of the Kovno Ghetto” menerangkan kepada kita bahwa dia dari sejak mudanya telah “bergabung dengan gerakan Zionis sayap kanan bernama Betar” (halaman 55). Apakah mungkin Betar telah mengirimkannya dari ghetto Kovno ke ghetto yang lebih besar dan lebih penting seperti ghetto Warsawa untuk melanjutkan kegiatan propagandanya? Dari buku-buku sejarah dan internet kita bisa mengetahui bahwa ghetto Kovno tidak ditutup sampai dengan hari terakhir peperangan. Ghetto Kovno serupa dengan ghetto Warsawa dalam hal kaum Yahudi dipaksa untuk hidup disana. Tapi ghetto Kovno berbeda dengan ghetto Warsawa karena para Yahudinya bekerja sebagai grup-grup buruh di sekitar kota Kovno.
10) Terdapat adanya kelemahan (apakah disengaja?) dalam hal pengawasan sehingga para Yahudi, saat mereka berada di luar lingkungan ghetto-nya, bisa mencopot lambang Bintang Daud mereka dan bahkan melakukan perdagangan dengan penduduk kota lainnya!  
11)Tanda-tanda lain dari kurangnya pengawasan di ghetto Kovno: Administrasi Yahudi di dalam ghetto-lah yang mencatat siapa yang tidak balik lagi ke ghetto setelah bekerja di luar, dan bukan pihak Jerman seperti di ghetto lainnya!  
12) Dalam buku “The Hidden History of the Kovno Ghetto” diceritakan bahwa orang-orang Yahudi di dalam ghetto menjadi partisan dan kemudian menjadi pasukan perlawanan setelah keluar. Di lain pihak kaum partisan Soviet (seperti Gessia Glezer) dapat masuk ke ghetto Kovno dan bahkan melakukan perundingan dengan gerakan bawah tanah disana. Karena itu sangat mungkin Kadish meninggalkan ghetto-nya dan kemudian melanjutkan kegiatan memotretnya di Warsawa.
Sebagai kesimpulannya, terdapat tiga bukti tidak langsung yang menunjukkan bahwa Kadish adalah orang yang memotret foto bocah dengan tangan terangkat:
A) Kadish telah mempunyai cetakan pelat timah dari foto ini di masa saat orang lain bahkan tidak mengetahui keberadaan foto tersebut.
B) Kadish mengambil foto-foto dengan tema serupa dengan foto bocah dengan tangan terangkat, dengan tujuan untuk menimbulkan simpati terhadap kaumnya dan mengobarkan kebencian terhadap Nazi.
C) Kadish adalah seorang fotografer propaganda anti-Nazi, seperti yang terlihat dalam foto tulisan darah buatannya.
------------------------------------------------------------------------------------------
6)Si Bocah Kemungkinan Adalah Tsvi Nussbaum
Bagian ini adalah tentang alasan-alasan njelimet yang menjelaskan mengapa si bocah kemungkinan adalah Tsvi Nussbaum. Anda telah disuguhi 5 topik yang menunjukkan bahwa foto bocah dengan tangan terangkat adalah sebuah propaganda hitam. Topik kali ini tidaklah secara serta merta mengungkapkan dengan pasti identitas bocah tersebut, tapi dengan kemungkinan Nussbaum sebagai si bocah telah makin menguatkan skenario bagaimana foto tersebut diambil dan kemudian berakhir sebagai propaganda hitam: Nussbaum berpikir bahwa kemungkinan itu adalah foto dia di depan sebuah hotel. Apakah dia memang keluar dari hotel dan kemudian George Kadish, yang sedang mencari-cari bahan untuk foto anti-Jerman, mengambil fotonya? Apakah lalu Gerakan Bawah Tanah Yahudi menggunakan foto ini dan memasukkannya ke dalam apa yang dinamakan sebagai Laporan Stroop, sehingga seakan-akan tampak bahwa si bocah akan dibawa ke ruangan gas? Terdapat bukti-bukti yang mendukung pernyataan ini, juga yang menolaknya. Tidak cukup hanya itu, terdapat juga keraguan akan adanya pihak yang berbohong, termasuk Nussbaum sendiri.


Ketika pengakuan Nussbaum keluar dalam artikel New York Times tahun 1982, ternyata ceritanya tidak diterima oleh semua sebagai sebuah akhir yang bahagia dari insiden tragis seperti yang Nussbaum mungkin perkirakan sebelumnya. Yang ada adalah, dia mendapat kritikan tajam dari beberapa sumber Yahudi. Reporter NYT menulis, “tapi beberapa individu, yang yakin bahwa kekuatan simbolis dari foto tersebut telah hilang (sementara bocah yang menjadi pusat foto kini selamat), menolak untuk mempertimbangkan adanya pengakuan Nussbaum sama sekali”. Reporter yang sama kemudian mengutip tanggapan sedih Nussbaum: “Aku tidak pernah mengira bahwa semua orang seakan-akan menaruh seluruh beban 6 juta Yahudi dalam sebuah foto ini. Bagiku itu adalah sebuah ‘kecelakaan’ dimana aku terlibat di dalamnya. Itu saja dan tidak ada yang lainnya.”
Bagi beberapa orang, Nussbaum seakan-akan muncul sebagai seorang penyangkal Holocaust hanya karena alasan sederhana: Dia membuat berantakan, apakah dia sadar atau tidak, respon naratif yang diharapkan dari foto tersebut oleh orang-orang yang mempublikasikannya. Padahal itu bukanlah tujuan yang ingin dicapai oleh Nussbaum. Delapan tahun kemudian (1990), ketika sebuah video keluar tentang kisah hidup Nussbaum, dia mungkin telah “merancang” cara untuk menyelesaikan masalah ini: dengan tetap mengaku bahwa dialah bocah dalam foto tersebut, sementara di lain pihak telah membekali diri dengan segudang cerita pribadi tentang kebrutalan Nazi. Beberapa cerita yang kemudian muncul dari mulutnya: ibu yang ditembak kepalanya dari belakang oleh Gestapo; tentara-tentara Jerman yang berdiskusi apakah Nussbaum juga harus dibunuh atau tidak; diangkut secara rahasia ke Warsawa oleh seorang wanita pirang yang kelihatannya non-Yahudi, dan cerita-cerita fantastis lainnya.
Sumber terbaik untuk informasi tentang Tsvi Nussbaum adalah video “Tsvi Nussbaum. A Boy From Warsaw” yang diproduksi dan ditulis oleh Matti-Juhani Karila untuk MTV Finlandia tahun 1990. Film ini disutradarai oleh Ilkka Ahopalo dan didistribusikan oleh Ergo Media tahun 1992. Dari sini kita hanya akan menyebutnya sebagai “Video MTV Finlandia” saja. Video ini dan artikel New York Times tahun 1982 adalah sumber dari informasi yang kita dapatkan tentang Nussbaum.
Siapakah Tsvi Nussbaum?
Pada tahun 1990 dia berpraktek sebagai dokter spesialis THT (Telinga Hidung Tenggorokan) di pinggiran New York City. Orangtuanya adalah imigran Yahudi dari Polandia yang pindah ke Palestina pada tahun 1930-an, dan Tsvi Nussbaum lahir di Palestina tahun 1935. Orangtuanya lalu memutuskan untuk balik lagi ke Polandia tahun 1939, beberapa saat sebelum Jerman menyerbu Negara tersebut. Karena lahir di Palestina, Nussbaum mempunyai sesuatu yang tidak biasa di Polandia: sebuah paspor Palestina (yang nantinya berperan penting dalam kisah ini). Setelah perang usai, Nussbaum pindah ke Israel kembali, dan di masa remajanya loncat ke Amerika Serikat dimana dia tinggal sampai tua.
