Pemalsuan Foto Bocah Holocaust
Kalau
anda senang sejarah Nazi dan Perang Dunia II, pasti pernah melihat foto
ini kan? Foto bocah dengan tangan terangkat yang sangat terkenal, yang
diklaim bersumber dari apa yang dinamakan sebagai LAPORAN STROOP atau
STROOP REPORT. Orang-orang yang teridentifikasi dari foto ini:
- Bocah yang berdiri paling depan dengan tangan terangkat ini masih belum pasti identitasnya, dan beberapa kemungkinan nama dia adalah: Artur Dab Siemiatek, Levi Zelinwarger (di sebelah ibunya Chana Zelinwarger) dan Tsvi Nussbaum
- Hanka Lamet - gadis kecil di sebelah kiri
- Matylda Lamet Goldfinger - Ibu Hanka yang berdiri di sebelahnya (kedua dari kiri)
- Leo Kartuziński - di belakang dengan tas putih di bahunya
- Golda Stavarowski - juga di belakang, wanita pertama dari kanan dengan satu tangan terangkat
- Josef Blösche - Prajurit SS yang memegang senapan mesin
- Bocah yang berdiri paling depan dengan tangan terangkat ini masih belum pasti identitasnya, dan beberapa kemungkinan nama dia adalah: Artur Dab Siemiatek, Levi Zelinwarger (di sebelah ibunya Chana Zelinwarger) dan Tsvi Nussbaum
- Hanka Lamet - gadis kecil di sebelah kiri
- Matylda Lamet Goldfinger - Ibu Hanka yang berdiri di sebelahnya (kedua dari kiri)
- Leo Kartuziński - di belakang dengan tas putih di bahunya
- Golda Stavarowski - juga di belakang, wanita pertama dari kanan dengan satu tangan terangkat
- Josef Blösche - Prajurit SS yang memegang senapan mesin
Oleh : Alif Rafik Khan
Pendahuluan
Foto
tersebut adalah salah satu “dokumen” yang paling dikenal tentang
holocaust, dan artikel ini akan menjelaskan bahwa sesungguhnyalah ia
adalah palsu! Semua orang telah melihat foto seorang bocah dengan tangan
terangkat, tapi hanya sedikit yang mengetahui bahwa foto tersebut
adalah salah satu dari 53 foto dari apa yang dinamakan sebagai ‘Laporan
Stroop’, sebuah buku yang dikatakan dibuat oleh jenderal SS Jürgen
Stroop untuk memperingati kekalahan para Yahudi dalam Pemberontakan
Ghetto Warsawa. Laporan Stroop terdiri dari bagian tertulis, bagian
laporan harian, dan bagian foto-foto. Foto bocah kecil tersebut berasal
dari bagian foto. Fakta bahwa foto tersebut berasal dari Nazi itu
sendiri merupakan suatu kejutan bagian kebanyakan orang. Kenyataanya,
ternyata, bahwa dia berasal dari Gerakan Bawah Tanah Yahudi, dan dia
dibuat seakan-akan muncul dari sumber Nazi! Foto itu memang benar
diambil di Warsawa, hanya saja di luar lingkungan Ghetto. Sang
fotografer, George Kadish, adalah seorang anggota Gerakan Bawah Tanah
Zionis. Tak salah bila kita menyebut bahwa foto itu mendatangkan simpati
kepada Yahudi dan kemarahan kepada Nazi.
Terdapat
tujuh bagian yang terbagi antara Pendahuluan dan Kesimpulan, dan
masing-masing menyatakan alasan tersendiri bahwa foto bocah kecil
tersebut adalah sebuah “propaganda hitam”. Propaganda hitam adalah
informasi dan material palsu yang dibuat seakan-akan oleh satu pihak
dalam sebuah konflik, padahal kenyataannya dibuat oleh pihak lain yang
berseteru. Biasanya tujuannya adalah untuk memfitnah, mempermalukan atau
membuat orang lain salah mengerti
1).
Foto bocah kecil tersebut adalah sebuah propaganda hitam yang berasal
dari anggota Gerakan Bawah Tanah Yahudi tapi dibuat seakan-akan staff
jenderal Stroop lah yang mengambilnya. Tak cukup sampai disitu, foto itu
kemudian disertakan ke dalam propaganda hitam yang lebih besar yang
dinamakan sebagai ‘Laporan Stroop’. Sekedar informasi, Jürgen
Stroop dihukum mati di Polandia yang diduduki Rusia, dan para penuntut
menggunakan Laporan Stroop untuk memberatkan dakwaan.
2)Banyak
dari penemuan rahasia-rahasia tentang foto ini berasal dari buku
Richard Raskin berjudul “A Child At Gunpoint” (Aarhus University Press
2004). Raskin sendiri adalah seorang profesor Amerika Yahudi yang
tinggal di Denmark. Dia sebenarnya percaya kepada cerita standar yang
selama ini beredar mengenai latar belakang foto tersebut, hanya saja
naluri ilmiahnya mempertanyakan beberapa aspek yang selama ini tak
terjawab. Aspek-aspek yang membingungkan ini sebenarnya telah
menunjukkan bahwa foto itu sebenarnya adalah sebuah propaganda hitam
dari Gerakan Bawah Tanah Yahudi, tapi Raskin tidak pernah
terang-terangan mengatakannya (bahkan setelah dia mengetahui bahwa
fotografer Yahudi paling terkenal dalam Perang Dunia II secara
“misterius” telah mempunyai cetakan foto itu sebelum fotonya sendiri
beredar luas ke masyarakat!).
3)Seperti
telah disebutkan sebelumnya, foto ini dikatakan berasal dari Laporan
Stroop. Penelitian dua foto di bawah akan menggambarkan bagaimana
sebenarnya bentuk dari Laporan Stroop itu sendiri.
Halaman pertama. Sampul depannya terbuat dari kulit kasar tanpa tulisan atau gambar, sama seperti sampul belakangnya
Sampul belakang
Meskipun
buku ini sekarang dikenal sebagai ‘Laporan Stroop’, tapi orang yang
melihatnya setelah perang akan beranggapan bahwa tentunya dia hanyalah
sebuah notebook buatan sendiri yang dikumpul-kumpulkan, dengan judul
“Tak Ada Lagi Ghetto Warsawa!” (Kata-kata yang diletakkan terakhir ini
tampaknya menunjukkan bahwa sang propagandis terlalu bersemangat dengan
tujuannya!). Kata-kata tersebut tidaklah ditempelkan di cover seperti
yang orang perkirakan, tapi malahan ditulis dengan huruf-huruf Gothik di
bagian pertama dari kertas kotor di dalamnya. Sebuah perdebatan serius
terjadi di Pengadilan Nürnberg dalam hal bahan pembuat sampul buku yang
terdiri dari kulit
4).
Tapi seperti yang anda lihat, ini hanyalah sebuah sampul kulit biasa
yang menyatu dengan kertas-kertas di dalamnya dengan cara dibolongi dan
bisa dibeli di toko buku mana pun. Dari sini kita bisa menyimpulkan
bahwa Gerakan Bawah Tanah Ghetto Warsawa mempunyai sumber dan kemampuan
yang terbatas, atau mungkin saat itu kerjaan mereka memang kurang
profesional, sebuah fakta yang muncul kembali saat kita mengetahui
metode yang mereka gunakan dalam menduplikasi foto tersebut. Siapapun
yang membuat dua copy pertama dari foto terkenal itu, dia melakukannya
dengan mempotret foto pertama dan kemudian mencetaknya; dengan kata
lain, membuat “sebuah foto dari foto lain”. sebuah cara yang sangat
buruk dalam mereproduksi foto!
Fakta-fakta
ini, digabungkan dengan tingkat keefisienan bangsa Jerman yang
terkenal, sendirinya sudah menjadi bukti bahwa apa yang disebut sebagai
‘Laporan Stroop’ sesungguhnya adalah dusta belaka. Secara logika, apakah
mungkin orang-orang administrasi Hitler (yang terkenal paling rapi dan njelimet
dalam bekerja dibandingkan dengan pihak manapun yang berperang dalam
Perang Dunia II) membuat sebuah laporan yang begitu pentingnya dalam
sebuah buku yang “acak adut” seperti itu? Dengan bahan-bahan yang bahkan
anak SD pun bisa bebas membelinya di toko-toko buku!
Tapi
misteri tidak hanya sampai disini saja bung! Di bawah adalah tujuh
bagian yang menunjukkan bahwa foto itu sebenarnya adalah propaganda
hitam yang datangnya dari Gerakan Bawah Tanah Yahudi:
1)Ini Bukanlah Foto yang akan dipilih seorang Jenderal
Dalam
hal menilai perwajahan, kira-kira kesan apa yang anda dapatkan saat
melihat foto ini? Apakah sebuah hal yang baik saat orang dewasa
menodongkan senjatanya kearah anak-anak dan membuatnya mengangkat
tangan? Atau mungkin bocah itu sedang dibawa ke kamar gas? Inilah kesan
yang ingin disampaikan oleh Gerakan Bawah Tanah Warsawa terhadap setiap
orang yang melihatnya! Tapi sekarang saya minta anda mempertimbangkan
dua skenario ini, mana yang lebih masuk akal dan masuk logika:
a) Jenderal
Stroop menganggap bahwa foto tersebut merupakan sebuah foto yang bagus
untuk dimasukkan ke dalam album peringatan, dan pastilah Heinrich
Himmler menyukainya.
b) Gerakan
Bawah Tanah Yahudi masa perang memilih foto tersebut karena itu akan
menimbulkan kemarahan pada orang-orang Jerman dan simpati untuk bangsa
Yahudi.
Apabila
saya orang awam dan disodori pilihan seperti itu, maka jawaban saya
adalah B! apakah seorang jenderal Jerman akan memilih sebuah foto yang
jelas-jelas tidak “jantan” untuk sebuah album peringatan? Kalau anda
masih belum mengerti juga, cobalah bayangkan bahwa Indonesia pun
melakukannya juga: Jenderal Ahmad Yani mengirimkan kepada Jenderal A.H.
Nasution sebuah buku peringatan tentang kemenangan dalam perang
kemerdekaan melawan Belanda, dengan judul yang bombastis “Kita
Mengalahkan Mereka!” dan disertai sebuah foto seorang pejuang
kemerdekaan yang sedang menggiring anak Belanda berusia 8 tahun dengan
senjata. Seorang anak dengan ekspresi ketakutan dan permintaan tolong di
wajahnya. Ini bukanlah jenis foto yang dipilih untuk hal-hal seperti
itu!
Penggambaran
kesan prajurit yang bertindak brutal terhadap anak-anak sendiri telah
menjadi sebuah tema propaganda yang efektif dari sejak zaman Perang
Dunia I, ketika dirasakan penting untuk melibatkan Amerika dalam perang
di Eropa. Saat mendapati sebuah berita propaganda tiga halaman dalam
surat kabar The New York Times berjudul “Laporan Komite Bryce Tentang
Pembantaian Secara Sengaja Terhadap Warga Sipil Belgia”
5),
para pembacanya menganggap bahwa itu adalah berita betulan. Ternyata
mereka tertipu mentah-mentah. Itu hanyalah propaganda Inggris dan palsu
belaka! Tema seperti ini masih menjadi ‘favorit’ dan berlanjut sampai
dengan tahun 1991 ketika Koran yang sama (The New York Times) mengulangi
kisah propaganda tentang prajurit-prajurit Irak yang secara sadis
mengeluarkan bayi-bayi dari inkubatornya di Kuwait
6).
Foto bocah kecil yang terkenal, yang mungkin didapatkan di semua buku
yang membahas Perang Dunia II secara umum dan Holocaust secara khusus,
sebenarnya adalah sebuah foto propaganda dalam kategori ini.
2)Mereka Mustahil Menggandakannya Seperti Itu
Hasil
kerja yang serampangan telah disebutkan di pendahuluan, dan sekarang
kita akan melihat contohnya. Untuk percaya bahwa foto yang terkenal
tersebut berasal dari Jenderal Stroop dan staffnya, maka anda juga harus
percaya kalau mereka menduplikasikan fotonya seperti ini: dengan
memotret fotonya dan kemudian menjadikan hasilnya sebagai duplikat!
Setiap fotografer profesional mengetahui dengan jelas bahwa bila anda
melakukan hal tersebut, maka kualitas akan menjadi masalah. Tak hanya
itu, proporsi pun akan sedikit berubah, yang tergantung dari seberapa
dekat jarak antara lensa kamera dengan foto yang menjadi obyeknya.
