Friday, 12 October 2012

Prasasti PRADAO Sunda Kelapa

da Expansao Portuguesa no Mundo

Padrão berasal dari bahasa Portugis yang berarti batu prasasti berupa tiang berukuran besar yang bergambarkan lambang Kerajaan Portugal, yang didirikan oleh para
penjelajah Portugal sebagai tanda bagian wilayah Portugal, pada masa penjelajahan atau penemuan dunia baru setelah adanya perjanjian Torsedilhas 1494 dan Zaragosa. Para pemimpin ekspedisi penjelajahan Portugis Bartolomeu Dias, Vasco da Gama, Enrique Leme, dan Diogo Cão telah mendirikan padrão di berbagai tempat di dunia.
Prasasti PADRAO Sunda Kelapa

Setelah menaklukkan Goa di India pada tahun 1510 dan pelabuhan dagang penting Malaka Malaysia tahun 1511 Portugis berlayar lebih jauh lagi menuju ke kepulauan Indonesia. Sekitar dua tahun setelah menaklukkan kota Malaka, bangsa Eropa pertama asal Portugis di bawah pimpinan de Alvin tiba pertama kali di Sunda Kelapa dengan armada empat buah kapal pada tahun 1513. Mereka datang untuk mencari peluang perdagangan rempah-rempah dengan dunia barat. Karena dari Malaka mereka mendengar kabar bahwa Sunda Kalapa merupakan pelabuhan lada yang utama di kawasan ini. Menurut catatan perjalanan penjelajah dunia Tome Pires pada masa itu Sunda Kalapa merupakan pelabuhan yang sibuk namun diatur dengan baik.

Beberapa tahun kemudian pada tahun 1522 mereka tiba di pelabuhan berawa-rawa Sunda Kalapa yang berada di bawah kekuasaan kerajaan Hindu Sunda Pakuan Pajajaran yang berpusat di Pakuan dekat kawasan Bogor. Armada Portugis datang dibawah pimpinan Enrique Leme dengan membawa hadiah bagi Raja Sunda Pajajaran. Portugis melihat posisi Sunda Kalapa strategis sebagai pelabuhan dagang dan tempat transit bagi kapal-kapal dagang Portugis. Portugis mengadakan perjanjian dengan penguasa setempat untuk mendirikan benteng atau pos dagang. Mereka diterima dengan baik oleh penguasa setempat Sunda Pakuan Pajajaran. Pada tanggal 21 Agustus 1522 ditandatangani perjanjian antara Portugis dan Kerajaan Sunda Pajajaran. Perjanjian diabadikan pada prasasti batu Padrao.

Pihak Pajajaran berharap Portugis dapat membantu menghadapi serangan kerajaan-kerajaan Islam seperti Demak dan Cirebon seiring dengan menguatnya pengaruh Islam di Pulau Jawa yang mengancam keberadaan kerajaan Hindu terakhir di Jawa Sunda Pakuan Pajajaran. Dengan perjanjian tersebut Portugis berhak membangun pos dagang dan benteng di Sunda Kalapa. Perjanjian ini memicu serangan tentara Islam Kesultanan Banten, Demak dan Cirebon ke Sunda Kelapa. Pada tahun 1527 saat armada kapal Portugis kembali di bawah pimpinan Francesco de Sa dengan persiapan untuk membangun benteng di Sunda Kalapa ternyata gabungan kekuatan kerajaan Islam Sultan Banten yang dibantu oleh bala tentara kerajaan Islam Demak dan Cirebon berjumlah 1.452 prajurit di bawah pimpinan Fatahillah, sudah menguasai Sunda Kelapa ataupun kerajaan Pakuan Pajajaran. Sehingga pada saat berlabuh Portugis diserang dan berhasil dikalahkan. Atas kemenangannya terhadap Kerajaan Sunda Pajajaran dan Portugis, pada tanggal 22 Juni 1527 Fatahillah mengganti nama kota pelabuhan Sunda Kalapa menjadi Jayakarta yang berarti “Kemenangan yang nyata”.Padrão Sunda Kelapa, atau dinamakan juga “Perjanjian Sunda Kelapa”, ditemukan pada tahun 1918, ketika dilakukan penggalian untuk membangun rumah di Jalan Cengkeh (dulu bernama Prinsenstraat), dekat Pasar Ikan, Sunda Kelapa, Jakarta Utara.

Koleksi Padrao di Museum Nasional adalah yang asli. Pada Batu Padrao terdapat tulisan dan simbol bola dunia Raja Manuel dari Portugis yang berarti Portugal adalah tuan dari segala dunia. Prasasti ini merupakan tanda perjanjian perdagangan antara Kerajaan Sunda, sebagai penguasa pelabuhan Sunda Kelapa, dan armada Portugis. Bertanggal 21 Agustus 1522, tulisannya menggunakan aksara Gotik dan berbahasa Portugis. Perjanjian ini dibuat oleh utusan dagang Portugis dari Malaka yang dipimpin Enrique Leme dan membawa barang-barang untuk “Raja Samian” (maksudnya Sanghyang, yaitu Sang Hyang Surawisesa, raja Sunda 1521-1535). Ia diterima dengan baik. Padrão didirikan di atas tanah yang ditunjuk sebagai tempat untuk membangun benteng dan gudang bagi orang Portugis.Pada dokumen perjanjian, saksi dari Kerajaan Sunda adalah Padam Tumungo, Samgydepaty, e outre Benegar e easy o xabandar, maksudnya adalah “Yang Dipertuan Tumenggung, Sang Adipati, Bendahara dan Syahbandar Sunda Kelapa”. Saksi dari pihak Portugis, seperti dilaporkan sejarawan Porto bernama João de Barros, ada delapan orang. Saksi dari Kerajaan Sunda tidak menandatangani dokumen, mereka melegalisasinya dengan adat istiadat melalui “selamatan”.

No comments:

Post a Comment

Cool Blue Outer Glow Pointer