Seperti apa ceritanya?
Ketika Nussbaum tinggal di New York sebagai seorang dokter, kadang-kadang dia membaca atau melihat foto bocah dengan tangan terangkat yang terkenal, dan itu mengingatkannya pada salah satu hari di kehidupannya. Hari itu adalah saat dia berada di Hotel Polski di Warsawa. Jerman telah memutuskan bahwa siapapun Yahudi yang mempunyai paspor luar negeri maka dia diizinkan untuk meninggalkan Polandia, dan lokasi pemberangkatannya adalah di Hotel Polski (yang bukan berada di dalam ghetto. Ghetto Warsawa sendiri pada saat kebijakan ini dikeluarkan sudah dibersihkan). Nussbaum sendiri, bersama dengan bibi dan pamannya, mempunyai paspor luar negeri. Jadinya, seperti yang diingat oleh dia, foto itu diambil saat dia dan yang lainnya keluar dari hotel menuju ke truk yang akan membawa mereka ke stasiun kereta api. Dia masih ingat menaruh tangannya di atas pada hari itu. Tapi bukannya dibawa ke luar Polandia seperti yang dijanjikan, mereka malah dibawa ke kamp Bergen Belsen dimana kemudian mereka diperlakukan secara lebih baik dibandingkan dengan penghuni lainnya, karena mereka termasuk ke dalam kategori “Yahudi Palestina”. Mendekati akhir peperangan, mereka dimasukkan ke kereta dan dibawa keluar kamp, hanya beberapa saat sebelum infrastruktur kamp berantakan dan menjadi sebuah mimpi buruk karena menyebarnya penyakit dan kelaparan. Perlakuan yang lebih baik untuk para “Yahudi Palestina” di Belsen adalah salah satu alasan mengapa Nussbaum bisa selamat. 
14)Sekarang kita akan melihat 4 bukti tidak langsung yang mendukung cerita yang dipaparkan oleh Nussbaum, diikuti oleh 3 aspek yang menolaknya. Untuk memudahkannya maka mereka dinamakan sebagai yang “pro” dan “kontra”.
Yang termasuk ke dalam kategori “pro” adalah:
Pro 1: Dia kelihatan sangat mirip dengan bocah di foto terkenal.
Pro 2: Kisahnya pas dengan kenyataan bagaimana orang-orang di foto ini berpakaian.
Pro 3: Ruang masuk di latar belakang di foto sedikit mirip dengan ruang masuk hotel.
Pro 4: Bila dia berbohong, ngapain juga harus mengarang-ngarang kisah hotel yang aneh?
Yang “kontra” adalah:
Kontra 1: Hubungan antara Nussbaum dengan Marc Berkowitz.
Kontra 2: Kebohongan yang keluar dari mulut Nussbaum sendiri.
Kontra 3: Perbandingan kuping telinga.
Pro 1: Dia kelihatan sangat mirip dengan bocah di foto terkenal.
Dr. Tsvi Nussbaum dalam video “Tsvi Nussbaum A Boy From Warsaw”

Adegan dalam “Tsvi Nussbaum A Boy From Warsaw” yang dirangkum dalam collage (kumpulan foto dan gambar) yang dipasang di dinding ruang tunggu kantor praktek dokter Nussbaum

Perbandingan foto di video. Di sebelah kanan adalah foto dari paspor yang dibuat beberapa tahun kemudian
Pro 2: Kisahnya pas dengan kenyataan bagaimana orang-orang di foto ini berpakaian.
Kisahnya jauh lebih meyakinkan dibandingkan dengan caption foto. Caption dalam foto berbunyi “Dipaksa Keluar Dari Bunker Dengan Kekerasan”. Kebanyakan orang dalam foto tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda takut sama sekali, dan mereka pun berpakaian rapi seperti telah menyiapkan diri untuk bepergian. Pakaian mereka tidak terlihat kusut dan rambut mereka pun tidak acak-acakan seperti “semestinya” orang yan baru saja keluar dari bunker. Semua ini pas dengan keterangan Nussbaum bahwa mereka sedang meninggalkan Hotel Polski.
Pro 3: Ruang masuk di latar belakang di foto sedikit mirip dengan ruang masuk hotel.
Richard Raskin menunjukkan bukti yang menunjukkan bukti yang mendukung pernyataan Nussbaum: Bagian depan Hotel Polski sangat mirip dengan latar belakang dalam foto bocah yang terkenal.

Sulit untuk membayangkan bahwa seorang dokter spesialis THT dari New York City dapat “menarik keluar” kesamaan latar belakang ini bila dia hanya sekedar mengarang-ngarang cerita, terutama karena kebanyakan hotel TIDAK MEMPUNYAI bagian depan seperti halnya Hotel Polski! Jalan masuk hotel tersebut berada di depan sebuah halaman yang dikelilingi tembok. Richard Raskin, yang mempertimbangkan bukti-bukti pendukung Nussbaum sebagai si bocah, menulis:
“Satu faktor tambahan yang dapat diperhitungkan pada bagian lain dari lembar keseimbangan ini, berkaitan dengan lokasi di Jalan Dluga 29. Aku telah mengunjungi alamat tersebut, dan tak ada lagi Hotel Polski yang berdiri disana. Meskipun telah banyak pembangunan ulang dan renovasi yang terjadi dalam 60 tahun ke belakang, aku menemukan dengan terkejut betapa bentuk fisik dari gerbang masuk disana tetap begitu serupanya dengan latar belakang foto bocah dari tahun 1943!” (halaman 91)
Pro 4: Bila dia berbohong, ngapain juga harus mengarang-ngarang kisah hotel yang aneh?
Bila Nussbaum berbohong dan sekedar menginginkan ketenaran, kenapa pula dia tidak cukup dengan mengatakan bahwa dia berada di bunker ghetto Warsawa dan bukannya di Hotel Polski? Wajahnya sudah mirip dengan bocah di foto, terus kenapa pula dia mengeluarkan sebuah cerita “aneh” yang berkaitan dengan sebuah hotel yang telah lama musnah, terutama bila kita melihat latar belakang di foto yang sama sekali tidak mirip dengan bentuk sebuah hotel sama sekali?
Satu yang pasti: Nussbaum mengatakan bahwa dia berada di depan sebuah hotel, sementara orang awam yang melihat foto bocah dengan tangan terangkat melihat latar belakang di foto tersebut lebih mirip dengan sebuah jalan dengan gerbang beratap melengkung. Tapi bukti kemudian menunjukkan bahwa bagian depan Hotel Polski ternyata berada di jalan bertembok yang gerbangnya mempunyai atap melengkung!
Kontra 1: Hubungan antara Nussbaum dengan Marc Berkowitz.
Dalam video MTV Finlandia keluaran tahun 1990, Nussbaum menjelaskan bagaimana dia meminta pertolongan kepada salah seorang pasien langganannnya untuk meneliti apakah benar dia yang berada dalam foto bocah yang terkenal. Pasiennya sendiri adalah orang yang selamat dari Holocaust dan merupakan mantan penghuni Auschwitz sehingga sudah tentu familiar dengan era pendudukan Jerman. Nussbaum mengingat percakapan antara dia dengan pasiennya tersebut:
“Suatu hari di rumah sakit Niac(?), dia sedang duduk disana dan aku berkata kepadanya, ‘Marc, dapatkah kau membantuku? Aku tidak punya banyak waktu. Dapatkah kau membawakan kepadaku foto bocah kecil ini?’ dan dia mulai bertanya kepadaku, ‘mengapa kau menginginkan foto tersebut?’ Aku mulai menceritakan seluruh kisahnya… dia pada ujungnya melakukan sebuah penelitian. Aku tidak tahu persis apa yang dilakukannya, hanya saja dia kemudian kembali dan mengatakan kepadaku, ‘bocah kecil ini adalah dirimu.”