Muncul satu pertanyaan: mengapa sih repot-repot mengambil sebuah foto
dari foto lainnya hanya demi mendapatkan negatif film dan mencetak foto
tersebut? Padahal jelas-jelas ada cara yang lebih “masuk akal”: cetak
dua foto dari negatif aslinya (itu lah yang pasti dilakukan oleh staff
Jenderal Stroop kalau memang mereka yang melakukannya). Tapi tak hanya
itu, bahkan Gerakan Bawah Tanah Yahudi Warsawa juga menggandakan caption
(tulisan) dengan memfotonya pula!
(Diambil dari buku “Child At Gunpoint” halaman 52 dan 53 karya Richard Raskin. Komentar tambahan ditulis dengan warna kuning)
Cerita
standarnya adalah bahwa Stroop telah disarankan oleh staffnya untuk
membuat sebuah album peringatan untuk dipersembahkan kepada Heinrich
Himmler, dan 4 buah kopi dari album tersebut dibuat secara bersamaan.
Selain kopi untuk Heinrich Himmler, tersedia juga satu untuk atasan
langsung Stroop, Friedrich Krüger, dan satu lagi untuk Stroop sendiri
(Richard Raskin percaya bahwa setidaknya ada satu lagi kopi untuk
keperluan dokumentasi). Foto-foto tersebut tentunya datang dari unit
militer yang dikomandani oleh Stroop, yang terdiri dari foto-foto
propaganda yang dibuat oleh koresponden perang. Tentunya pula 50 foto
yang berada dalam album tidaklah dimasukkan secara sembarangan tapi
merupakan hasil pilihan Stroop pribadi, dan kemudian dia akan
memerintahkan staffnya untuk membuat 4 buah cetakan dari negatifnya.
Satu prosedur baku.
Tapi
yang terjadi tidak seperti itu sodara-sodara. Terdapat dua buah kopi
dari Laporan Stroop yang masih bertahan sampai saat ini (meskipun bila
kita berpatokan pada cerita standar sebelumnya, harusnya logika berkata
bahwa kedua kopi tersebut telah lenyap dari peredaran sewaktu zaman
perang!). Satu kopi berada di Warsawa, sementara kopi lainnya di United
States National Archives and Records Administration (NARA). Maka disini
kita punya dua buah sumber asli untuk foto bocah yang terkenal. SEMUA
foto bocah tersebut bersumber dari sana. Laporan Stroop NARA merupakan
sebuah “foto dari foto”. Perhatikan gambar di bawah, dengan komentar
berwarna biru:
Richard
Raskin lah yang menemukan hal ini. Dia menulis “Caption 'Mit Gewalt aus
Bunkern hervorgeholt' (‘Dipaksa Keluar Dari Bunker Dengan Kekerasan’)
telah ditulis dengan tangan tepat di atas sebuah kertas Bristol di bawah
foto.” (halaman 52)
Berkaitan
dengan foto lainnya, Raskin menambahkan “Caption tersebut… telah
direproduksi secara fotografi bersama dengan fotonya; dengan kata lain,
foto dan caption dari halaman Warsawa telah difoto dan kemudian
direproduksi menggunakan sebuah kertas foto yang ditambahkan ke
halaman-halaman laporan yang sama yang kini disimpan di arsip NARA.
Dalam proses tersebut, bagian ujung atas, kanan dan kiri dari foto
Warsawa sedikit terpotong.” (halaman 53)
Masih
mudeng? Sederhananya begini: Stroop seharusnya tinggal memerintahkan
staffnya untuk mencetak kopi dari hasil negatif, dan kemudian memanggil
kaligrafer untuk menulis caption di bagian bawah setiap foto. Tapi
tindakan menduplikasi sebuah foto (juga captionnya) dengan memfotonya
dan kemudian memasangnya secara serampangan hanya membuktikan bahwa
pihak yang melakukannya tentulah mempunyai sumber dan kemampuan yang
terbatas; skenario paling mungkin adalah bahwa Gerakan Bawah Tanah
Yahudi Warsawa-lah sebagai pihak yang berada di belakangnya, yang
bekerja secara sembunyi-sembunyi dan hanya mempunyai satu buah cetakan
tanpa negatif aslinya. Tapi kemudian timbul pertanyaan: mengapa pula
mereka harus repot-repot memfoto captionnya kalau memang mereka yang
menulis caption aslinya? Teori untuk masalah ini akan dijelaskan
kemudian.
------------------------------------------------------------------------------------------
3)Captionnya Tidak Pas Dengan Foto
Kebanyakan
foto dalam Laporan Stroop mempunyai tambahan caption tulisan tangan di
bawahnya. Foto bocah kecil yang terkenal ini pun juga sama, dan
captionnya berbunyi “Dipaksa Keluar Dari Bunker Dengan Kekerasan”.
Masalahnya, si anak berpakaian terlalu ‘berlebihan’ untuk kondisi
seperti itu.
Richard Raskin menulis dalam bukunya A Child At Gunpoint:
“Tak
ada tanda dalam bentuk apa pun – seperti baju yang kusut atau penuh
dengan debu – yang mengindikasikan bahwa orang-orang dalam foto bocah
dengan tangan terangkat telah ‘dipaksa dengan kekerasan’ dari sesuatu
yang mungkin bisa dikatakan sebagai sebuah ‘bunker’.” (halaman 17)Atau
lihatlah wanita di sebelah bocah tersebut: Dia dipaksa keluar dari
bunker dengan kekerasan, tapi masih sempat-sempatnya membawa dompet
besar di sikunya dan sebuah kantong di sekitar jari-jari tangan
kanannya!
Tak
kurang anehnya adalah bahwa banyak wajah-wajah ‘tawanan’ dalam foto ini
yang tidak tampak kelihatan takut sama sekali. Ketika foto ini mulai
dikutip di buku-buku dan media seluruh dunia, captionnya jarang
disertakan dengan alasan sederhana: nggak nyambung dengan fotonya! Tapi
sebagai sebuah propaganda hitam, keberadaan caption tersebut dapat
dimengerti. Tujuannya adalah untuk membuat keadaan dalam foto tersebut
seburuk mungkin. Masalah kenapa orang-orang di foto ini berpakaian yang
‘layak’ dan membawa tas akan dijelaskan kemudian.
------------------------------------------------------------------------------------------
4)Ini Merupakan Bagian Dari Pemalsuan Yang Lebih Besar
Saya
ingatkan kepada anda sekali lagi bahwa foto bocah Yahudi yang terkenal
ini pertama muncul dalam sebuah propaganda hitam yang dinamakan sebagai
Laporan Stroop. Disini beberapa contoh yang menunjukkan bahwa yang
dinamakan sebagai Laporan Stroop itu sendiri adalah palsu belaka:
Tulisan
dalam laporan tersebut menyebutkan bahwa tempat persembunyian Yahudi
berukuran besar dan mampu menampung sampai 60 orang, 100 orang, bahkan
274 orang; klaim ini terasa wadon bae ble’e-ble’e ketika melihat foto
dalam Laporan Stroop yang memperlihatkan bahwa ukuran tempat
persembunyian/bunker yang sebenarnya adalah jauh lebih kecil, dan
paling-paling hanya bisa menampung maksimum sampai 3 orang saja, yang
merupakan refleksi dari situasi yang sebenarnya dari sebuah
pemberontakan kecil.
Bukankah
seharusnya Stroop memasang foto bunker raksasa yang bisa menampung
sampai 274 orang, dan bukannya ecek-ecek seperti di atas?
Petunjuk
pemalsuan lainnya ditemukan dalam tulisan lain dari Laporan Stroop:
terdapat suatu bagian dimana Stroop tampaknya mengagumi
‘perempuan-perempuan muda pionir Israel’ dan berkomentar, “tak jarang
kita melihat wanita-wanita ini menembakkan pistol dengan kedua tangan
mereka.” Ini kelihatannya seperti Gerakan Bawah Tanah Yahudi yang ingin
membuat mereka terlihat keren, dan bukannya perasaan kagum dari Stroop!
Menembakkan pistol dengan kedua tangan hanya muncul di film-film belaka
(dan dipopulerkan oleh sineas Hongkong John Woo), dan merupakan suatu
tindakan yang akan dianggap bodoh apabila dilakukan dalam pertempuran
yang sebenarnya!
Dan
kemudian terdapat “adegan eksyen” dimana diceritakan seorang prajurit
Jerman terbunuh ketika peluru menerpa tepat pada granatnya saat masih
dalam genggaman. Hmmm…. Adegan lain yang hanya kita temukan di film dan
sulit ditemukan dalam kejadian yang sebenarnya!
Juga
terdapat foto palsu lainnya dalam Laporan Stroop. Dalam versi Warsawa
dari Laporan tersebut, terdapat foto seseorang yang terjatuh dari
ketinggian. Kalau kita perhatikan lebih teliti, bentuk “orang malang”
tersebut lebih mirip boneka daripada manusia, yang dijatuhkan dari
sebuah bangunan yang terbakar. Tapi dalam versi NARA pemalsu Laporan
Stroop menyertakan pula sebuah foto terpisah dari bangunan yang sama
yang tak memperlihatkan tanda-tanda terbakar, di luar dari asap yang
menjadi background foto pertama.
Panah
ungu menunjukkan orang yang terjatuh dari bangunan. Latar belakang
putih di belakangnya adalah kupasan lapisan plester cat dari bangunan
tersebut.
Bangunan
yang sama (bandingkan kupasan plesternya!). Si pemalsu tak memasukkan
foto ini ke dalam Laporan Stroop yang disimpan di Warsawa, tapi dalam
Laporan Stroop punya NARA dia ada. Foto ini memperlihatkan dengan jelas
bahwa si bangunan tak terlihat terbakar dengan hebat, yang bisa membuat
seseorang sampai begitu putus-asanya sehingga memutuskan untuk terjun ke
bawah. Hanya satu jendela yang tampak mengepulkan asap, dan kemungkinan
dia adalah asap buatan yang dipersiapkan untuk “adegan” orang terjatuh.
Di
bawah adalah sebuah foto orang telanjang yang menderita scoliosis
dengan caption propaganda hitam yang berbunyi “sampah umat manusia”. Hmm… harusnya Stroop tahu bahwa scoliosis juga menimpa orang-orang Jerman!
Dengan sebuah tulisan indah yang dibentuk dan berbunyi “sampah umat manusia”!
Dan kemudian ada foto lain yang memperlihatkan orang-orang Jerman sedang berpose secara terbuka dengan
senjata artileri mereka di tengah-tengah jalanan kota (bukan suatu
tindakan yang dianjurkan dalam sebuah peperangan kota!).
Foto-foto
tambahan lain memperlihatkan bahwa orang-orang Jerman yang terlihat
“bahagia” ini menembakkan senjata ke tembok yang berada di depan mereka,
dan ke bangunan yang sudah jelas-jelas hancur!
Di
atas kita bisa melihat foto dari Stroop dan pasukannya dengan caption
“Pemimpin Operasi Besar”. Nggak terlalu berlebihan, Mas Boy? Dapatkan
anda bayangkan seorang Patton atau Eisenhower menulis caption seperti
itu untuk album yang mereka buat sendiri? Ini adalah suatu caption yang
dibuat-buat, menggunakan tulisan gothik yang dibuat-buat, dan datangnya
dari Gerakan Bawah Tanah Yahudi!
Ketika
operasi sudah selesai, diceritakan bahwa hal terakhir yang mereka
lakukan adalah “meresmikan” penutupannya dengan menghancurkan sebuah
sinagog. Suatu tindakan yang begitu “tipikal penjahat” sehingga sulit
untuk dipercaya! Pada kenyataannya, setelah tema propaganda “tentara
melukai anak-anak”, maka propaganda besar kedua yang disodorkan oleh
laporan palsu ini adalah “penghancuran dan pembakaran sinagog/gereja”.
------------------------------------------------------------------------------------------
5)Fotografer Aslinya Bernama George Kadish
Setiap
orang yang meneliti sejarah Holocaust pasti tahu bahwa fotografer
ghetto paling ternama dalam Perang Dunia II adalah George Kadish; dan
buku Richard Raskin akan menerangkan kepada anda bahwa Kadish, di
akhir-akhir hidupnya, secara misterius telah memiliki sebuah salinan
dari foto terkenal bocah dengan tangan terangkat: sebuah pelat cetak
kuno dari foto tersebut yang terbuat dari timah dan, dikatakan oleh
Kadish, dia miliki tak lama setelah berakhirnya peperangan. Masalahnya
adalah: foto itu baru tersiar luas ke publik pada pertengahan tahun
1950-an! Logika berkata bahwa dengan begitu berarti Kadish lah orang
yang mengabadikan foto yang terkenal tersebut. Bagian ini akan
memberikan bukti-bukti tidak langsung yang menunjukkan bahwa Kadish-lah
sang fotografernya.
Perhatikan fotonya terbalik? Ini adalah pelat foto Kadish, seperti yang diterangkan dalam buku Raskin (halaman 177)
Foto dari George Kadish seperti yang dimuat dalam buku “Hidden History of the Kovno Ghetto” (halaman 55)
Buku
Richard Raskin, A Child At Gunpoint, diakhiri dengan satu setengah
halaman berjudul “Sebuah Catatan Akhir”. Ini adalah bagian
penghabisannya yang menyebutkan tentang George Kadish:
“Pada
bulan Oktober 2003, setelah penelitian untuk buku ini diselesaikan dan
bagian di atas ditulis, aku mengetahui dari U.S. Holocaust Memorial
Museum bahwa mereka mempunyai sebuah artefak yang berhubungan dengan
tema bukuku dalam salah satu koleksi mereka: sebuah pelat timah yang
digunakan untuk mencetak salinan dari foto bocah dengan tangan
terangkat. Pelat tersebut merupakan salah satu dari 30 pelat lain, yang
semuanya berisi penyiksaan Nazi terhadap Yahudi. Pelat foto ini telah
ditemukan di sebuah toko yang menjual buku-buku bekas, kemungkinan di Münich,
‘di akhir perang’ oleh salah seorang yang selamat dari Kovno. Dia
adalah seorang fotografer dan namanya adalah George Kadish (aslinya Tsvi
Kadushin), yang pada tahun 1991 menghibahkan pelat tersebut pada museum
ini melalui Raye Farr, yang saat itu menjabat sebagai direktur eksebisi
permanen museum.
Bagaimana
dan kapan sebuah salinan dari foto tersebut dibuat dan siapa yang
membuat pelat timah di atas masih menjadi misteri, disebabkan karena
hanya ada empat salinan foto itu yang diketahui telah dicetak dalam
hubungannya dengan Laporan Stroop – sebuah dokumen yang dibagikan hanya
untuk kalangan dalam elite SS! Yang sama membingungkannya adalah: untuk
kepentingan apa pelat tersebut digunakan dan oleh siapa? Melalui jalur
seperti apa dan orang-orang seperti apa foto tersebut sampai bisa
tersebar melalui pelat foto, di tahun-tahun terakhir Perang Dunia II?
Catatan
tentang ketidakpastian ini seakan merupakan sebuah jalan yang pas untuk
menyimpulkan penelitian yang saat ini sedang dilakukan, dalam usaha
untuk memberi tekanan pada tema kita yaitu: meskipun penelitian yang
seksama telah dilakukan selama bertahun-tahun demi mengungkap tabir di
balik salah satu foto yang paling misterius ini, tapi
pertanyaan-pertanyaan baru akan tetap bermunculan sepanjang waktu.” (halaman 178)
Cuplikan
di atas menjadi penutup buku Raskin, dan member kejelasan kepada kita
akan klaim Kadish yang mengaku telah “menemukan” pelat tersebut di
sebuah toko buku bekas tak
lama setelah perang usai. Tapi itu adalah sebuah alasan yang luar biasa
payah dari seorang yang dianggap sebagai fotografer spesialis ghetto
terbesar seperti Kadish! Sekarang saya minta anda membandingkan mana
yang lebih masuk akal:
A) Fotografer
ghetto paling terkenal mempunyai sebuah foto ghetto yang
“memperlihatkan image penyiksaan Nazi terhadap Yahudi” (yang termasuk di
antaranya adalah foto bocah dengan tangan terangkat) karena dialah yang
mengambil foto-foto tersebut.
B) Fotografer
ghetto paling terkenal menyempatkan diri untuk mencari-cari dengan
teliti di sebuah toko buku bekas tidak terkenal di Münich
dan secara luar biasa menemukan foto-foto ghetto yang dibuat fotografer
lain, yang nantinya akan menjadi foto paling dikenal dari Holocaust.
Tentunya
Kadish tidak akan berkata bahwa dialah sebenarnya yang mengambil foto
itu karena hal itu sama saja dengan mengacaukan keabsahan Laporan Stroop
yang diklaim sebelumnya (kemungkinan memang Kadish sebenarnya begitu
ingin mengatakan bahwa dialah sang fotografer dan mengklaim ketenaran
bersama dengan meluasnya berita tentang foto tersebut!). tapi hal itu
tidak menghalangi dia, hanya beberapa tahun sebelum kematiannya tahun
1990-an, untuk membuat sebuah alasan ala sinetron yang menerangkan
mengapa dia mempunyai sebuah pelat timah yang berisikan cetakan foto
bocah dengan tangan terangkat.
Raskin menulis,
“Pelat tersebut merupakan salah satu dari 30 pelat lain, yang semuanya berisi penyiksaan Nazi terhadap Yahudi”
Alasan
dari foto bocah yang terkenal tersebut berada dalam kumpulan pelat yang
memperlihatkan penyiksaan Nazi terhadap Yahudi adalah karena foto itu
dimaksudkan untuk MENUNJUKKAN kepada dunia tentang penyiksaan Nazi
terhadap Yahudi.
Dan pertanyaan misterius yang dikemukakan oleh Raskin sebenarnya bisa terjawab. Raskin bertanya:
“Bagaimana
dan kapan sebuah salinan dari foto tersebut dibuat dan siapa yang
membuat pelat timah di atas masih menjadi misteri, disebabkan karena
hanya ada empat salinan foto itu yang diketahui telah dicetak dalam
hubungannya dengan Laporan Stroop – sebuah dokumen yang dibagikan hanya
untuk kalangan dalam elite SS!”
JAWABAN:
Kadish mengambil foto tersebut dan ikut terlibat dalam pemasangannya ke
pelat timah. Rencananya foto ini akan diproduksi massal untuk
kepentingan propaganda anti-Nazi dari Gerakan Bawah Tanah Yahudi. Tapi
ketika otoritas tertinggi Bawah Tanah Yahudi memutuskan untuk
menggunakannya dalam Laporan Stroop, maka otomatis foto tersebut tidak
jadi dicetak secara besar-besaran, dan Kadish juga tidak bisa lagi
mengklaimnya sebagai foto buatan sendiri, bahkan di periode setelah
perang!
Kemungkinan
lain untuk menjelaskan kumpulan cetakan pelat timah, adalah karena
rencana pencetakan foto-foto dibatalkan karena pasukan Uni Soviet keburu
datang ke Lithuania (tempat dimana Kadish tinggal) sehingga
operasi-operasi bawah tanah melawan Nazi tidak lagi diperlukan.
Satu alasan kenapa Raskin mempertanyakan klaim Kadish tentang penemuan foto tersebut di sebuah toko buku bekas di Münich
di akhir perang, adalah karena foto bocah dengan tangan terangkat tidak
diketahui oleh masyarakat umum sampai sutradara film Prancis Alain
Resnais memasangnya dalam filmnya yang berjudul “Nuit Et Brouillard”
tahun 1956. Dari sanalah foto itu mulai menyebar dan dikenal luas.
Tapi
ada satu bukti lagi yang menghubungkan Kadish dengan foto terkenal
tersebut: di bawah adalah foto dengan tema serupa, dan dia diambil di
ghetto Kovno (bukan ghetto Warsawa). Foto ini secara resmi diakui
sebagai buatan Kadish. Bisakah ini merupakan satu rangkaian dengan foto
bocah dengan tangan terangkat dan salah satu dari upaya pertama Kadish
untuk menyampaikan pesannya tentang penderitaan Yahudi di tangan Nazi?
Saya menduga bahwa tulisan di pintu itu adalah semacam kantor administrasi Nazi untuk urusan Yahudi.
Dalam
foto di atas, lambang Bintang Daud terlihat besar bila dibandingkan
dengan pakaian yang dikenakan oleh si bocah kecil. Setiap orang yang
melihat foto ini pasti akan merasakan simpati yang mendalam terhadap si
anak dan kebencian terhadap tentara pendudukan Nazi yang kejam dan tidak
adil. Inilah pesan yang ingin disampaikan oleh Kadish melalui
foto-fotonya! Dia tidak hanya memotret foto-foto keluarga “biasa”, tapi
sebisa mungkin menyelipkan sesuatu di dalamnya (untuk ini saya angkat
jempol buat dia!).
Siapakah George Kadish?
Ini adalah entri di Wikipedia yang menerangkan tentang Kadish. Kemungkinan bisa saja entri ini berubah atau bertambah:
“George
Kadish, terlahir dengan nama Zvi (Hirsh) Kadushin (meninggal bulan
September 1997), adalah fotografer Yahudi Lithuania yang
mendokumentasikan kehidupan di ghetto Kovno selama berlangsungnya
Holocaust, periode genosida
Nazi Jerman terhadap Yahudi. Sebelum Perang Dunia II dia adalah seorang
guru matematika, elektronika dan ilmu pengetahuan di sebuah SMA Yahudi
di Kovno, Lithuania. Kadish mempunyai hobi sebagai fotografer. Dia
mempunyai kemampuan untuk membuat sebuah kamera rumahan. Selama
berlangsungnya pendudukan Nazi dan para kolaborator di Lithuania, dia berhasil mengabadikan secara sembunyi-sembunyi berbagai
aspek kehidupan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi di dalam ghetto.
Kadish membuat kamera khusus dimana dia dapat memotret melalui lubang
kancing dari jaketnya atau melalui celah jendela. Dia mampu mengabadikan
adegan-adegan “sensitif” yang bisa memantik kebencian terhadap pihak
Nazi atau kolaborator, seperti foto orang-orang yang dikumpulkan untuk
melakukan kerja paksa, pembakaran ghetto, dan pendeportasian. Foto-foto
hasil karyanya dipamerkan pada tahun 2003 di Institut YIVO di New York.”
Dan ini adalah yang dikatakan oleh United States Holocaust Memorial Museum tentang Kadish:
“George
Kadish (Hirsh Kadushin) mengajar ilmu pengetahuan di sebuah SMA Yahudi
di Kovno sebelum perang. Kekerasan dan serangan pertama terhadap kaum
Yahudi di bulan Juni dan Juli 1941 telah menggerakkan Kadish, yang juga
merupakan seorang fotografer amatir yang rajin, untuk mendokumentasikan
cobaan berat yang dialami komunitasnya. Dia secara rahasia telah
memotret lebih dari 1.000 gambar kehidupan ghetto, dan kadang bahkan
melakukannya dengan menggunakan sebuah kamera tersembunyi dan dia
memencet tombol melalui lubang kancing dari jaketnya. Di sebuah
departemen x-ray dari rumah sakit dimana dia ditugaskan untuk bekerja,
dia melakukan barter untuk mendapatkan film dan mengembangkan
negatifnya. Dia kemudian menyelundupkan hasil karyanya dengan
menggunakan satu set tongkat penopang orang lumpuh. Pada akhir Maret
1944 Kadish diberitahu bahwa Gestapo, yang kini telah mengetahui
“petualangannya” dengan kamera, sedang mencari-carinya. Kadish
memutuskan untuk kabur dari ghetto dan bersembunyi. Dia memotret
terbakarnya ghetto dari bagian luarnya. Setelah terusirnya Jerman, dia
kembali ke wilayah ghetto, memotret sisa-sisanya, dan menggali kembali
foto-foto dan negatif yang telah dia kuburkan di sebuah kaleng susu di
dalam rumahnya. Kadish kemudian pindah ke Amerika Serikat dan tinggal
disana sampai dengan saat kematiannya di bulan Agustus 1997.
7)Sebelumnya
anda telah mengetahui bagaimana Kadish secara misterius telah mempunyai
sebuah pelat cetakan dari foto yang terkenal, dan anda pun telah
diperlihatkan beberapa contoh hasil karya Kadish dengan tema serupa.
Sekarang saya akan menyuguhkan sebuah contoh bagaimana orang ini
memalsukan sebuah foto propaganda demi tujuan anti-Nazi: Di bawah adalah
dua versi dari foto “Kata-kata ditulis di atas darah buatan”:
8)Di
atas kita bisa melihat dua versi berbeda dari kata-kata yang sama yang
ditulis dengan menggunakan darah. Caption dari foto kedua menerangkan
kepada kita bahwa itu adalah darah yang dituliskan di pintu apartemen
seorang Yahudi yang dibunuh. Dengan kata lain: si korban menulis
pesannya di pintu pada saat dia sekarat dan sebelum meninggal. Foto ini
berasal dari sebuah buku yang dipublikasikan oleh US Holocaust Memorial Museum yang berjudul “The Hidden History of the Kovno Ghetto” (Rahasia Tersembunyi Ghetto Kovno).