“Marc” disebutkan dalam kutipan di atas, dan artikel New York Times tentang Nussbaum tertanggal 28 Mei 1982 mengungkapkan kepada kita bahwa Marc yang dimaksud adalah Marc Berkowitz. Bila dilakukan penelitian lebih lanjut akan arsip New York Times, maka kita akan menemukan bahwa si Marc ini juga punya cerita yang serupa seperti halnya Nussbaum. Dia juga mengatakan bahwa bocah dalam foto tersebut adalah dirinya – setelah melihat cuplikan sebuah film - dan beritanya dimuat di New York Times terbitan tahun 1961. Ini lah artikelnya:
TAWANAN NAZI MELIHAT DIRINYA SENDIRI DALAM SEBUAH FILM
Pada bulan Januari 1945, pasukan Rusia menyerbu kamp kematian Nazi di Auschwitz, Polandia. Seorang kameraman Soviet memfokuskan diri pada sesosok bocah kecil yang menatap kepada sang pembebasnya. Dia setengah kelaparan dan sedikit linglung.
Minggu kemarin, seorang salesman berusia 29 tahun dari Brooklyn bernama Marc Berkowitz datang untuk menonton film documenter “Mein Kampf”, yang menceritakan tentang kebangkitan dan jatuhnya Nazi Jerman. Ketika salah satu adegan memperlihatkan wajah-wajah diam anak-anak Auschwitz, dia bangkit dari tempat duduknya. “Itu aku. Demi Tuhan, itu aku!” dia berteriak sambil setengah menangis.
Mr. Berkowitz mengungkapkan sisa ceritanya kemarin. “Aku benar-benar terpaku,” katanya. “Aku tinggal untuk menonton film itu sekali lagi demi memastikannya. Lalu aku menelepon perusahaan film yang membuatnya. Mereka lalu menyatakan kesanggupan untuk memeriksa adegan yang dimaksud, membesarkan dan mencetaknya dalam sebuah figura. Kami lalu membandingkannya dengan sebuah foto dariku yang diambil sekitar sebulan setelah pembebasan dari Auschwitz. Ternyata keduanya mirip sekali.”
Setelah hamper tiga tahun menghabiskan waktu di kamp orang-orang terlantar, Mr. Berkowitz datang ke Amerika Serikat. Kini dia sudah menikah dan telah menjadi ayah dari dua orang anak.
NYT 5/12/1961
Tsvi Nussbaum kenal dengan Marc Berkowitz dan mempunyai kisah yang serupa yang juga masuk pemberitaan New York Times. Hal ini akan membuat orang berpikir, “ada apa nih?”
24 tahun setelah beritanya dimuat di New York Times, Berkowitz memulai kembali “ronde kedua” liputan oleh Koran terkenal tersebut. Dalam artikel terbitan bulan Januari 1985, dia mengatakan kepada reporter:
“Aku tak pernah, sekali lagi kukatakan, tak pernah memberitahukan banyak hal yang terjadi pada masa laluku kepada semua orang,” Mr. Berkowitz lalu menambahkan bahwa “kebisuan total, penghormatan total kepada orang lain – itulah sifatku.”
Perang Yom Kippur tahun 1973, bagaimanapun, telah membuat Mr. Berkowitz sadar bahwa “orang masih bisa menyakiti kita.” Ini lah yang membuatnya memutuskan untuk berbicara lebih lanjut. “Dan aku langsung terlibat di dalamnya tak lama setelah itu,” Katanya.
NYT 1/27/1985 seksi B1
Berita “pendahuluan” tentang Berkowitz telah muncul di New York Times tiga hari sebelumnya, dan berisi kisah pribadi yang salah satu di antaranya adalah pertemuannya dengan perwira SS terkenal Josef Mengele (yang dijuluki “dokter kematian”). Kisah ini lumayan konyol dan juga mengada-ada, silakan anda nilai sendiri:
Suatu hari, ingatnya, dia berada di kebun kamp sambil memetik kecambah untuk makan malam Dr. Mengele ketika dia memperhatikan bahwa ada sekelompok wanita sedang berjalan melintasi debu, dibariskan menuju kamar gas. Di antara mereka, dia melihat, adalah ibunya sendiri. “Dr. Mengele melihat hal ini dan memberikan secarik kertas bertulikan pesan untuk kubawa sehingga aku dapat mengikuti ibuku ke kamar gas.”
NYT 1/24/1985
Jadi Berkowitz sedang memetik kecambah di kebun untuk Dr. mengele, dan Mengele memperhatikan dia saat sedang melakukan pekerjaannya. Lalu Marc Berkowitz melihat ibunya melintas bersama wanita-wanita lainnya, dan sedang menuju ke kamar gas. Dan Mengele melihat saat Berkowitz memandang ibunya. Mengele lalu memberikan kepada Berkowitz sebuah catatan pesan untuk disampaikan, yang berfungsi sebagai “izin keliling kamp” sehingga Berkowitz dapat berjalan di sekitar Auschwitz sambil berpura-pura sebagai orang suruhan, padahal sebenarnya dia mengikuti ibunya ke kamar gas.
Kita juga bisa membaca bagaimana seorang buronan yang cerdik dan licin seperti Josef Mengele menyempatkan diri untuk menelepon Berkowitz 40 tahun kemudian:
“Pesannya sederhana dan sang penelepon selalu merupakan orang ketiga yang tak dikenal,” Mr. Berkowitz menjelaskan dari ruang tamu rumahnya yang sederhana dan terawat dengan baik di New City di Rockland County. “Hanya ‘salam’ saja, tapi aku tahu bahwa pesan itu datangnya dari dia karena si penelepon menggunakan nama panggilan rahasia yang hanya aku dan dia yang mengetahuinya.”
Mr. Berkowitz, yang matanya memandang kami bagaikan seorang penasihat, menarik nafas dengan lambat dan bersandar di kursi tangannya. “Aku tahu bahwa pesan itu datangnya dari Mengele,” katanya.
NYT 1/27/1985 seksi B1
OK, bolehlah kita mencoba untuk mempercayai apa yang dikatakannya mengenai adanya telepon dari Mengele. Hanya saja, satu masalah hadir: kemudian diketahui bahwa Mengele telah meninggal 6 tahun sebelumnya, tepatnya tanggal 7 Februari 1979, karena tenggelam atau mungkin serangan stroke saat sedang tenggelam di pantai Brazil!
Berkowitz cukup pintar untuk membuat dirinya lebih terkenal lagi di tahun 1980-an. Dia mengorganisasi 8 orang lainnya yang berhasil selamat dari Auschwitz untuk mengadakan kunjungan ke mantan kampnya tersebut, diikuti oleh tidak kurang dari 17 orang kameraman! Dalam sebuah artikel yang dimuat di halaman depan New York Times kita bisa membaca mengenai kunjungan ini:
Beberapa orang anggota grup ini, yang datang dari Amerika dan Israel, berbicara mengenai alasan-alasan mereka datang kembali ke Auschwitz. Marc Berkowitz, yang tinggal di Brooklyn dan untuk sementara waktu pernah menjalani peran sebagai pembawa pesan Dr. Mengele, berkata bahwa dia mengharap “untuk menemukan aku sebagai seorang anak kecil sebelum semua ini terjadi.”
Pada satu waktu dia bergegas menuju ke pagar kawat berduri. Dia memegangnya dan berkata: “lihat, tidak lagi kita terbunuh karena melakukan ini. Tak lagi anda bisa terbunuh disini atau melemparkan roti ke saudara perempuan anda di sisi lainnya.”
NYT 1/28/1985 seksi A1 dan berlanjut ke A4
Tampaknya Berkowitz adalah seorang manipulator media yang ulung, dan dia adalah orang yang justru diajak kerjasama oleh Tsvi Nussbaum untuk membantu menentukan identitas bocah di foto tersebut!
Kontra 2: Kebohongan yang keluar dari mulut Nussbaum sendiri
Pada video MTV Finlandia 1990, Nussbaum menjelaskan bagaimana kehidupannya saat masih sebagai bocah kecil di bagian pinggiran kota Sandomierz, Polandia. Ketika Jerman menguasai wilayah tersebut, salah seorang pejabatnya, “mungkin kepala Gestapo”, katanya, tinggal di lantai kedua dari bangunan yang sama! Jadi disini kita disuguhi cerita tentang sebuah bangunan dua lantai di pinggiran kota dan keluarga Nussbaum yang Yahudi tinggal di lantai pertama sementara pejabat Gestapo tinggal di lantai kedua. Disini pun ceritanya sulit untuk dipercaya, tapi masih ada yang lainnya. Nussbaum melanjutkan ocehannya:
“Ibuku adalah seorang perempuan yang sangat cerdas. Dia mampu berbicara bahasa Jerman dengan fasih dan dia tampaknya berusaha untuk mengeluarkan pamanku, saudara tirinya, dari kamp konsentrasi. Pada tanggal 2 Agustus ibuku memberanikan diri pergi ke lantai atas untuk berbicara dengan si Gestapo, dan ketika dia kembali menuruni tangga, dia ditembak dari belakang.”
Hmmm… yang saya tahu (dan mungkin anda juga tahu dari buku atau film), bahwa biasanya seorang pejabat militer atau polisi rahasia tentunya akan mencari tempat yang ‘pantas’ untuk ditinggali di wilayah pendudukan, semacam villa atau kastil, dan bukannya hidup secara sederhana di sebuah bangunan dua lantai yang lantai pertamanya ditinggali oleh keluarga Yahudi! Apalagi di daerah pinggiran yang biasanya hal sekecil apapun akan cepat tersebarnya!
Dan Nussbaum masih ingat kejadian-kejadian saat foto terkenal itu diambil. Dia ingat mengangkat tangannya. Dia juga ingat percakapan yang dia dengar secara sembunyi-sembunyi antara dua orang prajurit Jerman di depan Hotel Polski pada saat itu. Ketika Nussbaum berusaha dinaikkan ke truk bersama dengan bibi dan pamannya, tiba-tiba timbul masalah birokrasi. Nussbaum, yang saat itu berusia 8 tahun, mendengar dua orang tentara Jerman mendiskusikan tentang dirinya dan akhirnya mengizinkan dia untuk naik ke truk. Seorang tentara Jerman berkata kepada temannya:
“Memang apa bedanya? Kita tetap akan membunuhnya disana, daripada capek-capek membunuhnya disini.”
Sama dengan Berkowitz, hal-hal ini kelihatannya terlalu menonjolkan pribadi Nussbaum seorang. Bayangkanlah: Tentara-tentara yang mendiskusikan dirinya sementara Nussbaum berada di dekat mereka, dan berbicara mengenai membunuh dirinya? Dia menguping dengar? Bahasa Yahudinya dan bahasa Jerman mereka begitu serupa sehingga dia bisa mengerti apa yang mereka katakan? WTF!
Dalam video MTV Finlandia juga terdapat wawancara dimana Nussbaum menggambarkan karakteristik fisik seorang wanita penting yang jelas-jelas tidak sesuai dengan kenyataan. Wanita itu kemudian mendapat diwawancarai juga, dan dia pada girlirannya menggambarkan karakteristik fisik Nussbaum, yang juga 100% salah! Check this out:
Nussbaum mendeskripsikan Miriam Szydlowski, wanita yang secara rahasia memberangkatkan dirinya, sebagai seorang bocah, dari Sandomierz ke Warsawa di Polandia. Nussbaum mengatakan dalam video tersebut bahwa bibi dan pamannya:
“Menanyai seorang wanita PIRANG DAN TIDAK TAMPAK SEPERTI ORANG YAHUDI, untuk membawa kami dari Sandomierz ke Warsawa.”
Wanita itu kemudian nongol di video MTV Finlandia. Silakan Tanya diri anda sendiri apakah fisik wanita itu pas dengan penggambaran Nussbaum ‘pirang dan tidak tampak seperti orang Yahudi’:
Di atas, Nussbaum dan awak produksi video melakukan perjalanan ke Israel untuk mewawancarai Miriam Szydlowski. Tapi disini kita juga harus mempertimbangkan masa 40 tahun yang telah berlalu. Mungkin wanita ini sekarang telah mencat rambutnya menjadi hitam, atau sebaliknya, mencatnya menjadi pirang saat bertemu dengan Nussbaum kecil!

Di atas, Nussbaum di Israel sedang berbicara dengan Miriam Szydlowski.

Miriam Szydlowski kemudian menggambarkan Nussbaum secara tidak tepat: “Kamu adalah anak yang berkulit sangat hitam, hampir-hampir seperti negro” dan “Rambutmu hitam dan ikal”. Tapi harus diingat lagi, telah berlalu 40 tahun dan mungkin wanita ini telah kehilangan sebagian ingatan atau kesalahannya bisa dijadikan cerita lain yang terpisah!

Cuplikan dari video MTV Finlandia yang memperlihatkan hiasan dinding di kantor Nussbaum. Nussbaum telah menambahkan dua foto dirinya di bawah foto bocah dengan tangan terangkat. Rambutnya terlihat berwarna coklat dan jauh dari gambaran sebagai “ikal”. Kulitnya pun berwarna terang dan tidak “negro”.

Foto paspor Nussbaum dari tahun 1945 yang diperlihatkannya kepada Richard Raskin.  

16)Ini adalah apa yang dikatakan oleh Miriam Szydlowski tentang Nussbaum:
“Kamu lahir di Israel, dan datang ke Polandia bersama dengan orangtuamu sebelum perang pecah. Orang-orang Jerman menangkap ibu dan ayahmu tak lama setelah kedatanganmu. Kamu adalah satu-satunya yang selamat. Satu-satunya kerabatmu di Sandomierz adalah nenekmu. Dia lalu merawatmu. Nenekmu berdoa agar aku bisa membawamu ke bibi dan pamanmu yang berada di Warsawa. Nama bibimu adalah Hannah Nussbaum, dan (nama) suaminya adalah Shulim Nussbaum. Aku juga takut karena aku sendiri adalah seorang yahudi. Aku takut mereka menemukanmu. Kamu adalah anak yang berkulit sangat hitam, hampir-hampir seperti negro. Rambutmu hitam dan ikal. Aku begitu takut, tapi karena bibimu meminta dengan sangat, akhirnya aku setuju untuk membawamu.”