9)
Foto pertama ditulis di atas lantai tapi sulit untuk memastikannya.
Mungkin Kadish menganggap lebih mudah untuk memberi penjelasan untuk
foto dengan tulisan darah di pintu seperti foto kedua. Cipratan darah di
foto kedua juga membuatnya lebih meyakinkan dibandingkan dengan tulisan
“rapi” seperti di foto pertama. Dan berkaitan dengan huruf tulisannya,
dia juga mungkin lebih menganggapnya ‘masuk akal’ dengan hanya menulis
“Pembalasan” di foto kedua daripada dengan menuliskan “Yahudi Balaslah”
seperti di foto pertama (keduanya dengan menggunakan tulisan dan bahasa
Ibrani). Foto pertama memperlihatkan percikan darah di bagian kiri, yang
kemudian dihapus oleh Kadish dan menggantinya dengan genangan darah di
foto kedua!
Dengan membandingkan kedua foto tersebut, mana yang menurut anda lebih masuk logika:
A) Kadish
menemukan dua kejadian dimana orang yang berdarah memutuskan untuk
menulis “pembalasan” dengan darahnya sendiri. Itu, atau orang yang
sekarat menuliskan “pembalasan” dengan darah di salah satu bagian
rumahnya dan kemudian menuliskannya lagi di tempat lain.
B) Kadish
sedang mengerjakan sebuah foto propaganda, dan dia membuat beberapa
versi dari foto “pembalasan ditulis dengan darah” untuk melihat mana
yang lebih ‘menggetarkan’. Ketika para peneliti menemukan
negatif-negatif hasil karyanya di kemudian waktu, mereka memilih
versi-versi yang berbeda untuk publikasi yang berbeda.
Untuk lebih memahami seperti apa seorang Kadish itu, buku “The Hidden History of the Kovno Ghetto”
menerangkan kepada kita bahwa dia dari sejak mudanya telah “bergabung
dengan gerakan Zionis sayap kanan bernama Betar” (halaman 55). Apakah
mungkin Betar telah mengirimkannya dari ghetto Kovno ke ghetto yang
lebih besar dan lebih penting seperti ghetto Warsawa untuk melanjutkan
kegiatan propagandanya? Dari buku-buku sejarah dan internet kita bisa
mengetahui bahwa ghetto Kovno tidak ditutup sampai dengan hari terakhir
peperangan. Ghetto Kovno serupa dengan ghetto Warsawa dalam hal kaum
Yahudi dipaksa untuk hidup disana. Tapi ghetto Kovno berbeda dengan
ghetto Warsawa karena para Yahudinya bekerja sebagai grup-grup buruh di
sekitar kota Kovno.
10)
Terdapat adanya kelemahan (apakah disengaja?) dalam hal pengawasan
sehingga para Yahudi, saat mereka berada di luar lingkungan ghetto-nya,
bisa mencopot lambang Bintang Daud mereka dan bahkan melakukan
perdagangan dengan penduduk kota lainnya!
11)Tanda-tanda
lain dari kurangnya pengawasan di ghetto Kovno: Administrasi Yahudi di
dalam ghetto-lah yang mencatat siapa yang tidak balik lagi ke ghetto
setelah bekerja di luar, dan bukan pihak Jerman seperti di ghetto
lainnya!
12) Dalam buku “The Hidden History of the Kovno Ghetto”
diceritakan bahwa orang-orang Yahudi di dalam ghetto menjadi partisan
dan kemudian menjadi pasukan perlawanan setelah keluar. Di lain pihak
kaum partisan Soviet (seperti Gessia Glezer) dapat masuk ke ghetto Kovno
dan bahkan melakukan perundingan dengan gerakan bawah tanah disana.
Karena itu sangat mungkin Kadish meninggalkan ghetto-nya dan kemudian
melanjutkan kegiatan memotretnya di Warsawa.
Sebagai
kesimpulannya, terdapat tiga bukti tidak langsung yang menunjukkan
bahwa Kadish adalah orang yang memotret foto bocah dengan tangan
terangkat:
A) Kadish
telah mempunyai cetakan pelat timah dari foto ini di masa saat orang
lain bahkan tidak mengetahui keberadaan foto tersebut.
B) Kadish
mengambil foto-foto dengan tema serupa dengan foto bocah dengan tangan
terangkat, dengan tujuan untuk menimbulkan simpati terhadap kaumnya dan
mengobarkan kebencian terhadap Nazi.
C) Kadish adalah seorang fotografer propaganda anti-Nazi, seperti yang terlihat dalam foto tulisan darah buatannya.
------------------------------------------------------------------------------------------
6)Si Bocah Kemungkinan Adalah Tsvi Nussbaum
Bagian
ini adalah tentang alasan-alasan njelimet yang menjelaskan mengapa si
bocah kemungkinan adalah Tsvi Nussbaum. Anda telah disuguhi 5 topik yang
menunjukkan bahwa foto bocah dengan tangan terangkat adalah sebuah
propaganda hitam. Topik kali ini tidaklah secara serta merta
mengungkapkan dengan pasti identitas bocah tersebut, tapi dengan
kemungkinan Nussbaum sebagai si bocah telah makin menguatkan skenario
bagaimana foto tersebut diambil dan kemudian berakhir sebagai propaganda
hitam: Nussbaum berpikir bahwa kemungkinan itu adalah foto dia di depan
sebuah hotel. Apakah dia memang keluar dari hotel dan kemudian George
Kadish, yang sedang mencari-cari bahan untuk foto anti-Jerman, mengambil
fotonya? Apakah lalu Gerakan Bawah Tanah Yahudi menggunakan foto ini
dan memasukkannya ke dalam apa yang dinamakan sebagai Laporan Stroop,
sehingga seakan-akan tampak bahwa si bocah akan dibawa ke ruangan gas?
Terdapat bukti-bukti yang mendukung pernyataan ini, juga yang
menolaknya. Tidak cukup hanya itu, terdapat juga keraguan akan adanya
pihak yang berbohong, termasuk Nussbaum sendiri.
Ketika
pengakuan Nussbaum keluar dalam artikel New York Times tahun 1982,
ternyata ceritanya tidak diterima oleh semua sebagai sebuah akhir yang
bahagia dari insiden tragis seperti yang Nussbaum mungkin perkirakan
sebelumnya. Yang ada adalah, dia mendapat kritikan tajam dari beberapa
sumber Yahudi. Reporter NYT menulis, “tapi beberapa individu, yang yakin
bahwa kekuatan simbolis dari foto tersebut telah hilang (sementara
bocah yang menjadi pusat foto kini selamat), menolak untuk
mempertimbangkan adanya pengakuan Nussbaum sama sekali”. Reporter yang
sama kemudian mengutip tanggapan sedih Nussbaum: “Aku tidak pernah
mengira bahwa semua orang seakan-akan menaruh seluruh beban 6 juta
Yahudi dalam sebuah foto ini. Bagiku itu adalah sebuah ‘kecelakaan’
dimana aku terlibat di dalamnya. Itu saja dan tidak ada yang lainnya.”
Bagi
beberapa orang, Nussbaum seakan-akan muncul sebagai seorang penyangkal
Holocaust hanya karena alasan sederhana: Dia membuat berantakan, apakah
dia sadar atau tidak, respon naratif yang diharapkan dari foto tersebut
oleh orang-orang yang mempublikasikannya. Padahal itu bukanlah tujuan
yang ingin dicapai oleh Nussbaum. Delapan tahun kemudian (1990), ketika
sebuah video keluar tentang kisah hidup Nussbaum, dia mungkin telah
“merancang” cara untuk menyelesaikan masalah ini: dengan tetap mengaku
bahwa dialah bocah dalam foto tersebut, sementara di lain pihak telah
membekali diri dengan segudang cerita pribadi tentang kebrutalan Nazi.
Beberapa cerita yang kemudian muncul dari mulutnya: ibu yang ditembak
kepalanya dari belakang oleh Gestapo; tentara-tentara Jerman yang
berdiskusi apakah Nussbaum juga harus dibunuh atau tidak; diangkut
secara rahasia ke Warsawa oleh seorang wanita pirang yang kelihatannya
non-Yahudi, dan cerita-cerita fantastis lainnya.
Sumber
terbaik untuk informasi tentang Tsvi Nussbaum adalah video “Tsvi
Nussbaum. A Boy From Warsaw” yang diproduksi dan ditulis oleh
Matti-Juhani Karila untuk MTV Finlandia tahun 1990. Film ini
disutradarai oleh Ilkka Ahopalo dan didistribusikan oleh Ergo Media
tahun 1992. Dari sini kita hanya akan menyebutnya sebagai “Video MTV
Finlandia” saja. Video ini dan artikel New York Times tahun 1982 adalah
sumber dari informasi yang kita dapatkan tentang Nussbaum.
Siapakah Tsvi Nussbaum?
Pada
tahun 1990 dia berpraktek sebagai dokter spesialis THT (Telinga Hidung
Tenggorokan) di pinggiran New York City. Orangtuanya adalah imigran
Yahudi dari Polandia yang pindah ke Palestina pada tahun 1930-an, dan
Tsvi Nussbaum lahir di Palestina tahun 1935. Orangtuanya lalu memutuskan
untuk balik lagi ke Polandia tahun 1939, beberapa saat sebelum Jerman
menyerbu Negara tersebut. Karena lahir di Palestina, Nussbaum mempunyai
sesuatu yang tidak biasa di Polandia: sebuah paspor Palestina (yang
nantinya berperan penting dalam kisah ini). Setelah perang usai,
Nussbaum pindah ke Israel kembali, dan di masa remajanya loncat ke
Amerika Serikat dimana dia tinggal sampai tua.
Seperti apa ceritanya?
Ketika
Nussbaum tinggal di New York sebagai seorang dokter, kadang-kadang dia
membaca atau melihat foto bocah dengan tangan terangkat yang terkenal,
dan itu mengingatkannya pada salah satu hari di kehidupannya. Hari itu
adalah saat dia berada di Hotel Polski di Warsawa. Jerman telah
memutuskan bahwa siapapun Yahudi yang mempunyai paspor luar negeri maka
dia diizinkan untuk meninggalkan Polandia, dan lokasi pemberangkatannya
adalah di Hotel Polski (yang bukan berada di dalam ghetto. Ghetto
Warsawa sendiri pada saat kebijakan ini dikeluarkan sudah dibersihkan).
Nussbaum sendiri, bersama dengan bibi dan pamannya, mempunyai paspor
luar negeri. Jadinya, seperti yang diingat oleh dia, foto itu diambil
saat dia dan yang lainnya keluar dari hotel menuju ke truk yang akan
membawa mereka ke stasiun kereta api. Dia masih ingat menaruh tangannya
di atas pada hari itu. Tapi bukannya dibawa ke luar Polandia seperti
yang dijanjikan, mereka malah dibawa ke kamp Bergen Belsen dimana
kemudian mereka diperlakukan secara lebih baik dibandingkan dengan
penghuni lainnya, karena mereka termasuk ke dalam kategori “Yahudi
Palestina”. Mendekati akhir peperangan, mereka dimasukkan ke kereta dan
dibawa keluar kamp, hanya beberapa saat sebelum infrastruktur kamp
berantakan dan menjadi sebuah mimpi buruk karena menyebarnya penyakit
dan kelaparan. Perlakuan yang lebih baik untuk para “Yahudi Palestina”
di Belsen adalah salah satu alasan mengapa Nussbaum bisa selamat.
14)Sekarang
kita akan melihat 4 bukti tidak langsung yang mendukung cerita yang
dipaparkan oleh Nussbaum, diikuti oleh 3 aspek yang menolaknya. Untuk
memudahkannya maka mereka dinamakan sebagai yang “pro” dan “kontra”.
Yang termasuk ke dalam kategori “pro” adalah:
Pro 1: Dia kelihatan sangat mirip dengan bocah di foto terkenal.
Pro 2: Kisahnya pas dengan kenyataan bagaimana orang-orang di foto ini berpakaian.
Pro 3: Ruang masuk di latar belakang di foto sedikit mirip dengan ruang masuk hotel.
Pro 4: Bila dia berbohong, ngapain juga harus mengarang-ngarang kisah hotel yang aneh?
Yang “kontra” adalah:
Kontra 1: Hubungan antara Nussbaum dengan Marc Berkowitz.
Kontra 2: Kebohongan yang keluar dari mulut Nussbaum sendiri.
Kontra 3: Perbandingan kuping telinga.