Kita bisa melihat satu lagi keanehan dari pengakuan Miriam Szydlowski: Dia tampaknya tak menyadari apa yang telah terjadi pada ibu Nussbaum. Sudah jelas dia dekat dengan keluarga Nussbaum, tapi mengapa dia tidak menyadari bahwa ibu Nussbaum telah ditembak dari belakang oleh anggota Gestapo yang tinggal di lantai kedua di atas mereka? Dalam bagian lain wawancaranya, Miriam Szydlowski mengatakan bahwa dia tinggal dengan Tsvi Nussbaum, bibi dan pamannya di sebuah ruangan kamar yang sempit di Warsawa untuk waktu yang lama. Dan di artikel sebelumnya kita juga bisa mengetahui bahwa Miriam kenal dengan nenek Nussbaum, yang telah mempercayainya untuk membawa si bocah kecil ke Warsawa. Tapi di artikel yang sama Miriam juga berkata tentang apa yang terjadi pada ibu Nussbaum: “Orang-orang Jerman menangkap ibu dan ayahmu tak lama setelah kedatanganmu. Kamu adalah satu-satunya yang selamat” Miriam Szydlowski tampaknya tidak menyadari bahwa Gestapo di lantai kedua telah menembak ibu Nussbaum dari belakang!
Masih banyak cuplikan-cuplikan lainnya di video MTV Finlandia yang juga patut dipertanyakan keabsahannya, tapi mari kita lanjutkan.
Kontra 3: Perbandingan cuping telinga
Hal terakhir dalam hal meragukan Nussbaum sebagai si bocah dalam foto adalah masalah cuping telinga. Richard Raskin dalam bukunya ‘A Child At Gunpoint’ mendeskripsikan bagaimana dia mengirimkan foto bocah dengan tangan terangkat, bersama dengan foto Nussbaum saat masih kecil, ke Dr. Karen Ramey Burns, seorang antropologis forensik di University of Georgia. Sang dokter setuju bahwa Nussbaum memang mirip sekali dengan bocah dalam foto yang terkenal itu, tapi kemudian menambahkan:
“Cuping telinga bocah dalam foto tahun 1943 sepertinya ditambahkan, sementara cuping telinga bocah dalam foto tahun 1945 (Nussbaum) tidaklah ditambahkan. Bentuk genetis seperti ini tidak akan berubah meskipun umur bertambah, sehingga perbedaan dalam hal ini mengindikasikan bahwa kedua foto tersebut tidaklah memajang bocah yang sama.” 

Cuplikan foto dari video MTV Finlandia
17)Tapi ada hal lain yang patut dipertimbangkan pula: tak ada negatif asli dari foto sehingga kita tak bisa membesarkannya dengan resolusi yang lebih baik. Selain itu, bila dilihat dari arah bayangan di bagian lain foto, kita tahu bahwa foto tersebut direkam di pagi hari saat matahari berada rendah di angkasa. Jadi, siapa yang tahu?
Kesimpulan Tsvi Nussbaum
Di luar dari semua kebohongan-kebohongan yang dikeluarkan oleh Tsvi Nussbaum, Miriam Szydlowski, dan Marc Berkowitz, kredibilitas bahwa Nussbaum adalah si bocah di foto yang terkenal lebih berat kepada kebenaran dibandingkan dengan ketidakbenarannya. Richard Raskin sendiri, dengan mempertimbangkan bukti-bukti dari semua sumber yang dia dapatkan, belum terlalu yakin harus mempercayai yang mana. Sang pengarang berpendapat bahwa Nussbaum mungkin adalah si bocah dalam foto karena 1) pengakuannya terlalu aneh untuk dianggap sebagai kebohongan 2) Cerita yang dikemukakannya lebih pas dengan foto tersebut daripada keterangan dalam Laporan Stroop 3) Nussbaum mengatakan bahwa foto itu diambil di depan sebuah hotel, padahal foto tersebut jelas-jelas tak tampak diambil di depan sebuah hotel. Tapi ketika kita melihat gambar depan Hotel Polski (yang kini sudah “almarhum”), terdapat kemiripan yang identik dengan foto tahun 1943. Dengan kata lain, latar belakang foto pas dengan salah satu elemen hotel tersebut, elemen yang tidak gampang dikemukakan begitu saja bila Nussbaum memang berbohong.
Belum lagi bila kita harus mempertimbangkan suatu hal: kalau memang Nussbaum ingin pengakuannya lebih diterima, kenapa sih dia tidak bilang saja bahwa “Saya pernah di Ghetto” dan bukannya mempersembahkan cerita hotel segala (yang ternyata berkesesuaian tapi malah menjadi masalah bagi “versi sejarah” sebelumnya!). Apa yang membuat kisah ini membingungkan dan kebenarannya diragukan adalah justru “bumbu-bumbu” tambahan yang dikemukakan oleh Nussbaum sendiri. Jeprutnya, hal ini sebenarnya bisa dijelaskan melalui kritik kepada Nussbaum yang berasal dari orang-orang berpengaruh saat pengakuannya menjadi mengemuka. New York Times memberitakan kepada kita bagaimana reaksi awal saat pengakuan Nussbaum keluar:
Dengan cepat, Israel Bond Organization mendaftarkan Dr. Nussbaum untuk berbicara di depan kelompok orang-orang yang selamat dari Holocaust di Winnipeg, Detroit, Miami dan Long Island. Selain itu, berita tambahan tentangnya juga dimuat di The Jewish Week, sebuah surat kabar yang berbasis di New York. The Jewish Week telah secara besar-besaran mendeklarasikan di halaman depannya sebuah kisah yang, bertentangan dengan keyakinan selama ini, mengungkapkan bahwa si bocah kecil “masih hidup dan sehat” dan bekerja keras untuk Israel, “rumah masa depannya”.
NYT 5/28/1982
Dengan kata lain, terdapat dukungan yang luar biasa saat pertama Nussbaum mempublikasikan pengakuannya. Tapi ketika kritik mulai berdatangan dari para ilmuwan Yahudi pakar Holocaust terkemuka (karena kalau dipikirkan lagi, pengakuan Nussbaum hampir-hampir merupakan sebuah aspek ‘penyangkalan’ atas Holocaust!), Nussbaum mulai menambahkan kebohongan untuk membuat ceritanya lebih ‘masuk’ ke klaim organisasi Holocaust. Hal ini bisa dilihat dari kisah tentang bagaimana ibunya ditembak dari belakang oleh Gestapo, atau diselundupkan ke Warsawa oleh seorang wanita pirang.
Harus diingat bahwa kebanyakan keterangan yang dikemukakan dalam artikel ini tidaklah tentang bagaimana foto tersebut datangnya bukan dari Stroop atau bagaimana Nussbaum adalah si bocah dalam foto. Intinya adalah, bagaimana sebuah propaganda hitam bekerja, dan bagaimana justru dari sana kita bisa mempercayai bahwa Nussbaum sebenarnya adalah si bocah dengan tangan terangkat. Ini semua di luar dari setelah dewasa dia kemudian menjadi seorang pembohong ulung!
------------------------------------------------------------------------------------------
6)Masalah Pemasangan Foto
Sekarang bayangkan kembali anda sedang membuat sebuah album foto. Anda menggunakan sebuah kertas tebal berkualitas bagus yang dinamakan “Bristol board” yang akan digunakan sebagai halaman album anda. Anda lalu memasangkan foto-foto tersebut ke dalam album Bristol board yang telah disediakan. Kertas ini berwarna putih, sedikit kasar kalau diraba, agak kaku dan keras, juga mempunyai ujung bersudut tajam. Setelah anda memasang foto tersebut, anda lalu menambahkan halaman dan akhirnya album foto pun selesai. Tapi kemudian, setelah pertimbangan tambahan, anda memutuskan untuk menambahkan beberapa foto lagi. Masalahnya adalah: anda kehabisan kertas album sebagus kertas yang pertama. Apa yang lalu anda lakukan? Anda cari kertas karton yang hampir mirip, memasangkan foto dan kemudian menambahkan halaman. Memang terlihat jelas perbedaan kedua jenis kertas ini, tapi bukan menjadi masalah besar.