Pro 1: Dia kelihatan sangat mirip dengan bocah di foto terkenal.
Adegan
dalam “Tsvi Nussbaum A Boy From Warsaw” yang dirangkum dalam collage
(kumpulan foto dan gambar) yang dipasang di dinding ruang tunggu kantor
praktek dokter Nussbaum
Perbandingan foto di video. Di sebelah kanan adalah foto dari paspor yang dibuat beberapa tahun kemudian
Pro 2: Kisahnya pas dengan kenyataan bagaimana orang-orang di foto ini berpakaian.
Kisahnya jauh lebih meyakinkan dibandingkan dengan caption foto. Caption dalam foto berbunyi “Dipaksa Keluar Dari Bunker Dengan Kekerasan”.
Kebanyakan orang dalam foto tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda
takut sama sekali, dan mereka pun berpakaian rapi seperti telah
menyiapkan diri untuk bepergian. Pakaian mereka tidak terlihat kusut dan
rambut mereka pun tidak acak-acakan seperti “semestinya” orang yan baru
saja keluar dari bunker. Semua ini pas dengan keterangan Nussbaum bahwa
mereka sedang meninggalkan Hotel Polski.
Pro 3: Ruang masuk di latar belakang di foto sedikit mirip dengan ruang masuk hotel.
Richard
Raskin menunjukkan bukti yang menunjukkan bukti yang mendukung
pernyataan Nussbaum: Bagian depan Hotel Polski sangat mirip dengan latar
belakang dalam foto bocah yang terkenal.
Sulit
untuk membayangkan bahwa seorang dokter spesialis THT dari New York
City dapat “menarik keluar” kesamaan latar belakang ini bila dia hanya
sekedar mengarang-ngarang cerita, terutama karena kebanyakan hotel TIDAK
MEMPUNYAI bagian depan seperti halnya Hotel Polski! Jalan masuk hotel
tersebut berada di depan sebuah halaman yang dikelilingi tembok. Richard
Raskin, yang mempertimbangkan bukti-bukti pendukung Nussbaum sebagai si
bocah, menulis:
“Satu
faktor tambahan yang dapat diperhitungkan pada bagian lain dari lembar
keseimbangan ini, berkaitan dengan lokasi di Jalan Dluga 29. Aku telah
mengunjungi alamat tersebut, dan tak ada lagi Hotel Polski yang berdiri
disana. Meskipun telah banyak pembangunan ulang dan renovasi yang
terjadi dalam 60 tahun ke belakang, aku menemukan dengan terkejut betapa
bentuk fisik dari gerbang masuk disana tetap begitu serupanya dengan
latar belakang foto bocah dari tahun 1943!” (halaman 91)
Pro 4: Bila dia berbohong, ngapain juga harus mengarang-ngarang kisah hotel yang aneh?
Bila
Nussbaum berbohong dan sekedar menginginkan ketenaran, kenapa pula dia
tidak cukup dengan mengatakan bahwa dia berada di bunker ghetto Warsawa
dan bukannya di Hotel Polski? Wajahnya sudah mirip dengan bocah di foto,
terus kenapa pula dia mengeluarkan sebuah cerita “aneh” yang berkaitan
dengan sebuah hotel yang telah lama musnah, terutama bila kita melihat
latar belakang di foto yang sama sekali tidak mirip dengan bentuk sebuah
hotel sama sekali?
Satu
yang pasti: Nussbaum mengatakan bahwa dia berada di depan sebuah hotel,
sementara orang awam yang melihat foto bocah dengan tangan terangkat
melihat latar belakang di foto tersebut lebih mirip dengan sebuah jalan
dengan gerbang beratap melengkung. Tapi bukti kemudian menunjukkan bahwa
bagian depan Hotel Polski ternyata berada di jalan bertembok yang
gerbangnya mempunyai atap melengkung!
Kontra 1: Hubungan antara Nussbaum dengan Marc Berkowitz.
Dalam
video MTV Finlandia keluaran tahun 1990, Nussbaum menjelaskan bagaimana
dia meminta pertolongan kepada salah seorang pasien langganannnya untuk
meneliti apakah benar dia yang berada dalam foto bocah yang terkenal.
Pasiennya sendiri adalah orang yang selamat dari Holocaust dan merupakan
mantan penghuni Auschwitz sehingga sudah tentu familiar dengan era
pendudukan Jerman. Nussbaum mengingat percakapan antara dia dengan
pasiennya tersebut:
“Suatu
hari di rumah sakit Niac(?), dia sedang duduk disana dan aku berkata
kepadanya, ‘Marc, dapatkah kau membantuku? Aku tidak punya banyak waktu.
Dapatkah kau membawakan kepadaku foto bocah kecil ini?’ dan dia mulai
bertanya kepadaku, ‘mengapa kau menginginkan foto tersebut?’ Aku mulai
menceritakan seluruh kisahnya… dia pada ujungnya melakukan sebuah
penelitian. Aku tidak tahu persis apa yang dilakukannya, hanya saja dia
kemudian kembali dan mengatakan kepadaku, ‘bocah kecil ini adalah
dirimu.”
“Marc”
disebutkan dalam kutipan di atas, dan artikel New York Times tentang
Nussbaum tertanggal 28 Mei 1982 mengungkapkan kepada kita bahwa Marc
yang dimaksud adalah Marc Berkowitz. Bila dilakukan penelitian lebih
lanjut akan arsip New York Times, maka kita akan menemukan bahwa si Marc
ini juga punya cerita yang serupa seperti halnya Nussbaum. Dia juga
mengatakan bahwa bocah dalam foto tersebut adalah dirinya – setelah
melihat cuplikan sebuah film - dan beritanya dimuat di New York Times
terbitan tahun 1961. Ini lah artikelnya:
TAWANAN NAZI MELIHAT DIRINYA SENDIRI DALAM SEBUAH FILM
Pada
bulan Januari 1945, pasukan Rusia menyerbu kamp kematian Nazi di
Auschwitz, Polandia. Seorang kameraman Soviet memfokuskan diri pada
sesosok bocah kecil yang menatap kepada sang pembebasnya. Dia setengah
kelaparan dan sedikit linglung.
Minggu
kemarin, seorang salesman berusia 29 tahun dari Brooklyn bernama Marc
Berkowitz datang untuk menonton film documenter “Mein Kampf”, yang
menceritakan tentang kebangkitan dan jatuhnya Nazi Jerman. Ketika salah
satu adegan memperlihatkan wajah-wajah diam anak-anak Auschwitz, dia
bangkit dari tempat duduknya. “Itu aku. Demi Tuhan, itu aku!” dia
berteriak sambil setengah menangis.
Mr.
Berkowitz mengungkapkan sisa ceritanya kemarin. “Aku benar-benar
terpaku,” katanya. “Aku tinggal untuk menonton film itu sekali lagi demi
memastikannya. Lalu aku menelepon perusahaan film yang membuatnya.
Mereka lalu menyatakan kesanggupan untuk memeriksa adegan yang dimaksud,
membesarkan dan mencetaknya dalam sebuah figura. Kami lalu
membandingkannya dengan sebuah foto dariku yang diambil sekitar sebulan
setelah pembebasan dari Auschwitz. Ternyata keduanya mirip sekali.”
Setelah
hamper tiga tahun menghabiskan waktu di kamp orang-orang terlantar, Mr.
Berkowitz datang ke Amerika Serikat. Kini dia sudah menikah dan telah
menjadi ayah dari dua orang anak.
NYT 5/12/1961
Tsvi
Nussbaum kenal dengan Marc Berkowitz dan mempunyai kisah yang serupa
yang juga masuk pemberitaan New York Times. Hal ini akan membuat orang
berpikir, “ada apa nih?”
24
tahun setelah beritanya dimuat di New York Times, Berkowitz memulai
kembali “ronde kedua” liputan oleh Koran terkenal tersebut. Dalam
artikel terbitan bulan Januari 1985, dia mengatakan kepada reporter:
“Aku
tak pernah, sekali lagi kukatakan, tak pernah memberitahukan banyak hal
yang terjadi pada masa laluku kepada semua orang,” Mr. Berkowitz lalu
menambahkan bahwa “kebisuan total, penghormatan total kepada orang lain –
itulah sifatku.”
Perang
Yom Kippur tahun 1973, bagaimanapun, telah membuat Mr. Berkowitz sadar
bahwa “orang masih bisa menyakiti kita.” Ini lah yang membuatnya
memutuskan untuk berbicara lebih lanjut. “Dan aku langsung terlibat di
dalamnya tak lama setelah itu,” Katanya.
NYT 1/27/1985 seksi B1
Berita
“pendahuluan” tentang Berkowitz telah muncul di New York Times tiga
hari sebelumnya, dan berisi kisah pribadi yang salah satu di antaranya
adalah pertemuannya dengan perwira SS terkenal Josef Mengele (yang
dijuluki “dokter kematian”). Kisah ini lumayan konyol dan juga
mengada-ada, silakan anda nilai sendiri:
Suatu
hari, ingatnya, dia berada di kebun kamp sambil memetik kecambah untuk
makan malam Dr. Mengele ketika dia memperhatikan bahwa ada sekelompok
wanita sedang berjalan melintasi debu, dibariskan menuju kamar gas. Di
antara mereka, dia melihat, adalah ibunya sendiri. “Dr. Mengele melihat
hal ini dan memberikan secarik kertas bertulikan pesan untuk kubawa
sehingga aku dapat mengikuti ibuku ke kamar gas.”
NYT 1/24/1985
Jadi
Berkowitz sedang memetik kecambah di kebun untuk Dr. mengele, dan
Mengele memperhatikan dia saat sedang melakukan pekerjaannya. Lalu Marc
Berkowitz melihat ibunya melintas bersama wanita-wanita lainnya, dan
sedang menuju ke kamar gas. Dan Mengele melihat saat Berkowitz memandang
ibunya. Mengele lalu memberikan kepada Berkowitz sebuah catatan pesan
untuk disampaikan, yang berfungsi sebagai “izin keliling kamp” sehingga
Berkowitz dapat berjalan di sekitar Auschwitz sambil berpura-pura
sebagai orang suruhan, padahal sebenarnya dia mengikuti ibunya ke kamar
gas.
Kita
juga bisa membaca bagaimana seorang buronan yang cerdik dan licin
seperti Josef Mengele menyempatkan diri untuk menelepon Berkowitz 40
tahun kemudian:
“Pesannya
sederhana dan sang penelepon selalu merupakan orang ketiga yang tak
dikenal,” Mr. Berkowitz menjelaskan dari ruang tamu rumahnya yang
sederhana dan terawat dengan baik di New City di Rockland County.
“Hanya ‘salam’ saja, tapi aku tahu bahwa pesan itu datangnya dari dia
karena si penelepon menggunakan nama panggilan rahasia yang hanya aku
dan dia yang mengetahuinya.”
Mr.
Berkowitz, yang matanya memandang kami bagaikan seorang penasihat,
menarik nafas dengan lambat dan bersandar di kursi tangannya. “Aku tahu
bahwa pesan itu datangnya dari Mengele,” katanya.
NYT 1/27/1985 seksi B1
OK,
bolehlah kita mencoba untuk mempercayai apa yang dikatakannya mengenai
adanya telepon dari Mengele. Hanya saja, satu masalah hadir: kemudian
diketahui bahwa Mengele telah meninggal 6 tahun sebelumnya, tepatnya
tanggal 7 Februari 1979, karena tenggelam atau mungkin serangan stroke
saat sedang tenggelam di pantai Brazil!
Berkowitz
cukup pintar untuk membuat dirinya lebih terkenal lagi di tahun
1980-an. Dia mengorganisasi 8 orang lainnya yang berhasil selamat dari
Auschwitz untuk mengadakan kunjungan ke mantan kampnya tersebut, diikuti
oleh tidak kurang dari 17 orang kameraman! Dalam sebuah artikel yang
dimuat di halaman depan New York Times kita bisa membaca mengenai
kunjungan ini:
Beberapa
orang anggota grup ini, yang datang dari Amerika dan Israel, berbicara
mengenai alasan-alasan mereka datang kembali ke Auschwitz. Marc
Berkowitz, yang tinggal di Brooklyn dan untuk sementara waktu pernah
menjalani peran sebagai pembawa pesan Dr. Mengele, berkata bahwa dia
mengharap “untuk menemukan aku sebagai seorang anak kecil sebelum semua
ini terjadi.”
Pada
satu waktu dia bergegas menuju ke pagar kawat berduri. Dia memegangnya
dan berkata: “lihat, tidak lagi kita terbunuh karena melakukan ini. Tak
lagi anda bisa terbunuh disini atau melemparkan roti ke saudara
perempuan anda di sisi lainnya.”