Hal inilah yang dilakukan oleh pembuat Laporan Stroop saat memasangkan foto bocah kecil dalam arsip yang tersimpan di NARA!
Richard Raskin, dalam bukunya ‘A Child At Gunpoint’, memperlihatkan semua foto yang terdapat dalam Laporan Stroop, dengan disertai keterangan pendahuluan tentang jenis kertas yang digunakan dalam kedua salinan yang masih tersimpan saat ini:
Foto di arsip Warsawa menggunakan kertas Bristol board ukuran A4 seluruhnya dengan ujung-ujung kasar yang digunakan dalam bagian pendahuluan dan kata pengantar. Semua foto (kecuali hanya tiga buah) di arsip NARA menggunakan kertas Bristol board dengan ujung kasar. Pengecualiannya adalah foto nomor 14, 34 dan 39 di bawah, yang dipasangkan di kertas karton dengan ujung runcing. Hal ini patut menjadi perhatian karena foto pertama dari ketiga foto tersebut (nomor 14) adalah foto bocah dengan tangan terangkat.  
18)Dengan kata lain, foto bocah dengan tangan terangkat di salinan punya NARA adalah sebuah pengecualian (bersama dengan dua foto lainnya) yang dipasangkan di kertas karton putih. Hal ini menunjukkan bahwa foto bocah kecil tersebut dipasangkan di FASE AKHIR penyelesaian Laporan Stroop versi NARA.
Mungkin terdapat perbedaan waktu dalam pengerjaan kedua salinan tersebut. Raskin menjelaskan bagaimana di akhir-akhir peperangan pihak Inggris telah mendapatkan satu salinan (versi foto dari foto), sementara satu lagi didapat pihak Amerika.  
19) Bila organisasi bawah tanah Yahudi mengirimkan satu salinan ke Barat sebagai sebuah propaganda hitam dan kemudian menambahkan foto lagi, tentunya akan terdapat masalah. Penulisan adalah salah satu di antaranya. Kebanyakan foto di Laporan Stroop disertai dengan caption yang dibuat dengan gaya penulisan indah yang tidak biasa; seorang reporter New York Times menamakannya “ornate gothic script”.  
20) Raskin berkeras bahwa itu bukanlah tulisan langsung dari Stroop sendiri.  
21) Jenis tulisan tersebut mungkin dibuat supaya berkesesuaian dengan tema “peringatan” dari laporan tersebut. Tapi masalahnya adalah: bagaimana si pembuat tulisan membuat caption di kedua salinan tersebut kalau salah satunya sudah dikirimkan ke Barat? Solusinya: ambil foto captionnya!
Inilah skenario yang mungkin:
George Kadish mungkin telah melakukan perjalanan dari ghetto Kovno ke Warsawa bulan Juli 1943 dalam kapasitasnya sebagai fotografer propaganda untuk organisasi Zionis sayap kanan, Betar. Saat itu, ghetto Warsawa sudah tidak ada: kosong dan ditutup. Lalu Kadish luntang-lantung di Warsawa dan mencari-cari sebuah bahan untuk foto anti-Jermannya. Kesananya adalah sejarah: dia mengabadikan foto saat Tsvi Nussbaum keluar dari Hotel Polski, yang kemudian disalahgunakan oleh gerakan bawah tanah Yahudi sebagai foto ghetto.
Pengakuan Tsvi Nussbaum menjelaskan mengapa orang-orang dalam foto tersebut berpakaian rapi dan seperti hendak bepergian dengan tas dan dompet mereka, bukannya acak-acakan seperti baru ‘Dipaksa Keluar Dari Bunker Dengan Kekerasan’ seperti yang digambarkan dalam caption Laporan Stroop. Karena dengan membiarkan orang-orang Yahudi pulang ke Palestina dan tempat lainnya adalah publikasi yang bagus bagi Jerman (atau yang mereka kira), George Kadish mungkin melakukan pekerjaannya (memotret) secara terbuka. Tapi mungkinkah Kadish, yang notabene seorang fotografer rahasia, ikut berkontribusi terhadap foto-foto lain dari Laporan Stroop? Sulit untuk diketahui. Yang jelas, perlu diketahui bahwa beberapa foto dalam Laporan Stroop tampaknya dibuat secara sembunyi-sembunyi:

Foto dibuat secara sembunyi-sembunyi? Sumber foto: Raskin, halaman 40 dan 43.

Gerakan Bawah Tanah Yahudi melihat foto bocah kecil yang dibuat Kadish dan menyadari bahwa ini adalah lebih baik dibandingkan dengan semua foto propaganda yang mereka punya! Sejauh ini, Kadish hanya mensuplai foto yang sudah tercetak, dan bukan negatifnya. Foto yang dibuat dari foto dengan captionnya dilakukan untuk menggandakannya, dan seorang kurir (atau mungkin pihak kantor pos sendiri) mengirimkannya ke tempat lain dimana terdapat salinan Laporan Stroop lainnya, suatu tempat dimana pihak Inggris dapat dengan mudah “menemukannya”. Tapi ketika foto tersebut tiba, ternyata stok kertas Bristol board sudah habis, dan tidak bisa didapatkan dimanapun. Akhirnya, “foto dari foto dengan caption” terpaksa dipasang di sebuah kertas karton putih sebagai pengganti. Ini hanya skenario.
Pertanyaan tambahan: apakah memang terdapat kekurangan stok kertas Bristol board selama berlangsungnya Perang Dunia II? Kota Bristol di Inggris dibom habis-habisan oleh Jerman, sementara kertas yang menjadi topik kita ini dalam sejarahnya berasal dari kota tersebut. Saya sendiri nggak tahu pasti apakah pada tahun 1940-an Bristol masih menjadi produsen utama kertas Bristol board.
Dalam salinan punya NARA, foto bocah kecil adalah satu-satunya foto yang captionnya merupakan hasil foto dan bukannya ditulis langsung di kertas. Foto ini juga merupakan salah satu dari tiga foto (dari total 53 foto) yang dipasangkan di kertas yang berbeda. Ini membuktikan bahwa foto ini dipasang di saat terakhir. Gerakan Bawah Tanah Warsawa menyadari nilai propaganda dari foto tersebut dan berusaha sedapat mungkin agar menempatkannya di salinan kedua mereka. Tapi dapatkah anda membayangkan bahwa Jenderal Stroop mengambil jalan ‘aneh’ dan berliku hanya demi memasang sebuah foto yang merupakan gambaran perbuatan anakbuahnya yang menjijikkan? Sebuah foto dari seorang tentara yang menodongkan senjata ke arah anak yang tangannya terangkat? Bayangkan lagi bagi anda: Jenderal Stroop telah kehabisan kertas, kehilangan negatif foto, tukang pembuat tulisan indah tidak ada, tapi kemudian mempunyai solusi yang “acak-acakan” untuk mengatasinya? Ampun dah!
------------------------------------------------------------------------------------------
KESIMPULAN
Foto bocah kecil dimaksudkan untuk memberikan gambaran kebencian Nazi terhadap Yahudi, tapi sebenarnyalah dia adalah merupakan symbol kebencian Yahudi terhadap Nazi. Orang kebanyakan tidak mengerti bagaimana “kebencian” ini dapat berjalan dua arah seperti halnya yang terjadi dalam Perang Dunia II, juga orang tidak akan percaya bagaimana sebuah Gerakan Bawah Tanah Yahudi, yang berjumlah kecil dan tanpa angkatan bersenjata, dapat menggunakan sebuah cara yang teramat cerdik untuk menggiring opini dunia sebagai bagian dari strategi perlawanan mereka sendiri. Meskipun foto itu sebenarnya pas dengan tema utama propaganda perang: tentara melukai anak-anak, tapi seorang pun tidak akan menduga bahwa kenyataannya, foto bocah dengan tangan terangkat mempunyai latar yang sama sekali berbeda.
Kita dapat membayangkan bagaimana seorang Jürgen Stroop berada di balik penjara Polandia setelah Perang Dunia II berakhir. Dia telah ditangkap di sektor Amerika dan kemudian dikembalikan (juga bersama salinan Laporan Stroop) ke Polandia. Kemungkinan besar dia akan dipukul dan disiksa sebagai bagian dari pembalasan, lalu setelah itu dihadapkan pada pengadilan, hanya untuk mendapati bahwa jaksa penuntut umum mengajukan sebuah notebook misterius yang diakukan sebagai kepunyaannya dan digunakan untuk melawan dirinya! Apakah Laporan ini berpengaruh atau tidak tidaklah diketahui, yang jelas kemudian Stroop dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi.
Tentunya Stroop tidak akan pernah menyadari bahwa di dalam notebook tersebut terdapat sebuah foto yang nantinya akan menjadi foto yang paling dikenal tentang Holocaust!
Sebagai tambahan informasi, Polandia Komunis pasca perang diperintah oleh tiga orang, dengan dua (bahkan mungkin ketiga-tiganya) adalah keturunan Yahudi. 
22) Orang yang diserahi tanggungjawab memimpin pasukan Polisi di Polandia adalah Jakub Berman, sementara saudaranya, Adolf Berman, adalah salah satu pemimpin terpenting Gerakan Bawah Tanah Yahudi Warsawa. Dengan kata lain, satu saudara merupakan pimpinan dari grup yang membikin pemalsuan ini, sementara saudara lainnya berkuasa di wilayah pemerintahan yang menangani pengadilan Stroop sekaligus pengeksekusiannya. Kita tidak tahu apakah kedua saudara ini terlibat, tapi tetap fakta ini patut dikedepankan.
Satu hal kita mengerti: Foto bocah dengan tangan terangkat hasil karya George Kadish tak jauh beda dengan foto tulisan berdarah yang juga buatannya. Sulit dibayangkan bagaimana seseorang dapat menggunakan “kesedihan” untuk memantik perasaan ketidakadilan di mata orang yang melihatnya, meskipun motivasi sebenarnya dari pemuatan foto-foto tersebut adalah kebencian terhadap musuh.
Perang adalah ladang kebencian. Sementara kebencian antara Nazi dan Yahudi terus berlangsung, disana terdapat pula “juri” yang berasal dari pihak ketiga, juga juri-juri dari kebangsaan yang sama dan juri nasional. Juri-juri itu adalah opini publik dengan tingkatnya yang bermacam-macam. Mereka dapat diyakinkan untuk kemudian ikut terlibat. Setelah perang usai, mereka juga dapat diyakinkan bahwa akhirnya pihak yang benarlah yang menang. Setelahnya adalah aspek yang mendapat berbagai macam penamaan: Pijakan Moral Sempurna, Musium Toleransi. Baik dan benar. Pada kenyataannya, itu hanyalah “lapisan mulia” yang diciptakan oleh sang pemenang untuk menutupi kebencian yang mendalam terhadap pihak yang kalah. Foto bocah kecil dengan tangan terangkat adalah sebuah contoh sempurna: dia mendapat tempat pertama untuk dipajang di gerbang masuk musium-musium Holocaust, dan menjadi simbol hitam putih dari kebaikan melawan kejahatan. Sebenarnya dia masih satu paket dengan foto tulisan berdarah yang jelas-jelas palsu, dokumen Holocaust yang dilebih-lebihkan hanya untuk kepentingan memperbesar kebencian terhadap salah satu pihak.
Tapi “foto” terbesar dari Holocaust sendiri, yakinlah, adalah ini: bahwa Holocaust sebagian terbesar adalah hoax, kebohongan, propaganda, waduk angsa, dan bolehlah anda tambahkan nama-nama lain yang senada dengannya. Propaganda semacam ini sangat dibutuhkan untuk melengkapi setiap narasi tentang Perang Dunia II, bahwa “kadangkala orang bisa menjadi begitu jahatnya, sehingga tidak ada jalan lain untuk menanganinya selain perang”. Dengan pola pikir seperti ini, anda akan mendapati bahwa satu foto bocah dengan tangan terangkat lebih mempunyai pengaruh terhadap hati anda dibandingkan dengan pemboman Dresden, pemboman Hiroshima/Nagasaki, dan tindakan-tindakan di luar perikemanusiaan lainnya yang dilakukan oleh sang pemenang perang.
Bisa saja orang kemudian berkata, “tapi kan Hitler menduduki Negara-negara lain?”. Untuk menjawabnya, saya tidak perlu menjelaskan kepada anda bahwa musuh-musuh Hitler, terutama Inggris dan Prancis, adalah Negara-negara PENJAJAH nomor satu, yang telah menguasai Negara lain tanpa hak dan memerintahnya dengan seena’e dewe. Terdapat ungkapan terkenal yang mengatakan bahwa “matahari tak pernah tenggelam di imperium Inggris”, dan ini adalah idiom untuk mengungkapkan betapa luasnya kekuasaan Negara ini di masa jayanya. dan oh, BTW, Negara penjajah kita sendiri, Belanda, yang menguasai sebagian terbesar Indonesia selama ratusan tahun, diduduki oleh Hitler dan Nazinya setelah melalui hanya beberapa hari peperangan!
Kembali ke masalah foto. Pengadilan Nürnberg berlangsung selama 1o bulan. Dalam pidato dakwaan pertamanya di hari kedua persidangan, Jaksa Amerika Robert Jackson membawa ke muka Laporan Stroop dan menyebutkan (meskipun tidak memperlihatkannya) tentang foto bocah dengan tangan terangkat. Ini adalah “penampakan” publik pertama dari foto tersebut sekaligus Laporan Stroop.  
23) Jadinya, Propaganda Hitam dijadikan sebagai bukti pengadilan! Gerakan Bawah Tanah Yahudi meyakinkan Amerika bahwa ini adalah bukti asli dan bukan rekaan. Tapi tak lama sebelum sidang dilangsungkan, saat perang masih berkobar, kota Nürnberg yang berasal dari abad pertengahan telah dibombardir tanpa alasan kuat oleh carpet bombing Sekutu. Ribuan warga sipil meregang nyawa karenanya. Pas sekali kalau kemudian Sekutu mengambil tempat persidangannya disana, seakan sebuah lapisan palsu demokrasi yang diciptakan oleh sang pemenang perang untuk menutupi apa yang sebenarnya merupakan “kompetisi kebencian”.