NYT 1/28/1985 seksi A1 dan berlanjut ke A4
Tampaknya
Berkowitz adalah seorang manipulator media yang ulung, dan dia adalah
orang yang justru diajak kerjasama oleh Tsvi Nussbaum untuk membantu
menentukan identitas bocah di foto tersebut!
Kontra 2: Kebohongan yang keluar dari mulut Nussbaum sendiri
Pada
video MTV Finlandia 1990, Nussbaum menjelaskan bagaimana kehidupannya
saat masih sebagai bocah kecil di bagian pinggiran kota Sandomierz,
Polandia. Ketika Jerman menguasai wilayah tersebut, salah seorang
pejabatnya, “mungkin kepala Gestapo”, katanya, tinggal di lantai kedua
dari bangunan yang sama! Jadi disini kita disuguhi cerita tentang sebuah
bangunan dua lantai di pinggiran kota dan keluarga Nussbaum yang Yahudi
tinggal di lantai pertama sementara pejabat Gestapo tinggal di lantai
kedua. Disini pun ceritanya sulit untuk dipercaya, tapi masih ada yang
lainnya. Nussbaum melanjutkan ocehannya:
“Ibuku
adalah seorang perempuan yang sangat cerdas. Dia mampu berbicara bahasa
Jerman dengan fasih dan dia tampaknya berusaha untuk mengeluarkan
pamanku, saudara tirinya, dari kamp konsentrasi. Pada tanggal 2 Agustus
ibuku memberanikan diri pergi ke lantai atas untuk berbicara dengan si
Gestapo, dan ketika dia kembali menuruni tangga, dia ditembak dari
belakang.”
Hmmm…
yang saya tahu (dan mungkin anda juga tahu dari buku atau film), bahwa
biasanya seorang pejabat militer atau polisi rahasia tentunya akan
mencari tempat yang ‘pantas’ untuk ditinggali di wilayah pendudukan,
semacam villa atau kastil, dan bukannya hidup secara sederhana di sebuah
bangunan dua lantai yang lantai pertamanya ditinggali oleh keluarga
Yahudi! Apalagi di daerah pinggiran yang biasanya hal sekecil apapun
akan cepat tersebarnya!
Dan
Nussbaum masih ingat kejadian-kejadian saat foto terkenal itu diambil.
Dia ingat mengangkat tangannya. Dia juga ingat percakapan yang dia
dengar secara sembunyi-sembunyi antara dua orang prajurit Jerman di
depan Hotel Polski pada saat itu. Ketika Nussbaum berusaha dinaikkan ke
truk bersama dengan bibi dan pamannya, tiba-tiba timbul masalah
birokrasi. Nussbaum, yang saat itu berusia 8 tahun, mendengar dua orang
tentara Jerman mendiskusikan tentang dirinya dan akhirnya mengizinkan
dia untuk naik ke truk. Seorang tentara Jerman berkata kepada temannya:
“Memang apa bedanya? Kita tetap akan membunuhnya disana, daripada capek-capek membunuhnya disini.”
Sama
dengan Berkowitz, hal-hal ini kelihatannya terlalu menonjolkan pribadi
Nussbaum seorang. Bayangkanlah: Tentara-tentara yang mendiskusikan
dirinya sementara Nussbaum berada di dekat mereka, dan berbicara
mengenai membunuh dirinya? Dia menguping dengar? Bahasa Yahudinya dan
bahasa Jerman mereka begitu serupa sehingga dia bisa mengerti apa yang
mereka katakan? WTF!
Dalam
video MTV Finlandia juga terdapat wawancara dimana Nussbaum
menggambarkan karakteristik fisik seorang wanita penting yang
jelas-jelas tidak sesuai dengan kenyataan. Wanita itu kemudian mendapat
diwawancarai juga, dan dia pada girlirannya menggambarkan karakteristik
fisik Nussbaum, yang juga 100% salah! Check this out:
Nussbaum
mendeskripsikan Miriam Szydlowski, wanita yang secara rahasia
memberangkatkan dirinya, sebagai seorang bocah, dari Sandomierz ke
Warsawa di Polandia. Nussbaum mengatakan dalam video tersebut bahwa bibi
dan pamannya:
“Menanyai seorang wanita PIRANG DAN TIDAK TAMPAK SEPERTI ORANG YAHUDI, untuk membawa kami dari Sandomierz ke Warsawa.”
Wanita
itu kemudian nongol di video MTV Finlandia. Silakan Tanya diri anda
sendiri apakah fisik wanita itu pas dengan penggambaran Nussbaum ‘pirang
dan tidak tampak seperti orang Yahudi’:
Di
atas, Nussbaum dan awak produksi video melakukan perjalanan ke Israel
untuk mewawancarai Miriam Szydlowski. Tapi disini kita juga harus
mempertimbangkan masa 40 tahun yang telah berlalu. Mungkin wanita ini
sekarang telah mencat rambutnya menjadi hitam, atau sebaliknya,
mencatnya menjadi pirang saat bertemu dengan Nussbaum kecil!
Miriam
Szydlowski kemudian menggambarkan Nussbaum secara tidak tepat: “Kamu
adalah anak yang berkulit sangat hitam, hampir-hampir seperti negro” dan
“Rambutmu hitam dan ikal”. Tapi harus diingat lagi, telah berlalu 40
tahun dan mungkin wanita ini telah kehilangan sebagian ingatan atau
kesalahannya bisa dijadikan cerita lain yang terpisah!
Cuplikan
dari video MTV Finlandia yang memperlihatkan hiasan dinding di kantor
Nussbaum. Nussbaum telah menambahkan dua foto dirinya di bawah foto
bocah dengan tangan terangkat. Rambutnya terlihat berwarna coklat dan
jauh dari gambaran sebagai “ikal”. Kulitnya pun berwarna terang dan
tidak “negro”.
16)Ini adalah apa yang dikatakan oleh Miriam Szydlowski tentang Nussbaum:
“Kamu
lahir di Israel, dan datang ke Polandia bersama dengan orangtuamu
sebelum perang pecah. Orang-orang Jerman menangkap ibu dan ayahmu tak
lama setelah kedatanganmu. Kamu adalah satu-satunya yang selamat.
Satu-satunya kerabatmu di Sandomierz adalah nenekmu. Dia lalu merawatmu.
Nenekmu berdoa agar aku bisa membawamu ke bibi dan pamanmu yang berada
di Warsawa. Nama bibimu adalah Hannah Nussbaum, dan (nama) suaminya
adalah Shulim Nussbaum. Aku juga takut karena aku sendiri adalah seorang
yahudi. Aku takut mereka menemukanmu. Kamu adalah anak yang berkulit
sangat hitam, hampir-hampir seperti negro. Rambutmu hitam dan ikal. Aku
begitu takut, tapi karena bibimu meminta dengan sangat, akhirnya aku
setuju untuk membawamu.”
Kita
bisa melihat satu lagi keanehan dari pengakuan Miriam Szydlowski: Dia
tampaknya tak menyadari apa yang telah terjadi pada ibu Nussbaum. Sudah
jelas dia dekat dengan keluarga Nussbaum, tapi mengapa dia tidak
menyadari bahwa ibu Nussbaum telah ditembak dari belakang oleh anggota
Gestapo yang tinggal di lantai kedua di atas mereka? Dalam bagian lain
wawancaranya, Miriam Szydlowski mengatakan bahwa dia tinggal dengan Tsvi
Nussbaum, bibi dan pamannya di sebuah ruangan kamar yang sempit di
Warsawa untuk waktu yang lama. Dan di artikel sebelumnya kita juga bisa
mengetahui bahwa Miriam kenal dengan nenek Nussbaum, yang telah
mempercayainya untuk membawa si bocah kecil ke Warsawa. Tapi di artikel
yang sama Miriam juga berkata tentang apa yang terjadi pada ibu
Nussbaum: “Orang-orang Jerman menangkap ibu dan ayahmu tak lama setelah
kedatanganmu. Kamu adalah satu-satunya yang selamat” Miriam Szydlowski
tampaknya tidak menyadari bahwa Gestapo di lantai kedua telah menembak
ibu Nussbaum dari belakang!
Masih
banyak cuplikan-cuplikan lainnya di video MTV Finlandia yang juga patut
dipertanyakan keabsahannya, tapi mari kita lanjutkan.
Kontra 3: Perbandingan cuping telinga
Hal
terakhir dalam hal meragukan Nussbaum sebagai si bocah dalam foto
adalah masalah cuping telinga. Richard Raskin dalam bukunya ‘A Child At
Gunpoint’ mendeskripsikan bagaimana
dia mengirimkan foto bocah dengan tangan terangkat, bersama dengan foto
Nussbaum saat masih kecil, ke Dr. Karen Ramey Burns, seorang
antropologis forensik di University of Georgia. Sang dokter setuju bahwa
Nussbaum memang mirip sekali dengan bocah dalam foto yang terkenal itu,
tapi kemudian menambahkan:
“Cuping
telinga bocah dalam foto tahun 1943 sepertinya ditambahkan, sementara
cuping telinga bocah dalam foto tahun 1945 (Nussbaum) tidaklah
ditambahkan. Bentuk genetis seperti ini tidak akan berubah meskipun umur
bertambah, sehingga perbedaan dalam hal ini mengindikasikan bahwa kedua
foto tersebut tidaklah memajang bocah yang sama.”
17)Tapi
ada hal lain yang patut dipertimbangkan pula: tak ada negatif asli dari
foto sehingga kita tak bisa membesarkannya dengan resolusi yang lebih
baik. Selain itu, bila dilihat dari arah bayangan di bagian lain foto,
kita tahu bahwa foto tersebut direkam di pagi hari saat matahari berada
rendah di angkasa. Jadi, siapa yang tahu?
Kesimpulan Tsvi Nussbaum
Di
luar dari semua kebohongan-kebohongan yang dikeluarkan oleh Tsvi
Nussbaum, Miriam Szydlowski, dan Marc Berkowitz, kredibilitas bahwa
Nussbaum adalah si bocah di foto yang terkenal lebih berat kepada
kebenaran dibandingkan dengan ketidakbenarannya. Richard Raskin sendiri,
dengan mempertimbangkan bukti-bukti dari semua sumber yang dia
dapatkan, belum terlalu yakin harus mempercayai yang mana. Sang
pengarang berpendapat bahwa Nussbaum mungkin adalah si bocah dalam foto
karena 1) pengakuannya terlalu aneh untuk dianggap sebagai kebohongan 2)
Cerita yang dikemukakannya lebih pas dengan foto tersebut daripada
keterangan dalam Laporan Stroop 3) Nussbaum mengatakan bahwa foto itu
diambil di depan sebuah hotel, padahal foto tersebut jelas-jelas tak
tampak diambil di depan sebuah hotel. Tapi ketika kita melihat gambar
depan Hotel Polski (yang kini sudah “almarhum”), terdapat kemiripan yang
identik dengan foto tahun 1943. Dengan kata lain, latar belakang foto
pas dengan salah satu elemen hotel tersebut, elemen yang tidak gampang
dikemukakan begitu saja bila Nussbaum memang berbohong.
Belum
lagi bila kita harus mempertimbangkan suatu hal: kalau memang Nussbaum
ingin pengakuannya lebih diterima, kenapa sih dia tidak bilang saja
bahwa “Saya pernah di Ghetto” dan bukannya mempersembahkan cerita hotel
segala (yang ternyata berkesesuaian tapi malah menjadi masalah bagi
“versi sejarah” sebelumnya!). Apa yang membuat kisah ini membingungkan
dan kebenarannya diragukan adalah justru “bumbu-bumbu” tambahan yang
dikemukakan oleh Nussbaum sendiri. Jeprutnya, hal ini sebenarnya bisa
dijelaskan melalui kritik kepada Nussbaum yang berasal dari orang-orang
berpengaruh saat pengakuannya menjadi mengemuka. New York Times
memberitakan kepada kita bagaimana reaksi awal saat pengakuan Nussbaum
keluar:
Dengan
cepat, Israel Bond Organization mendaftarkan Dr. Nussbaum untuk
berbicara di depan kelompok orang-orang yang selamat dari Holocaust di
Winnipeg, Detroit, Miami dan Long Island. Selain itu, berita tambahan
tentangnya juga dimuat di The Jewish Week, sebuah surat kabar yang
berbasis di New York. The Jewish Week telah secara besar-besaran
mendeklarasikan di halaman depannya sebuah kisah yang, bertentangan
dengan keyakinan selama ini, mengungkapkan bahwa si bocah kecil “masih
hidup dan sehat” dan bekerja keras untuk Israel, “rumah masa depannya”.