Bila anda dapat meyakinkan bahwa seseorang adalah iblis jahat, maka anda dapat juga meyakinkan untuk memeranginya. Dan setelah perang itu usai, anda dapat juga meyakinkan bahwa itulah solusi terbaik. Anak-anak belajar sesuatu dari foto bocah terkenal: bahwa orang dewasa kadang-kadang begitu jahatnya, sehingga satu-satunya cara menanggulanginya adalah dengan memusnahkannya. Apa yang seharusnya anak-anak pelajari seharusnya adalah, bahwa “orang-orang jahat” adalah suatu konsep yang bodoh, yang hanya hidup di film-film India atau sinetron TV swasta. Konsep ini digunakan sebagai alat manipulasi golongan yang mendukung perang. Mungkin kalau “orang jahat” tidak menjadi tema dari begitu banyak film dan acara TV, orang bisa tahu betapa ble’e-ble’e-nya dia ini dalam kehidupan nyata.
Saat ini foto bocah kecil dengan tangan terangkat memberikan gambaran lebih daripada yang terlihat, yaitu bahwa ada orang-orang jahat yang menodongkan senjata ke anak kecil dan kemudian mengirim mereka ke kamar gas. Semoga suatu saat nanti tidak akan ada lagi orang yang dibodohi oleh hal-hal bohong semacam ini, yang hanya merupakan propaganda dari pemenang perang dan menjadi bahan utama “jualan” mereka. Wallahua’lam…
------------------------------------------------------------------------------------------
Catatan:
1. Daniel Lerner, Sykewar (New York: George W. Stewart, 1949), 262.
2. Richard Raskin, A Child At Gunpoint. A Case Study in the Life of a Photo (Denmark, Aarhus University Press, 2004), 29.
3. Ibid., 177.
4. Di hari kedua Pengadilan Nürnberg tanggal 21 November 1945, Kepala Jaksa Penuntut Umum Amerika Serikat Robert Jackson membuka persidangan dengan sebuah pidato. Di tengah pidatonya dia memperlihatkan apa yang kemudian dinamakan sebagai Laporan Stroop, dan berkata di depan hadirin:
“Saya tidak akan membahas subyek ini lebih lama lagi dan hanya akan memperlihatkan kepada anda sebuah dokumen yang menjijikkan yang menjadi bukti dari pemusnahan terencana dan sistematik orang-orang Yahudi. Saya memegang sebuah laporan yang ditulis dengan gaya khas Teutonik yang mementingkan detail, dan ditambah dengan foto-foto yang menjadi penjelasan luar biasa dari teks penyertanya. Laporan ini dibuat dalam sebuah buku yang bersampul kulit indah dan merupakan persembahan dari sebuah hasil yang membanggakan. Ini adalah laporan asli dari SS-Brigadeführer Jürgen Stroop yang diserahi tanggungjawab dalam penghancuran ghetto Warsawa, dan sampulnya dikasih judul “Ghetto Yahudi di Warsawa Sudah Musnah”. Tak heran kita mendapati disini sebuah foto yang merupakan karakteristik tema buku, dengan caption yang menunjukkan pengusiran “bandit-bandit” Yahudi. Apa yang dimaksud sebagai ‘bandit-bandit’ dalam foto ini ternyata adalah wanita dan anak-anak.”
http://avalon.law.yale.edu/imt/11-21-45.asp
5. New York Times, 13 Mei 1915.
6. "Baghdad Schoolchildren Are Made Ready For War" New York Times. 8 Januari 1991.
7. Website United States Holocaust Memorial Museum. Arsip foto. Desain salah satu bagian website ini tidak memungkinkan kita untuk memasangkan linknya, tapi ini adalah link yang merupakan hasil screen capture tertanggal 27 Mei 1999: http://www.holocaustdenialvideos.com/littleboy/george_kadish_bio_ushmm.org.jpg
8. Ibid.
9. Hidden History of the Kovno Ghetto. A project of the United States Holocaust Memorial Council, Washington D.C. (Bullfinch Press, 1997), 58.
10. Ibid., 131.
11 Ibid., 125.
12. Avraham Tory. Surviving The Holocaust. The Kovno Ghetto Diary (Harvard University Press, 1990), 165. Avraham Tory menggambarkan bagaimana karena sebuah masalah, pihak Gestapo meminta polisi ghetto Yahudi untuk menyerahkan daftar penghuni ghetto yang tidak kembali dari pekerjaannya. Dengan kata lain, pihak Yahudi telah menyimpan daftar ini untuk mereka sendiri, dan setidaknya sampai saat itu, pihak Nazi tidak mempunyai daftar yang sejenis. Di halaman sebelumnya (halaman 164), kita bisa membaca bagaimana Tory dapat dengan mudah keluar dari ghetto untuk pergi ke teater, sementara teman-teman Yahudi lainnya bekerja. Bagian ini memperlihatkan bagaimana ghetto Kovno begitu berbeda dengan ghetto Warsawa. Ghetto ini tidak dikunci dan dijaga ketat. Ini juga menunjukkan bahwa George Kadish dapat meninggalkan ghetto Kovno untuk pergi ke Warsawa kalau memang Gerakan Bawah Tanah Yahudi menginginkannya.
13. Hidden History of the Kovno Ghetto, 40.
14. Cerita Nussbaum tentang bagaimana dia dimasukkan ke dalam sebuah kereta dan dikirim ke Timur di akhir perang karena paspor Palestinanya cocok benar dengan narasi Belsen. Menempatkan Yahudi Palestina atau “Yahudi pertukaran” lainnya dalam kereta membuat mereka terhindar dari kutu dan tipus, meskipun sebagian dari mereka tetap saja terkena penyakit menular yang lebih “ecek-ecek” lainnya seperti diare dan gejala Tipus (yang baiasanya didapat karena air yang terkontaminasi). Mereka dikirim keluar demi mencegah epidemik tipus. Silakan baca Ben Shephard, After Daybreak (New York: Shocken Books, 2005), 18-19.
15. Ini adalah sebuah tema yang kerap kali muncul dalam cerita-cerita Yahudi: Orang berambut pirang layaknya orang Arya yang dapat lebih mudah keluar-masuk melewati penjagaan Nazi. Tapi dengan melihat bahwa mungkin kebanyakan orang Polandia dalam apa yang disebut sebagai “wilayah Arya” mempunyai rambut coklat dan mata coklat, apakah ini lalu perlu?
16. Raskin, A Child at Gunpoint, 90. Disini kita harus percaya perkataan Nussbaum bahwa foto itu adalah kepunyaannya dan asli. Nussbaum mengatakan bahwa dia diambil bulan Agustus 1945, dan Nussbaum memberikannya kepada Raskin dalam sebuah wawancara.
17. Ibid., 90.
18. Ibid., 39.
19. Ibid., 28-29, 61-62
20. New York Times, May 28, 1982. "Rockland Physician Thinks He is the Boy in Holocaust Photo Taken in Warsaw."
21. Raskin, A Child at Gunpoint, 68.
22. Kevin MacDonald, The Culture of Critique (1stbooks, 1998), 61. Mereka adalah Jakub Berman, Hilary Minc, dan Boleslaw Bierut. MacDonald mengatakan bahwa mereka semua adalah Yahudi, meskipun tak ada konfirmasi tambahan soal Bierut.
23. Nuremberg Trial Proceedings, Volume 2. Wednesday, 21 November 1945 Day 2. pidato Robert Jackson, halaman 125. Richard Raskin mendiskusikan adegan ini dalam bukunya A Child At Gunpoint, halaman 32-34, yang menceritakan bagaimana Jackson memberitahukan tentang foto itu, tapi kemudian secara salah telah menginterpretasikan captionnya di depan pengadilan.
http://avalon.law.yale.edu/imt/11-21-45.asp
http://en.wikipedia.org/wiki/File:Stroop_Report_-_Warsaw_Ghetto_Uprising_06.jpg
http://www.holocaustdenialvideos.com/littleboy/
Cool Blue Outer Glow Pointer