NYT 5/28/1982
Dengan
kata lain, terdapat dukungan yang luar biasa saat pertama Nussbaum
mempublikasikan pengakuannya. Tapi ketika kritik mulai berdatangan dari
para ilmuwan Yahudi pakar Holocaust terkemuka (karena kalau dipikirkan
lagi, pengakuan Nussbaum hampir-hampir merupakan sebuah aspek
‘penyangkalan’ atas Holocaust!), Nussbaum mulai menambahkan kebohongan
untuk membuat ceritanya lebih ‘masuk’ ke klaim organisasi Holocaust. Hal
ini bisa dilihat dari kisah tentang bagaimana ibunya ditembak dari
belakang oleh Gestapo, atau diselundupkan ke Warsawa oleh seorang wanita
pirang.
Harus
diingat bahwa kebanyakan keterangan yang dikemukakan dalam artikel ini
tidaklah tentang bagaimana foto tersebut datangnya bukan dari Stroop
atau bagaimana Nussbaum adalah si bocah dalam foto. Intinya adalah,
bagaimana sebuah propaganda hitam bekerja, dan bagaimana justru dari
sana kita bisa mempercayai bahwa Nussbaum sebenarnya adalah si bocah
dengan tangan terangkat. Ini semua di luar dari setelah dewasa dia
kemudian menjadi seorang pembohong ulung!
------------------------------------------------------------------------------------------
6)Masalah Pemasangan Foto
Sekarang
bayangkan kembali anda sedang membuat sebuah album foto. Anda
menggunakan sebuah kertas tebal berkualitas bagus yang dinamakan
“Bristol board” yang akan digunakan sebagai halaman album anda. Anda
lalu memasangkan foto-foto tersebut ke dalam album Bristol board yang
telah disediakan. Kertas ini berwarna putih, sedikit kasar kalau diraba,
agak kaku dan keras, juga mempunyai ujung bersudut tajam. Setelah anda
memasang foto tersebut, anda lalu menambahkan halaman dan akhirnya album
foto pun selesai. Tapi kemudian, setelah pertimbangan tambahan, anda
memutuskan untuk menambahkan beberapa foto lagi. Masalahnya adalah: anda
kehabisan kertas album sebagus kertas yang pertama. Apa yang lalu anda
lakukan? Anda cari kertas karton yang hampir mirip, memasangkan foto dan
kemudian menambahkan halaman. Memang terlihat jelas perbedaan kedua
jenis kertas ini, tapi bukan menjadi masalah besar.
Hal inilah yang dilakukan oleh pembuat Laporan Stroop saat memasangkan foto bocah kecil dalam arsip yang tersimpan di NARA!
Richard
Raskin, dalam bukunya ‘A Child At Gunpoint’, memperlihatkan semua foto
yang terdapat dalam Laporan Stroop, dengan disertai keterangan
pendahuluan tentang jenis kertas yang digunakan dalam kedua salinan yang
masih tersimpan saat ini:
Foto
di arsip Warsawa menggunakan kertas Bristol board ukuran A4 seluruhnya
dengan ujung-ujung kasar yang digunakan dalam bagian pendahuluan dan
kata pengantar. Semua foto (kecuali hanya tiga buah) di arsip NARA
menggunakan kertas Bristol board dengan ujung kasar. Pengecualiannya
adalah foto nomor 14, 34 dan 39 di bawah, yang dipasangkan di kertas
karton dengan ujung runcing. Hal ini patut menjadi perhatian karena foto
pertama dari ketiga foto tersebut (nomor 14) adalah foto bocah dengan
tangan terangkat.
18)Dengan
kata lain, foto bocah dengan tangan terangkat di salinan punya NARA
adalah sebuah pengecualian (bersama dengan dua foto lainnya) yang
dipasangkan di kertas karton putih. Hal ini menunjukkan bahwa foto bocah
kecil tersebut dipasangkan di FASE AKHIR penyelesaian Laporan Stroop
versi NARA.
Mungkin
terdapat perbedaan waktu dalam pengerjaan kedua salinan tersebut.
Raskin menjelaskan bagaimana di akhir-akhir peperangan pihak Inggris
telah mendapatkan satu salinan (versi foto dari foto), sementara satu
lagi didapat pihak Amerika.
19)
Bila organisasi bawah tanah Yahudi mengirimkan satu salinan ke Barat
sebagai sebuah propaganda hitam dan kemudian menambahkan foto lagi,
tentunya akan terdapat masalah. Penulisan adalah salah satu di
antaranya. Kebanyakan foto di Laporan Stroop disertai dengan caption
yang dibuat dengan gaya penulisan indah yang tidak biasa; seorang
reporter New York Times menamakannya “ornate gothic script”.
20) Raskin berkeras bahwa itu bukanlah tulisan langsung dari Stroop sendiri.
21)
Jenis tulisan tersebut mungkin dibuat supaya berkesesuaian dengan tema
“peringatan” dari laporan tersebut. Tapi masalahnya adalah: bagaimana si
pembuat tulisan membuat caption di kedua salinan tersebut kalau salah
satunya sudah dikirimkan ke Barat? Solusinya: ambil foto captionnya!
Inilah skenario yang mungkin:
George
Kadish mungkin telah melakukan perjalanan dari ghetto Kovno ke Warsawa
bulan Juli 1943 dalam kapasitasnya sebagai fotografer propaganda untuk
organisasi Zionis sayap kanan, Betar. Saat itu, ghetto Warsawa sudah
tidak ada: kosong dan ditutup. Lalu Kadish luntang-lantung di Warsawa
dan mencari-cari sebuah bahan untuk foto anti-Jermannya. Kesananya
adalah sejarah: dia mengabadikan foto saat Tsvi Nussbaum keluar dari
Hotel Polski, yang kemudian disalahgunakan oleh gerakan bawah tanah
Yahudi sebagai foto ghetto.
Pengakuan
Tsvi Nussbaum menjelaskan mengapa orang-orang dalam foto tersebut
berpakaian rapi dan seperti hendak bepergian dengan tas dan dompet
mereka, bukannya acak-acakan seperti baru ‘Dipaksa Keluar Dari Bunker Dengan Kekerasan’
seperti yang digambarkan dalam caption Laporan Stroop. Karena dengan
membiarkan orang-orang Yahudi pulang ke Palestina dan tempat lainnya
adalah publikasi yang bagus bagi Jerman (atau yang mereka kira), George
Kadish mungkin melakukan pekerjaannya (memotret) secara terbuka. Tapi
mungkinkah Kadish, yang notabene seorang fotografer rahasia, ikut
berkontribusi terhadap foto-foto lain dari Laporan Stroop? Sulit untuk
diketahui. Yang jelas, perlu diketahui bahwa beberapa foto dalam Laporan
Stroop tampaknya dibuat secara sembunyi-sembunyi:
Gerakan
Bawah Tanah Yahudi melihat foto bocah kecil yang dibuat Kadish dan
menyadari bahwa ini adalah lebih baik dibandingkan dengan semua foto
propaganda yang mereka punya! Sejauh ini, Kadish hanya mensuplai foto
yang sudah tercetak, dan bukan negatifnya. Foto yang dibuat dari foto
dengan captionnya dilakukan untuk menggandakannya, dan seorang kurir
(atau mungkin pihak kantor pos sendiri) mengirimkannya ke tempat lain
dimana terdapat salinan Laporan Stroop lainnya, suatu tempat dimana
pihak Inggris dapat dengan mudah “menemukannya”. Tapi ketika foto
tersebut tiba, ternyata stok kertas Bristol board sudah habis, dan tidak
bisa didapatkan dimanapun. Akhirnya, “foto dari foto dengan caption”
terpaksa dipasang di sebuah kertas karton putih sebagai pengganti. Ini
hanya skenario.
Pertanyaan
tambahan: apakah memang terdapat kekurangan stok kertas Bristol board
selama berlangsungnya Perang Dunia II? Kota Bristol di Inggris dibom
habis-habisan oleh Jerman, sementara kertas yang menjadi topik kita ini
dalam sejarahnya berasal dari kota tersebut. Saya sendiri nggak tahu
pasti apakah pada tahun 1940-an Bristol masih menjadi produsen utama
kertas Bristol board.
Dalam
salinan punya NARA, foto bocah kecil adalah satu-satunya foto yang
captionnya merupakan hasil foto dan bukannya ditulis langsung di kertas.
Foto ini juga merupakan salah satu dari tiga foto (dari total 53 foto)
yang dipasangkan di kertas yang berbeda. Ini membuktikan bahwa foto ini
dipasang di saat terakhir. Gerakan Bawah Tanah Warsawa menyadari nilai
propaganda dari foto tersebut dan berusaha sedapat mungkin agar
menempatkannya di salinan kedua mereka. Tapi dapatkah anda membayangkan
bahwa Jenderal Stroop mengambil jalan ‘aneh’ dan berliku hanya demi
memasang sebuah foto yang merupakan gambaran perbuatan anakbuahnya yang
menjijikkan? Sebuah foto dari seorang tentara yang menodongkan senjata
ke arah anak yang tangannya terangkat? Bayangkan lagi bagi anda:
Jenderal Stroop telah kehabisan kertas, kehilangan negatif foto, tukang
pembuat tulisan indah tidak ada, tapi kemudian mempunyai solusi yang
“acak-acakan” untuk mengatasinya? Ampun dah!
------------------------------------------------------------------------------------------
KESIMPULAN
Foto
bocah kecil dimaksudkan untuk memberikan gambaran kebencian Nazi
terhadap Yahudi, tapi sebenarnyalah dia adalah merupakan symbol
kebencian Yahudi terhadap Nazi. Orang kebanyakan tidak mengerti
bagaimana “kebencian” ini dapat berjalan dua arah seperti halnya yang
terjadi dalam Perang Dunia II, juga orang tidak akan percaya bagaimana
sebuah Gerakan Bawah Tanah Yahudi, yang berjumlah kecil dan tanpa
angkatan bersenjata, dapat menggunakan sebuah cara yang teramat cerdik
untuk menggiring opini dunia sebagai bagian dari strategi perlawanan
mereka sendiri. Meskipun foto itu sebenarnya pas dengan tema utama
propaganda perang: tentara melukai anak-anak, tapi seorang pun tidak
akan menduga bahwa kenyataannya, foto bocah dengan tangan terangkat
mempunyai latar yang sama sekali berbeda.
Kita
dapat membayangkan bagaimana seorang Jürgen Stroop berada di balik
penjara Polandia setelah Perang Dunia II berakhir. Dia telah ditangkap
di sektor Amerika dan kemudian dikembalikan (juga bersama salinan
Laporan Stroop) ke Polandia. Kemungkinan besar dia akan dipukul dan
disiksa sebagai bagian dari pembalasan, lalu setelah itu dihadapkan pada
pengadilan, hanya untuk mendapati bahwa jaksa penuntut umum mengajukan
sebuah notebook misterius yang diakukan sebagai kepunyaannya dan
digunakan untuk melawan dirinya! Apakah Laporan ini berpengaruh atau
tidak tidaklah diketahui, yang jelas kemudian Stroop dijatuhi hukuman
mati dan dieksekusi.
Tentunya
Stroop tidak akan pernah menyadari bahwa di dalam notebook tersebut
terdapat sebuah foto yang nantinya akan menjadi foto yang paling dikenal
tentang Holocaust!
Sebagai
tambahan informasi, Polandia Komunis pasca perang diperintah oleh tiga
orang, dengan dua (bahkan mungkin ketiga-tiganya) adalah keturunan
Yahudi.
22) Orang yang
diserahi tanggungjawab memimpin pasukan Polisi di Polandia adalah Jakub
Berman, sementara saudaranya, Adolf Berman, adalah salah satu pemimpin
terpenting Gerakan Bawah Tanah Yahudi Warsawa. Dengan kata lain, satu
saudara merupakan pimpinan dari grup yang membikin pemalsuan ini,
sementara saudara lainnya berkuasa di wilayah pemerintahan yang
menangani pengadilan Stroop sekaligus pengeksekusiannya. Kita tidak tahu
apakah kedua saudara ini terlibat, tapi tetap fakta ini patut
dikedepankan.
Satu
hal kita mengerti: Foto bocah dengan tangan terangkat hasil karya
George Kadish tak jauh beda dengan foto tulisan berdarah yang juga
buatannya. Sulit dibayangkan bagaimana seseorang dapat menggunakan
“kesedihan” untuk memantik perasaan ketidakadilan di mata orang yang
melihatnya, meskipun motivasi sebenarnya dari pemuatan foto-foto
tersebut adalah kebencian terhadap musuh.
Perang
adalah ladang kebencian. Sementara kebencian antara Nazi dan Yahudi
terus berlangsung, disana terdapat pula “juri” yang berasal dari pihak
ketiga, juga juri-juri dari kebangsaan yang sama dan juri nasional.
Juri-juri itu adalah opini publik dengan tingkatnya yang bermacam-macam.
Mereka dapat diyakinkan untuk kemudian ikut terlibat. Setelah perang
usai, mereka juga dapat diyakinkan bahwa akhirnya pihak yang benarlah
yang menang. Setelahnya adalah aspek yang mendapat berbagai macam
penamaan: Pijakan Moral Sempurna, Musium Toleransi. Baik dan benar. Pada
kenyataannya, itu hanyalah “lapisan mulia” yang diciptakan oleh sang
pemenang untuk menutupi kebencian yang mendalam terhadap pihak yang
kalah. Foto bocah kecil dengan tangan terangkat adalah sebuah contoh
sempurna: dia mendapat tempat pertama untuk dipajang di gerbang masuk
musium-musium Holocaust, dan menjadi simbol hitam putih dari kebaikan
melawan kejahatan. Sebenarnya dia masih satu paket dengan foto tulisan
berdarah yang jelas-jelas palsu, dokumen Holocaust yang dilebih-lebihkan
hanya untuk kepentingan memperbesar kebencian terhadap salah satu
pihak.
Tapi
“foto” terbesar dari Holocaust sendiri, yakinlah, adalah ini: bahwa
Holocaust sebagian terbesar adalah hoax, kebohongan, propaganda, waduk
angsa, dan bolehlah anda tambahkan nama-nama lain yang senada dengannya.
Propaganda semacam ini sangat dibutuhkan untuk melengkapi setiap narasi
tentang Perang Dunia II, bahwa “kadangkala orang bisa menjadi begitu
jahatnya, sehingga tidak ada jalan lain untuk menanganinya selain
perang”. Dengan pola pikir seperti ini, anda akan mendapati bahwa satu
foto bocah dengan tangan terangkat lebih mempunyai pengaruh terhadap
hati anda dibandingkan dengan pemboman Dresden, pemboman
Hiroshima/Nagasaki, dan tindakan-tindakan di luar perikemanusiaan
lainnya yang dilakukan oleh sang pemenang perang.
Bisa
saja orang kemudian berkata, “tapi kan Hitler menduduki Negara-negara
lain?”. Untuk menjawabnya, saya tidak perlu menjelaskan kepada anda
bahwa musuh-musuh Hitler, terutama Inggris dan Prancis, adalah
Negara-negara PENJAJAH nomor satu, yang telah menguasai Negara lain
tanpa hak dan memerintahnya dengan seena’e dewe. Terdapat ungkapan
terkenal yang mengatakan bahwa “matahari tak pernah tenggelam di
imperium Inggris”, dan ini adalah idiom untuk mengungkapkan betapa
luasnya kekuasaan Negara ini di masa jayanya. dan oh, BTW, Negara
penjajah kita sendiri, Belanda, yang menguasai sebagian terbesar
Indonesia selama ratusan tahun, diduduki oleh Hitler dan Nazinya setelah
melalui hanya beberapa hari peperangan!
Kembali ke masalah foto. Pengadilan Nürnberg
berlangsung selama 1o bulan. Dalam pidato dakwaan pertamanya di hari
kedua persidangan, Jaksa Amerika Robert Jackson membawa ke muka Laporan
Stroop dan menyebutkan (meskipun tidak memperlihatkannya) tentang foto
bocah dengan tangan terangkat. Ini adalah “penampakan” publik pertama
dari foto tersebut sekaligus Laporan Stroop.
23)
Jadinya, Propaganda Hitam dijadikan sebagai bukti pengadilan! Gerakan
Bawah Tanah Yahudi meyakinkan Amerika bahwa ini adalah bukti asli dan
bukan rekaan. Tapi tak lama sebelum sidang dilangsungkan, saat perang
masih berkobar, kota Nürnberg yang berasal dari abad pertengahan telah dibombardir tanpa alasan kuat oleh carpet bombing
Sekutu. Ribuan warga sipil meregang nyawa karenanya. Pas sekali kalau
kemudian Sekutu mengambil tempat persidangannya disana, seakan sebuah
lapisan palsu demokrasi yang diciptakan oleh sang pemenang perang untuk
menutupi apa yang sebenarnya merupakan “kompetisi kebencian”.
Bila
anda dapat meyakinkan bahwa seseorang adalah iblis jahat, maka anda
dapat juga meyakinkan untuk memeranginya. Dan setelah perang itu usai,
anda dapat juga meyakinkan bahwa itulah solusi terbaik. Anak-anak
belajar sesuatu dari foto bocah terkenal: bahwa orang dewasa
kadang-kadang begitu jahatnya, sehingga satu-satunya cara
menanggulanginya adalah dengan memusnahkannya. Apa yang seharusnya
anak-anak pelajari seharusnya adalah, bahwa “orang-orang jahat” adalah
suatu konsep yang bodoh, yang hanya hidup di film-film India atau
sinetron TV swasta. Konsep ini digunakan sebagai alat manipulasi
golongan yang mendukung perang. Mungkin kalau “orang jahat” tidak
menjadi tema dari begitu banyak film dan acara TV, orang bisa tahu
betapa ble’e-ble’e-nya dia ini dalam kehidupan nyata.
Saat
ini foto bocah kecil dengan tangan terangkat memberikan gambaran lebih
daripada yang terlihat, yaitu bahwa ada orang-orang jahat yang
menodongkan senjata ke anak kecil dan kemudian mengirim mereka ke kamar
gas. Semoga suatu saat nanti tidak akan ada lagi orang yang dibodohi
oleh hal-hal bohong semacam ini, yang hanya merupakan propaganda dari
pemenang perang dan menjadi bahan utama “jualan” mereka. Wallahua’lam…
------------------------------------------------------------------------------------------
Catatan:
1. Daniel Lerner, Sykewar (New York: George W. Stewart, 1949), 262.
2. Richard Raskin, A Child At Gunpoint. A Case Study in the Life of a Photo (Denmark, Aarhus University Press, 2004), 29.
3. Ibid., 177.
4. Di hari kedua Pengadilan Nürnberg
tanggal 21 November 1945, Kepala Jaksa Penuntut Umum Amerika Serikat
Robert Jackson membuka persidangan dengan sebuah pidato. Di tengah
pidatonya dia memperlihatkan apa yang kemudian dinamakan sebagai Laporan
Stroop, dan berkata di depan hadirin:
“Saya
tidak akan membahas subyek ini lebih lama lagi dan hanya akan
memperlihatkan kepada anda sebuah dokumen yang menjijikkan yang menjadi
bukti dari pemusnahan terencana dan sistematik orang-orang Yahudi. Saya
memegang sebuah laporan yang ditulis dengan gaya khas Teutonik yang
mementingkan detail, dan ditambah dengan foto-foto yang menjadi
penjelasan luar biasa dari teks penyertanya. Laporan ini dibuat dalam
sebuah buku yang bersampul kulit indah dan merupakan persembahan dari
sebuah hasil yang membanggakan. Ini adalah laporan asli dari
SS-Brigadeführer Jürgen Stroop yang diserahi tanggungjawab dalam
penghancuran ghetto Warsawa, dan sampulnya dikasih judul “Ghetto Yahudi
di Warsawa Sudah Musnah”. Tak heran kita mendapati disini sebuah foto
yang merupakan karakteristik tema
buku, dengan caption yang menunjukkan pengusiran “bandit-bandit”
Yahudi. Apa yang dimaksud sebagai ‘bandit-bandit’ dalam foto ini
ternyata adalah wanita dan anak-anak.”
http://avalon.law.yale.edu/imt/11-21-45.asp
5. New York Times, 13 Mei 1915.
6. "Baghdad Schoolchildren Are Made Ready For War" New York Times. 8 Januari 1991.
7.
Website United States Holocaust Memorial Museum. Arsip foto. Desain
salah satu bagian website ini tidak memungkinkan kita untuk memasangkan
linknya, tapi ini adalah link yang merupakan hasil screen capture tertanggal 27 Mei 1999: http://www.holocaustdenialvideos.com/littleboy/george_kadish_bio_ushmm.org.jpg
8. Ibid.
9.
Hidden History of the Kovno Ghetto. A project of the United States
Holocaust Memorial Council, Washington D.C. (Bullfinch Press, 1997),
58.
10. Ibid., 131.
11 Ibid., 125.
12.
Avraham Tory. Surviving The Holocaust. The Kovno Ghetto Diary (Harvard
University Press, 1990), 165. Avraham Tory menggambarkan bagaimana
karena sebuah masalah, pihak Gestapo meminta polisi ghetto Yahudi untuk
menyerahkan daftar penghuni ghetto yang tidak kembali dari pekerjaannya.
Dengan kata lain, pihak Yahudi telah menyimpan daftar ini untuk mereka
sendiri, dan setidaknya sampai saat itu, pihak Nazi tidak mempunyai
daftar yang sejenis. Di halaman sebelumnya (halaman 164), kita bisa
membaca bagaimana Tory dapat dengan mudah keluar dari ghetto untuk pergi
ke teater, sementara teman-teman Yahudi lainnya bekerja. Bagian ini
memperlihatkan bagaimana ghetto Kovno begitu berbeda dengan ghetto
Warsawa. Ghetto ini tidak dikunci dan dijaga ketat. Ini juga menunjukkan
bahwa George Kadish dapat meninggalkan ghetto Kovno untuk pergi ke
Warsawa kalau memang Gerakan Bawah Tanah Yahudi menginginkannya.
13. Hidden History of the Kovno Ghetto, 40.
14.
Cerita Nussbaum tentang bagaimana dia dimasukkan ke dalam sebuah kereta
dan dikirim ke Timur di akhir perang karena paspor Palestinanya cocok
benar dengan narasi Belsen. Menempatkan Yahudi Palestina atau “Yahudi
pertukaran” lainnya dalam kereta membuat mereka terhindar dari kutu dan
tipus, meskipun sebagian dari mereka tetap saja terkena penyakit menular
yang lebih “ecek-ecek” lainnya seperti diare dan gejala Tipus (yang
baiasanya didapat karena air yang terkontaminasi). Mereka dikirim keluar
demi mencegah epidemik tipus. Silakan baca Ben Shephard, After Daybreak
(New York: Shocken Books, 2005), 18-19.
15.
Ini adalah sebuah tema yang kerap kali muncul dalam cerita-cerita
Yahudi: Orang berambut pirang layaknya orang Arya yang dapat lebih mudah
keluar-masuk melewati penjagaan Nazi. Tapi dengan melihat bahwa mungkin
kebanyakan orang Polandia dalam apa yang disebut sebagai “wilayah Arya”
mempunyai rambut coklat dan mata coklat, apakah ini lalu perlu?
16.
Raskin, A Child at Gunpoint, 90. Disini kita harus percaya perkataan
Nussbaum bahwa foto itu adalah kepunyaannya dan asli. Nussbaum
mengatakan bahwa dia diambil bulan Agustus 1945, dan Nussbaum
memberikannya kepada Raskin dalam sebuah wawancara.
17. Ibid., 90.
18. Ibid., 39.
19. Ibid., 28-29, 61-62
20. New York Times, May 28, 1982. "Rockland Physician Thinks He is the Boy in Holocaust Photo Taken in Warsaw."
21. Raskin, A Child at Gunpoint, 68.
22.
Kevin MacDonald, The Culture of Critique (1stbooks, 1998), 61. Mereka
adalah Jakub Berman, Hilary Minc, dan Boleslaw Bierut. MacDonald
mengatakan bahwa mereka semua adalah Yahudi, meskipun tak ada konfirmasi
tambahan soal Bierut.
23.
Nuremberg Trial Proceedings, Volume 2. Wednesday, 21 November 1945 Day
2. pidato Robert Jackson, halaman 125. Richard Raskin mendiskusikan
adegan ini dalam bukunya A Child At Gunpoint, halaman 32-34, yang
menceritakan bagaimana Jackson memberitahukan tentang foto itu, tapi
kemudian secara salah telah menginterpretasikan captionnya di depan
pengadilan.
http://avalon.law.yale.edu/imt/11-21-45.asp
http://en.wikipedia.org/wiki/File:Stroop_Report_-_Warsaw_Ghetto_Uprising_06.jpg
http://www.holocaustdenialvideos.com/littleboy/
No comments:
Post a Comment